Analisa Moda Dan Efek Kegagalan(Failure Mode And Effects Analysis/FMEA)Pada Produk Kursi Lipat Chitose Yamato HAA

Nurkertamanda, Denny and Tri Wulandari, Fauziyati (2009) Analisa Moda Dan Efek Kegagalan(Failure Mode And Effects Analysis/FMEA)Pada Produk Kursi Lipat Chitose Yamato HAA. J@TI UNDIP, IV (1). pp. 60-77. ISSN 1907 - 1434

[img]Microsoft Word - Published Version
1720Kb

Abstract

Chitose Indonesia Manufacturing merupakan perusahaan yang memproduksi dan menjual furniture dari logam dengan kerjasama negara Jepang. Berdasarkan data penjualan Chitose Indonesia Manufacturing pada tahun 2003, kursi lipat Chitose Yamato merupakan jenis kursi lipat yang memiliki angka penjualan sebesar 59% dari keseluruhan jenis produk yang diproduksi. Kursi lipat Chitose Yamato HAA merupakan salah satu sarana untuk duduk yang dilengkapi dengan sandaran sesuai dengan bentuk punggung manusia dan dapat dilipat untuk memudahkan penyimpanannya. Selain itu juga rangka kakinya yang berbentuk H sehingga dapat digunakan pada permukaan yang datar atau bergelombang. Material yang digunakan pada rangka kursi lipat Chitose Yamato HAA adalah berupa elemen struktur rangka yang bersifat isotropik, yakni memiliki keseragaman sifat dan bahan suatu elemen (regangan, tegangan, mekanis, dsb). Pada analisa moda kegagalan dilakukan identifikasi moda kegagalan yang potensial, keparahan yang ditimbulkan, dan frekuensi kejadian moda kegagalan. Dengan menggunakan analisa moda kegagalan, maka diharapkan kualitas produk akan meningkat dan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. RPN adalah indikator kekritisan untuk menentukan tindakan koreksi yang sesuai dengan moda kegagalan. RPN digunakan oleh banyak prosedur FMEA untuk menaksir resiko menggunakan tiga kriteria yaitu Keparahan efek (Severity) S, Kejadian penyebab (Occurrence) O, Deteksi penyebab (Detection) D. Angka prioritas RPN merupakan hasil kali rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Angka ini hanyalah menunjukkan rangking atau urutan defisiensi desain sistem. Kata kunci : Moda Kegagalan, Efek Kegagalan, Penyebab Kegagalan, Deteksi, Kejadian, Keparahan, RPN (Risk Priority Number). Abstract Chitose Manufacturing Indonesia is a company that produce and sells furniture made from alloy in cooperation with Japan. Based on Sales data by Chitose Indonesia Manufacturing in 2003, Chitose Yamato foldable chair has a sales number up tp 59% from all of the products manufactured. CHitose Yamato HAA foldable chair is one of the tools to sit down included with a back seat according to the vertebra of the human body and its is foldable to simplify its storage. Furthermore, the H form of its feet structure allows it to be used in flat or hilly surface. The material used on the structure of Chitose Yamato HAA foldable chair is isotropic structure element, which has similar characteristic and material (stress,strain, mechanic, etc.) On Failure Mode Analysis we identify potensial failure modes, severity that occurs, and the frequency of failure mode. With the failure mode analysis, the goal is to increase product quality and can be used according to its function. RPN is the critical indicator to determine the correction actions according to Failure modes. RPN is used in many FMEA procedures to approximate risks using three criterias that consists o:LSeverity(S), Occurrence(O), Detection(D). RPN priority number is the multiplying results from severity rating, occurrence, and detection. This number only shows ranks or sequence of the system design deficiency. Keywords: Failure mode, Failure effects, Failure causes, Detection, Severity, RPN (Risk Priority Number) PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME yang senantiasa menjalankan segala aktivitas untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Salah satu aktivitas manusia secara sederhana adalah duduk. Aktivitas duduk akan terasa lebih nyaman jika didukung dengan sarana pendukung yang baik yaitu kursi. Kualitas komponen kursi mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan kenyamanan dan keamanan ketika kursi digunakan. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas maka haruslah dieliminir kemungkinan terjadinya kegagalan atau cacat pada produk baik karena kekurangan desain maupun karena faktor proses produksi, material, maupun manusia. Chitose Indonesia Manufacturing merupakan perusahaan yang memproduksi dan menjual furniture dari logam dengan kerjasama negara Jepang. Berdasarkan data penjualan Chitose Indonesia Manufacturing pada tahun 2003, kursi lipat Chitose Yamato merupakan jenis kursi lipat yang memiliki angka penjualan sebesar 59% dari keseluruhan jenis produk yang diproduksi. Kursi lipat Chitose Yamato HAA merupakan salah satu sarana untuk duduk yang dilengkapi dengan sandaran sesuai dengan bentuk punggung manusia dan dapat dilipat untuk memudahkan penyimpanannya. Selain itu juga rangka kakinya yang berbentuk H sehingga dapat digunakan pada permukaan yang datar atau bergelombang. Material yang digunakan pada rangka kursi lipat Chitose Yamato HAA adalah berupa elemen struktur rangka yang bersifat isotropik, yakni memiliki keseragaman sifat dan bahan suatu elemen (regangan, tegangan, mekanis, dsb). Selama ini didalam keseharian kita sering menemukan beberapa kasus kerusakan kursi lipat. Kerusakan yang sering kali ditemui pada kursi lipat Chitose Yamato HAA adalah pijakan kaki patah, bantalan rangka kursi rusak, terjadinya karat pada material, serta banyak jenis kerusakan lainnya. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kerusakan tersebut, maka diperlukan evaluasi dan analisa moda kegagalan untuk menjamin produk dapat berfungsi dengan baik dan aman ketika digunakan oleh pengguna. Pada analisa moda kegagalan dilakukan identifikasi moda kegagalan yang potensial, keparahan yang ditimbulkan, dan frekuensi kejadian moda kegagalan. Dengan menggunakan analisa moda kegagalan, maka diharapkan kualitas produk akan meningkat dan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan dasar yang timbul akibat dari kerusakan kursi lipat Chitose Yamato HAA adalah kegagalan apa yang ada didalam sistem pengoperasian kursi lipat Chitose Yamato HAA, apa akibat kegagalan tersebut, seberapa besar efek akibat kegagalan tersebut, dan rekomendasi yang dilakukan untuk mengurangi efek kegagalan terutama yang berbahaya bagi pengguna kursi lipat. Adapun tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui kelemahan rancangan kursi lipat Chitose Yamato HAA terutama yang dapat membahayakan pengguna. 2. Menentukan prioritas resiko kegagalan yang harus ditangani. 3. Mengevaluasi resiko menggunakan perkiraan biaya perbaikan. 4. Memberikan rekomendasi sebagai dasar pengambilan tindakan pencegahan untuk mengeliminasi bahaya pada pengguna. Dalam penelitian ini terdapat beberapa pembatasan yang digunakan, yaitu : 1. Analisa hanya berdasarkan potensi kegagalan yang diakibatkan oleh pengoperasian produk sesuai dengan fungsinya sebagai tempat duduk. 2. Kursi lipat Chitose Yamato HAA sebagai sistem mempunyai kumpulan fungsi, sehingga penelitian ini menganalisa FMEA sistem yang berfokus pada sistem pengoperasian kursi lipat. 3. Produk kursi lipat Chitose Yamato HAA yang akan disimulasikan analisis statika strukturnya dengan software CATIA V5 yaitu hanya berupa rangka utama. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini Elemen struktur pada rangka kursi lipat Chitose Yamato HAA bersifat isotropik yaitu mempunyai keseragaman sifat dan bahan suatu elemen (regangan, tegangan, mekanis, dsb). TINJAUAN PUSTAKA FMEA pertama kali muncul sekitar tahun 1960an sebagai metodologi formal pada industri aerospace dan pertahanan. Sejak itu kemudian FMEA digunakan dan distandarisasi oleh berbagai industri di seluruh dunia. Beberapa pengertian FMEA (Failure Mode and Effects Analysis), metodologi FMEA digambarkan pada gambar 1: a. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah teknik engineering yang digunakan untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengurangi permasalahan dari sistem, desain, atau proses sebelum permasalahan tersebut terjadi [Kmenta99]. b. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah metodologi yang dirancang untuk mengidentifikasi moda kegagalan potensial pada suatu produk atau proses sebelum terjadi, mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan moda kegagalan tersebut, mengidentifikasi serta melaksanakan tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang paling penting [Reliability2002]. c. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah alat yang digunakan secara luas pada industri otomotif, aerospace, dan elektronik untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengeliminasi potensi kegagalan, masalah, dan kesalahan sistem pada desain sebelum produk diluncurkan [J. Rhee2002]. RPN adalah indikator kekritisan untuk menentukan tindakan koreksi yang sesuai dengan moda kegagalan. RPN digunakan oleh banyak prosedur FMEA untuk menaksir resiko menggunakan tiga kriteria berikut : ● Keparahan efek (Severity) S – Seberapa serius efek akhirnya? ● Kejadian penyebab (Occurrence) O – Bagaimana penyebab terjadi dan akibatnya dalam moda kegagalan? ● Deteksi penyebab (Detection) D – Bagaimana kegagalan atau penyebab dapat dideteksi sebelum mencapai pelanggan? Angka prioritas RPN merupakan hasil kali rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Angka ini hanyalah menunjukkan rangking atau urutan defisiensi desain sistem. RPN = S x O x D Nilai RPN yang tinggi akan membantu memberikan pertimbangan untuk tindakan korektif pada setiap moda kegagalan. [Villacourt92] PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Data-data yang akan digunakan untuk analisa diperoleh dari data hasil pengamatan langsung, wawancara yang dilakukan terhadap konsumen maupun distributor yang terkait, hasil penyebaran kuesioner, dan data laporan perusahaan distributor Chitose Jawa Tengah. Data-data tersebut adalah data gambar kursi lipat, definisi produk, dan daftar komponen produk kursi lipat. Perhitungan Gaya pada Kursi Lipat Perhitungan ini bertujuan untuk menentukan gaya dan tegangan pada struktur dan komponen-komponennya akibat beban-beban yang bekerja padanya. Apabila kita dapat memperoleh besaran-besaran untuk semua harga beban hingga mencapai beban yang menyebabkan kegagalan, maka kita akan dapat mempunyai gambaran mengenai perilaku mekanis pada struktur tersebut [Timoshenko96]. Perhitungan statika yang dilakukan untuk menghitung gaya dan tegangan menggunakan beberapa asumsi yaitu: 1. Material seluruh rangka kursi lipat terbuat dari besi dengan spesifikasi AISI 1020. 2. Tidak terjadi gesekan pada lantai dan rangka. 3. Berat beban yang menuju ke pusat bumi dengan pusat massa tepat di tengah dudukan. Menurut prinsip kesetimbangan bahwa jika suatu benda berada dalam kesetimbangan, maka resultan semua gaya yang bekerja padanya akan menjadi nol. Jadi gaya resultan R dan kopel resultan M adalah nol, sehingga diperoleh persamaan kesetimbangan : dan Kedua syarat ini merupakan kondisi yang diperlukan dan cukup untuk kesetimbangan. Perhitungan matematis ini terlebih dahulu dilakukan pada satu sisi yang diagram benda bebasnya dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini. Gambar 1. Diagram Benda Bebas Kursi Lipat FA + FB = P FA + FB = 550 ..................................(1) + FA. 395 – P.(BD cos 75 + 160) = 0 FA. 395 – 550.(440 cos 75 + 160) = 0 FA. 395 – 550.(273,88) = 0 FA = 381,352 N Untuk tiap kaki maka FA = = 190,676 N Pers (1) FA + FB = 550 381,352 + FB = 550 FB = 168,648 N Untuk tiap kaki maka FB = = 84,324 N Batang DF Gambar 2. Diagram Benda Bebas Batang DF FI cos 45 – FD cos 15 = P FE – 0,96 FD = 550 ................(2) - FE sin 45 – FD sin15 = 0 - FE – 0,26 FD = 0 .................(3) Pers (2) dan (3) FE – 0,96 FD = 550 - FE – 0,26 FD = 0 + - 1,22 FD = 550 FD = - 450,819 N FE = 165,765 N Untuk tiap sisi maka : = = 82,8825 N = = -225,4095 N DO = BC cos 75 – BD cos 75 = 552 cos 75 – 440 cos 75 = 29 mm CO = 108,23 mm OE = 62,48 mm DE = DO + DE = 28 + 62,48 = 91,48 mm Batang BC Gambar 3. Diagram Benda Bebas Batang BC FB + FD sin 75 – FI sin 11,6 + FC cos 15 = 0 168,648 + (- 450,819 sin 75) – 0,201 FI + 0,96 FC = 0 – 0,201 FI + 0,96 FC = 266,809 .................(4) –0,201(-0,265FC + 119,061) + 0,96 FC = 266,809 1,013 FC = 290,740 FC = 287,008 N FD cos 75 + FI cos 11,6 + FC sin 15 = 0 - 450,819 cos 75 + 0,979 FI + 0,26 FC = 0 0,979 FI + 0,26 FC = 116,680 FI = - 0,265 FC + 119,183 FI = - 0,265 (287,008) + 119,183 FI = 43,126 N Untuk tiap sisi maka : = = 21,563 N = = 143,504 N Tegangan tumpu pada batang rangka dan pin : = = 0,898 106 N/m2 = 0,898 106 Pa = 0,898 MPa Tegangan geser di pin : = = 0,762 106 N/m2 = 0,762 106 Pa = 0,762 MPa Tegangan tumpu antara pin dan engsel : = = 1,497 106 N/m2 = 1,497 106 Pa = 1,497 MPa Uraian Fungsi Sistem Sebagai fungsi sistem, sistem secara keseluruhan dapat diuraikan lagi menjadi subsistem-subsistem. Kemudian dari subsistem-subsistem tersebut juga dapat diuraikan lagi menjadi level-level dibawahnya. Semakin kompleks atau rumit suatu produk, maka semakin banyak pula level-level yang ada dibawahnya. Fungsi kursi lipat secara umum adalah sebagai tempat duduk, dimana fungsi tersebut merupakan orientasi fungsi berdasarkan konsumen (user function). Sedangkan dilihat dari sisi fungsi penggunaannya, fungsi utama (basic function) kursi lipat adalah untuk menahan beban objek yang menggunakan kursi lipat. Fungsi sistem menahan beban pengguna dipengaruhi oleh input dari gaya pengguna (beban) dan pengguna itu sendiri untuk mampu menahan beban pengguna sehingga pengguna dapat duduk dengan nyaman. Diagram blok fungsi utama kursi lipat dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4 Fungsi keseluruhan sistem kursi lipat Elemen Struktur Sistem Diagram blok seperti pada gambar 6. berikut ini dapat dibuat dengan menggunakan acuan bill of material dan gambar produk kursi lipat. Tanda garis putus-putus merupakan batasan sistem. Sistem ini berinteraksi dari luar yaitu dengan manusia sebagai pengguna yang memberikan gaya beban tertentu. Gambar 5. Interaksi sistem dan assembly kursi lipat Subsistem seat berinteraksi langsung dengan manusia sebagai pengguna ketika sedang menerima beban dari luar. Elemen seat merupakan elemen yang digunakan untuk menutup back board dan main seat. Untuk memberikan kenyamanan, seat didukung dengan busa dan triplek. Subsistem back board dan main seat menahan beban tubuh manusia dan menahan beban pada sandaran punggung. Ketika menerima beban, back board berhubungan langsung dengan fore leg. Sedangkan main seat langsung berhubungan dengan joint metal yang menyambungkan antara rear leg dan fore leg. Gaya dari main seat kemudian didistribusikan oleh subsistem joint metal menuju ke rear leg dan fore leg sebagai rangka utama. Subsistem rear leg dan fore leg menyangga beban dan menyeimbangkan kursi lipat. Gaya dari rear leg dan fore leg didistribusikan secara merata dibantu oleh subsistem joint pipe. Selanjutnya gaya dari rear leg didistribusikan ke leg shoes dan plastic bracket. Sedangkan gaya dari fore leg langsung didistribusikan ke leg shoes. Subsistem plastic bracket menumpu beban pada fore leg. Sebagai elemen yang secara langsung berinteraksi dari luar yaitu dengan lantai, subsistem leg shoes digunakan untuk menumpu beban dari fore leg dan rear leg dan menyeimbangkan kursi lipat. Tabel 1. Matriks Elemen-Fungsi Sistem No Fungsi Sistem Elemen Sistem Luar Sistem Back board Seat Main Seat Fore Leg Rear Leg Joint Pipe Leg Shoes Joint Metal Plastic Bracket Busa Triplek Lantai Pengguna (beban) 1. Melindungi busa dan triplek X X X X 2. Menahan beban sandaran punggung X X 3. Menutup busa X X 4. Melindungi main seat X X 5. Menahan beban berat badan X X 6. Menyangga beban X X X 7. Menyeimbangkan kursi lipat X X X X 8. Mendistribusikan gaya akibat beban pada fore leg dan rear leg X X X X 9. Menahan beban pijakan kaki X X 10. Menumpu beban X X 11. Melindungi fore leg dan rear leg dari air atau kotoran X X X 12. Menghubungkan fore leg dan rear leg X X X 13. Memudahkan putaran pada saat membuka/melipat kursi X X 14. Meneruskan beban pada fore leg dan rear leg X X X X 15. Mengkaitkan dengan kursi yang lain supaya tertata rapi X 16. Menumpu beban pada fore leg X X X 17. Melindungi rear leg dari tumpuan beban fore leg X X X X 18. Memberikan kenyamanan pada saat duduk X X 19. Merekatkan seat dan busa X X X Menentukan Rating Deteksi Penentuan rating deteksi dilakukan dengan melihat efektifitas metode deteksi dalam mendeteksi penyebab kegagalan yang potensial. Yang dimaksud metode deteksi adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi potensi kegagalan dan terjadinya kegagalan setelah kegagalan terjadi. Kemampuan metode dalam mendeteksi potensi kegagalan dan terjadinya kegagalan akan menentukan ratingnya. Semakin besar kemungkinan kemampuan deteksinya semakin kecil ratingnya. Pendeteksian dihilangkan dari perhitungan RPN, karena nilai Detection akan ditetapkan dengan nilai 1 untuk semua kegagalan. Dengan asumsi bahwa “kemungkinan pendeteksian” telah diinterpretasikan ke dalam “ kemungkinan kejadian” [Kmenta Steven, 2000]. Menghitung Nilai RPN RPN diperoleh dengan mengalikan rating keparahan dengan rating kejadian dan rating deteksi yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil perkalian dari potensi kegagalan, rating keparahan, rating kejadian dan rating deteksi dari masing-masing nama dan fungsi komponen, disajikan pada lampiran Menghitung Nilai RPN Perkiraan biaya perbaikan dilakukan dengan mengidentifikasi besarnya biaya perbaikan jika terjadi suatu moda kegagalan. Identifikasi biaya tersebut melalui survey secara langsung pada pihak distributor Chitose Jawa Tengah dan bengkel yang dapat memperbaiki kerusakan kursi lipat. Rincian biaya perbaikan dapat dilihat pada lampiran. ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisa Perhitungan Gaya Untuk perhitungan statika difokuskan pada komponen engsel/joint metal. Karena secara fungsional komponen ini merupakan komponen yang sangat penting untuk proses kinerja kursi lipat. Berdasarkan hasil perhitungan statika, maka gaya yang terjadi pada engsel sebesar 21,563 N. Gaya yang terjadi cenderung lebih kecil jika dibandingkan pada komponen lainnya. Struktur kursi lipat didesain sedemikian rupa sehingga sebagai komponen vital, engsel mempunyai gaya yang kecil. Oleh karena fungsinya yang penting maka faktor keamanan harus dipertimbangkan pada komponen joint metal. Semakin besar faktor keamanan, maka gaya pada joint metal semakin kecil dan kursi dapat menahan beban yang lebih besar. Contoh perhitungan dengan menggunakan pendekatan faktor keamanan sebesar dan kekuatan luluh AISI 1020 : Kekuatan yang dibutuhkan = 102,5 MPa Berdasarkan hasil perhitungan maka kekuatan yang dibutuhkan pada engsel sebesar 102,5 Mpa. Namun tegangan yang terjadi pada engsel hanya sebesar 1,497 MPa, sehingga material pada engsel dapat dikatakan layak untuk digunakan karena tegangan pada engsel jauh lebih kecil daripada kekuatan yang dibutuhkan. Jika sudut pemasangan engsel diperbesar maka gaya yang terjadi pada engsel lebih kecil daripada gaya semula. Sedangkan sebaliknya jika diperkecil maka gaya yang terjadi pada engsel lebih besar daripada gaya semula. Namun konsekuensinya jika sudut pemasangan engsel diperbesar akan memerlukan luas permukaan yang lebih besar pula, tetapi gaya yang akan dihasilkan menjadi lebih kecil. Berikut ini contoh perhitungan dengan sudut kemiringan engsel 160 : FB + FD sin 75 – FI sin 16 + FC cos 15 = 0 168,648 +(- 450,819 sin 75) – 0,275 FI + 0,96 FC = 0 – 0,275 FI + 0,96 FC = 266,809 – 0,275 (- 0,270 FC + 121,415) + 0,96 FC = 266,809 1,034 FC = 300,198 FC = 290,326 N FD cos 75 + FI cos 16 + FC sin 15 = 0 - 450,819 cos 75 + 0,961 FI + 0,26 FC = 0 0,961 FI + 0,26 FC = 116,680 FI = - 0,270 FC + 121,415 FI = - 0,270 (290,326) + 121,415 FI = 43,026 N Untuk tiap sisi maka : = = 21,513 N = = 145,163 N Analisa RPN RPN merupakan nilai yang menunjukkan prioritas resiko harus ditangani supaya tidak terjadi kegagalan yang lebih lanjut. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai RPN terbesar yaitu 56 terjadi pada joint pipe. Dimana las-lasan pada joint pipe tidak kuat untuk menahan beban sehingga dapat menyebabkan joint pipe patah. Nilai RPN 56 diperoleh dari perkalian rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Dimana rating keparahan pada joint pipe sebesar 7 menunjukkan bahwa joint pipe patah dapat menyebabkan kinerja kursi lipat mengalami penurunan dan subsistem tidak dapat berfungsi, walaupun kursi lipat masih dapat digunakan tetapi berpotensi membahayakan pengguna. Nilai rating kejadian 8 menunjukkan kemungkinan tinggi untuk terjadinya joint pipe patah berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil penyebaran kuesioner. Nilai RPN terbesar kedua 50 yang terjadi pada joint metal dengan moda kegagalan patah dikarenakan tidak mampu menahan beban yang berlebihan. Nilai RPN 50 diperoleh dari perkalian rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Dimana rating keparahan pada joint metal sebesar 10 menunjukkan bahwa joint metal patah dapat mengakibatkan efek yang tiba-tiba dan berbahaya bagi pengguna sehingga kursi lipat menjadi tidak dapat digunakan. Nilai rating kejadian 5 menunjukkan kemungkinan sedikit untuk terjadinya joint metal patah berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil penyebaran kuesioner. Kemudian besarnya nilai RPN ketiga yaitu 42 yang terjadi pada komponen tambahan sekrup, dimana moda kegagalannya berupa sekrup lepas sehingga kursi lipat tidak dapat dipakai dengan nyaman. Potensi penyebabnya karena frekuensi pemakaian kursi lipat yang tinggi dan akibat triplek busuk karena terkena air. Nilai RPN 42 diperoleh dari perkalian rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Dimana rating keparahan pada sekrup sebesar 6 menunjukkan bahwa kinerja kursi lipat mengalami penurunan tetapi bisa beroperasi dan aman. Nilai rating kejadian 7 menunjukkan kemungkinan agak tinggi untuk terjadinya sekrup lepas berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil penyebaran kuesioner. Untuk nilai RPN keempat sebesar 40 yang terjadi pada komponen tambahan pin penghubung dan sekrup. Pada pin penghubung moda kegagalan yang terjadi berupa pin penghubung patah. Potensi penyebabnya karena tidak mampu menahan beban dalam kuantitas yang besar dan frekuensi pemakaian yang tinggi. Sedangkan moda kegagalan berikutnya yaitu komponen tambahan sekrup yang longgar sehingga sandaran atau dudukan kursi tidak dapat digunakan dengan nyaman. Potensi penyebabnya karena frekuensi pemakaian kursi lipat yang tinggi. Pada nilai RPN selanjutnya potensi penyebab terjadinya kegagalan hampir sama seperti yang telah dijelaskan. Namun sebagai pengecualian nilai RPN 30, 18, dan 14. Nilai RPN 30 pada triplek, yaitu dengan moda kegagalan triplek busuk yang disebabkan oleh terkena air dengan frekuensi tinggi sehingga harus mengganti dengan triplek yang baru. Sedangkan nilai RPN 18 pada seat (cover) dengan moda kegagalan sobek dapat disebabkan oleh penyimpanan yang kurang baik sehingga terkena benda tajam dan penggunaan kursi lipat yang tidak sesuai dengan fungsinya untuk menahan beban manusia. Untuk nilai RPN 14 terjadi pada back board, main seat, fore leg, rear leg, joint pipe, dan joint metal. Dimana moda kegagalannya berupa terjadinya karat pada rangka yang terbuat dari besi dan dilapisi dengan krom. Hal ini dapat terjadi karena perawatan yang kurang baik padahal penggunaan kursi lipat dapat digunakan pada ruangan tertutup dan terbuka, sehingga memungkinkan terkena air hujan. Dengan demikian prioritas utama yang harus diperhatikan adalah moda kegagalan dengan nilai RPN yang besar dan mempunyai efek keparahan yang tinggi bagi pengguna. Moda kegagalan tersebut antara lain las-lasan pada joint pipe yang patah, joint metal patah, sekrup lepas, pin penghubung patah, dan sekrup longgar. Analisa Perbandingan Perhitungan Gaya dan RPN Berdasarkan hasil perhitungan gaya secara matematis dapat diketahui bahwa komponen kursi lipat yang menerima gaya paling besar akibat pembebanan adalah komponen pin penghubung dan main seat. Perhitungan matematis tersebut merupakan penggunaan kursi lipat secara ideal dengan memberikan beban sebesar 55 kg sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) yang telah ditetapkan. Sedangkan berdasarkan fakta atau kenyataannya dengan penilaian RPN, komponen yang paling diprioritaskan untuk segera ditangani supaya tidak terjadi kegagalan lebih lanjut adalah komponen joint pipe yang patah. Perbedaan ini dapat disebabkan karena proses pengoperasian kursi lipat yang tidak sesuai dengan fungsi sehingga terdapat penyimpangan dalam pengoperasian kursi lipat yang dapat menyebabkan terjadinya moda kegagalan. Analisa Perkiraan Biaya Perbaikan Berdasarkan hasil perhitungan biaya perbaikan, maka dapat diketahui bahwa moda kegagalan yang mempunyai biaya perbaikan paling tinggi yaitu moda kegagalan triplek busuk dengan biaya perbaikan sebesar Rp. 21.450. Pengeluaran biaya perbaikan yang tinggi disebabkan karena moda kegagalan triplek busuk memerlukan perbaikan secara keseluruhan, mulai dari triplek, busa, cover, dan sekrup. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan triplek busuk cenderung paling tinggi diantara moda kegagalan lainnya. Biaya perbaikan paling rendah adalah moda kegagalan leg shoes dan plastic bracket yang lepas dan retak yaitu sebesar Rp. 1100. Biaya yang dikeluarkan hanya biaya untuk pembelian leg shoes dan plastic bracket saja. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan karena tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih untuk memasang leg shoes dan plastic bracket. Rekomendasi Berdasarkan hasil perhitungan nilai RPN dan perkiraan biaya perbaikan yang akan dikeluarkan, maka rekomendasi yang dapat dilakukan mengenai potensi moda kegagalan adalah : 1. Moda kegagalan las-lasan joint pipe patah dengan nilai RPN 56 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 10.000. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Bagian sambungan las-lasan diperkuat dengan menggunakan kualitas las yang kuat dan menambah jumlah titik pengelasan pada teknik pengelasan. b. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat. c. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. 2. Moda kegagalan joint metal patah dengan nilai RPN 50 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 8025. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat daripada material yang digunakan untuk rangka kursi lipat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa fungsi joint metal sangat vital, karena tanpa adanya komponen ini maka kursi lipat tidak dapat digunakan. b. Menggunakan material yang lebih tebal. c. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan (kurang dari 110 kg sesuai dengan faktor kemanan yang dikenakan pada kursi lipat). d. Memasang joint metal dengan sudut pemasangan yang lebih besar dari semula. 3. Moda kegagalan sekrup lepas dengan nilai RPN 42 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 5275. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Memperbaiki teknik pemasangan sekrup supaya lebih kencang. b. Proses pengoperasian kursi lipat harus diperhatikan supaya kursi tidak terkena air yang dapat mengakibatkan triplek busuk dan sekrup lepas. 4. Moda kegagalan pin penghubung patah dengan nilai RPN 40 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 5275. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Menggunakan jenis material pin penghubung yang lebih kuat daripada material yang digunakan untuk rangka kursi lipat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pin penghubung menumpu gaya yang terjadi pada engsel/joint metal. b. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. c. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan. 5. Moda kegagalan sekrup longgar dengan nilai RPN 40 dan biaya perbaikan yang sama sebesar Rp. 5000. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Memperbaiki teknik pemasangan sekrup supaya lebih kencang. 6. Moda kegagalan leg shoes dan plastic bracket lepas dengan nilai RPN 36 dan biaya perbaikan tiap komponen sebesar Rp. 1100. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Memperbaiki ternik pemasangan leg shoes dan plastic bracket lepas supaya tidak mudah lepas. 7. Moda kegagalan triplek busuk dengan nilai RPN 30 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 26.450. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti triplek dengan jenis material yang tahan air seperti fiber/plastik. b. Pengoperasian dan penyimpanan kursi lipat harus diperhatikan supaya tidak mudah terkena air yang dapat mudah diserap oleh triplek sehingga cepat busuk. 8. Moda kegagalan pin penghubung melengkung dengan nilai RPN 27 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 5275. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Menggunakan jenis material pin penghubung yang lebih kuat daripada material yang digunakan untuk rangka kursi lipat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pin penghubung menumpu gaya yang terjadi pada engsel/joint metal. b. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. c. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan (kurang dari 110 kg sesuai dengan faktor kemanan yang dikenakan pada kursi lipat). 9. Moda kegagalan leg shoes dan plastic bracket retak dengan nilai RPN 25 dan biaya perbaikan tiap komponen sebesar Rp. 1100. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat karena melihat dari sisi fungsi yang digunakan sebagai bantalan rangka kursi lipat yang menahan beban. b. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. c. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan (kurang dari 110 kg sesuai dengan faktor kemanan yang dikenakan pada kursi lipat). 10. Moda kegagalan seat sobek dengan nilai RPN 18 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 18.500. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti jenis material seat dengan material yang lebih kuat dan tidak gampang sobek b. Menggunakan material seat yang lebih tebal. c. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. d. Penyimpanan kursi lipat diperhatikan untuk menghindari terkena benda tajam. e. Himbauan kepada pengguna untuk memakai kursi lipat dengan baik dan benar tanpa merusak oleh perlakuan iseng pengguna. 11. Moda kegagalan joint metal aus dengan nilai RPN 16 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 8025. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Melapisi rangka dan joint metal dengan lapisan krom yang lebih tebal supaya tidak mudah berkarat. b. Mengganti jenis material rangka dan joint metal dengan material yang lebih kuat. c. Penyimpanan kursi lipat diperhatikan supaya setalah pemakaian kursi lipat hendaknya segera dilipat rapi untuk menghindari terjadinya karat yang tebal pada joint metal sehingga tidak dapat dilipat kembali. 12. Moda kegagalan busa tipis atau keras dengan nilai RPN 15 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 10.600. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Hendaknya mengganti busa jika busa sudah terasa tipis atau keras karena seringnya frekuensi pemakaian. 13. Moda kegagalan berkarat dengan nilai RPN 14 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 10.000. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Melapisi material rangka dengan lapisan krom yang lebih tebal. b. Mengganti jenis material rangka yang lebih tahan terhadap terjadinya karat. c. Melakukan perawatan jika kursi lipat terkena air dengan mengelap dengan sedikit oli/solar. d. Pengoperasian dan penyimpanan kursi lipat harus diperhatikan supaya tidak mudah terkena air sehingga cepat terjadi karat. 14. Moda kegagalan rear leg dan fore leg melengkung dengan nilai RPN 12 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 5000. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa fungsi fore leg dan rear leg sebagai rangka yang menopang beban. b. Menggunakan material yang lebih tebal. c. Pengoperasian kursi lipat yang disesuaikan dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. d. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan (kurang dari 110 kg sesuai dengan faktor kemanan yang dikenakan pada kursi lipat). 15. Moda kegagalan rear leg dan fore leg penyok dengan nilai RPN 4 dan biaya perbaikan sebesar Rp. 5000. Untuk mengurangi terjadinya moda kegagalan ini, maka rekomendasi yang dapat dilakukan yaitu : a. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa fungsi fore leg dan rear leg sebagai rangka yang menopang beban. b. Pengoperasian dan penyimpanan kursi lipat harus diperhatikan supaya tidak mudah penyok. Analisa CATIA V5 Langkah-langkah yang dilakukan menggunakan program CATIA V5 : 1. Menggambar benda kerja langsung di program CATIA V5. 2. Memilih jenis material yang digunakan. 3. Membuat meshing pada benda kerja. 4. Memberi beban dan constrain atau penahan. Beban dikenakan pada permukaan main seat sebesar 550 N arah Z positif. Constrain atau penahan dikenakan pada kaki-kaki kursi lipat yang menyentuh lantai. 5. Menganalisa Hasil analisa CATIA pada kursi lipat ditunjukkan dalam bentuk gambar dan gaya-gaya yang bekerja pada titik kritis. Hasil analisa gambar menampilkan animasi gerakan dan kontur warna. Kontur berbagai warna menunjukkan besarnya tingkat gaya-gaya yang bekerja pada setiap titik. Penyebaran warna memperlihatkan distribusi gaya dan pemusatan lokasinya. Kontur warna yang semakin merah menunjukkan bahwa gaya yang bekerja semakin besar sehingga cenderung memiliki peluang untuk terjadi kegagalan. Dengan menggunakan program CATIA V5 maka perhitungan gaya-gaya pada kursi lipat dapat dihitung lebih mudah dan dapat dilihat secara mendetail. Berikut ini adalah output dari program CATIA : Gambar 7. Output CATIA Gambar 8. Titik kritis pada output CATIA Gambar 9. Tegangan pada pin dan engsel Gambar 10. Tegangan pada batang rangka dan pin Pemeriksaan gaya yang bekerja pada satu titik berdasarkan warna yang ditunjukkan kontur warna. Titik kritis dapat diketahui dengan warna hijau kekuningan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan besarnya gaya yang bekerja pada titik tersebut. Berdasarkan output CATIA di atas, maka dapat diketahui bahwa komponen kursi lipat yang cenderung mempunyai gaya yang besar dan berpotensi untuk terjadinya kegagalan adalah komponen pin penghubung dan main seat. Dimana besarnya tegangan pada pin penghubung dan main seat adalah sebesar 5,77 106 – 2,07 107 N/m2. Besarnya tegangan yang terjadi pada pin penghubung dan engsel berdasarkan output CATIA adalah 7,06 105 - 1,38 106 N/m2. Sedangkan pada hasil perhitungan secara matematis tegangan pada pin penghubung diperoleh sebesar 1,497 106 N/m2. Dari hasil analisa statis dengan program bantu CATIA V5, maka didapatkan tegangan yang terjadi pada setiap komponen kursi lipat. Tegangan yang didapat dari hasil analisa statis pada program CATIA V5 merupakan tegangan yang didapatkan dari pembebanan statis pada kursi lipat. Sehingga dari hasil analisa didapatkan tegangan pada setiap komponen kursi lipat. Pada perhitungan matematis hasilnya lebih besar daripada perhitungan menggunakan program CATIA. Penyimpangan yang nilai tegangan yang didapatkan pada hasil perhitungan matematis dengan hasil analisa tegangan dengan program CATIA V5 adalah dikarenakan pada perhitungan matematis, pusat massa yang dikenakan pada kursi lipat berada tepat di pusat main seat, sedangkan pada output CATIA, massa yang dikenakan pada kusi lipat tersebar merata di permukaan main seat. Secara perhitungan dan teoritis yang sesuai dengan output program CATIA, maka komponen yang berpotensi besar untuk gagal adalah pin penghubung dan main seat. Sedangkan pada kenyataannya, komponen yang sering gagal dan mengakibatkan biaya kegagalan adalah las-lasan joint pipe yang patah. Hal ini akan memberikan pertimbangan tersendiri bahwa faktor peluang terjadinya kegagalan harus diperhatikan untuk setiap komponen kursi lipat, sehingga terjadinya kegagalan dapat diminimalkan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil perhitungan maka kekuatan yang dibutuhkan pada engsel sebesar 102,5 Mpa. Namun tegangan yang terjadi pada engsel hanya sebesar 1,497 MPa, sehingga material pada engsel dapat dikatakan layak untuk digunakan karena tegangan pada engsel jauh lebih kecil daripada kekuatan yang dibutuhkan. Potensi moda kegagalan yang dapat membahayakan pengguna dengan keparahan tinggi adalah pin penghubung patah, joint metal patah, pin penghubung melengkung, joint metal melengkung, joint metal aus, las-lasan joint pipe patah. Prioritas utama yang harus diperhatikan berdasarkan hasil perhitungan RPN adalah moda kegagalan las-lasan pada joint pipe yang patah dengan RPN sebesar 56, joint metal patah dengan RPN sebesar 50, sekrup lepas dengan RPN sebesar 42, pin penghubung patah dan sekrup longgar dengan RPN sebesar 40. Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan biaya dapat diketahui bahwa perkiraan biaya kegagalan yang paling tinggi sebesar Rp. 21.450 yaitu dengan moda kegagalan las-lasan joint pipe patah dan nilai RPNnya sebesar 56. Sedangkan biaya kegagalan yang terkecil sebesar Rp. 1100. yaitu dengan moda kegagalan leg shoes dan plastic bracket yang lepas dan retak. Rekomendasi yang dapat dilakukan mengenai potensi moda kegagalan adalah : a. Mengganti jenis material dengan material yang lebih kuat, geometri lebih tebal, dan tahan terhadap terjadinya karat. b. Bagian sambungan las-lasan diperkuat dengan menggunakan kualitas las yang kuat dan teknik pengelasan yang baik. c. Memperbaiki teknik pemasangan sekrup, leg shoes, dan plastic bracket supaya lebih kencang. d. Mengganti jenis material seat dengan material yang lebih kuat, tebal, dan tidak gampang sobek. e. Melapisi material rangka dengan lapisan krom yang lebih tebal. f. Melakukan perawatan jika kursi lipat terkena air dengan mengelap dengan sedikit oli/solar. g. Mengganti triplek dengan jenis material yang tahan air seperti fiber/plastik. h. Memasang joint metal dengan sudut pemasangan yang lebih besar dari semula. i. Beban yang dikenakan pada kursi lipat tidak berlebihan (kurang dari 110 kg sesuai dengan faktor kemanan yang dikenakan pada kursi lipat). j. Proses pengoperasian kursi lipat diperhatikan supaya sesuai dengan fungsi kursi lipat sebagai tempat duduk. Penggambaran geometri sebaiknya langsung pada program yang digunakan untuk menghindari terjadinya error atau kesalahan pada saat import file. Agar dapat menyempurnakan hasil analisa FMEA perlu dilengkapi dengan pendekatan metode FMEA yang terbaru. Proses pengoperasian kursi lipat sebaiknya sesuai dengan fungsinya sebagai tempat duduk, supaya tidak terjadi penyimpangan pengoperasian yang dapat menyebabkan terjadinya moda kegagalan. Jika terdapat penelitian yang serupa, maka angka probabilitas kejadian dapat diperoleh dari angka probabilitas kegagalan atau kerusakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Callister, William., (1997), Materials Science and Engineering An Introduction, John Wiley and Sons Inc., Canada.. 2. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), (2006), Packet, www.fmea.com akses tanggal 20 Maret . 3. Ford Motor Company, (1992), Potensial Failure Mode and Effect Analysis : System Design Process. 4. Govil A. K., (1983), Reliability Engineering, Tata Mc – Graw Hill Publising Company Limited, New Delhi. 5. Harris, Tony., (2006), CATIA V5 R16. 6. Harsokusoemo, H. D., (2000), Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Bandung. 7. Jensen, Alfred. dan Chenoweth, Harry.,(1991), Kekuatan Bahan Terapan, Erlangga, Jakarta. 8. J. Rhee, Sheung dan Ishii, Kosuke, (2002), Life Cost-Based FMEA Incorporating Data Uncertaintly. Proceedings of DETC2002, ASME Design Engineering Technical Conference. Montreal, Canada., pp. 1. 9. Kmenta, Steven, (1999), Advanced Failure Modes and Effects Analysis of Complex Processes, Proceedings of DETC99, ASME Design Engineering Technical Conference. Las Vegas, Nevada. , pp. 1. 10. Kmenta, Steven. dan Ishii, Kosuke. (2000). Scenario-Based FMEA : A Life Cycle Cost Perspective. Proceedings of DETC2000, ASME Design Engineering Technical Conference. Baltimore, Maryland. 11. Meriam, J.L. dan Kraige, L.G., (1994), Mekanika Teknik Statika, Erlangga, Jakarta. 12. Military Standard, (1980), Procedures for Performing a Failure Mode, Effects and Criltilcallity Analysis, MIL-STD 1629A, USA. 13. Mohr R. R., (2002), Failure Modes and Effect Analysis 8th edition, Jacobs Sverdrup. 14. NASA Lewis Research Center, Tools of Reliability Analysis – Introduction and FMEAs. 15. Product Lifecycle Management, Introductions to CATIA. www. Ibm.com/solutions/plm. 16. Reliability Edge Home, (2002), Failure Modes, Effects and Criticality Analysis, Volume 3 Issue 2, www.weibull.com akses tanggal 20 Maret. 17. Risk-Based Decision-Making Guidelines Volume 3. (2002). Procedures for Assessing Risks., www.fmeainfocentre.com akses tanggal 24 Maret. 18. Simatupang, Togar., (1995), Pemodelan Sistem, Nindita, Klaten. 19. Stamatis, D. H., (1995), FMEA from Theory to Execution, ASQC, Wisconsin. 20. Timoshenko, Stephen. dan Gere, James., (1996), Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta. 21. Umar, Husein., (2002), Metode Riset Bisnis Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. 22. Villacourt, Mario, (1992), Failure Modes and Effect Analysis : A Guide for Continuous Improvement for the Semiconductor Equipment Industry, International SEMATECH, Inc., www.fmea.com akses tanggal 20 Maret. 23. Yudhotomo, Hari., (2003), Analisa Moda dan Efek Kegagalan Assembly Rachet Produk Folding Bed (Studi Kasus di PT. Mega Andalan Kalasan Yogyakarta), Teknik Industri UNDIP, Semarang. LAMPIRAN Gambar. 1 Prosedur FMEA Tabel 2 Perhitungan RPN No Nama dan Fungsi Komponen POTENSI MODA KEGAGALAN RATING KEPARA HAN RATING KEJA DIAN RATING DETEKSI RPN 1. Back board Melindungi busa dan triplek Menahan beban sandaran punggung Berkarat 2 7 1 14 2. Seat Menutup busa Melindungi main seat Sobek 2 9 1 18 3. Main seat Melindungi busa dan triplek Menahan beban berat badan Berkarat 2 7 1 14 4. Fore leg Menyangga beban Menyeimbangkan kursi lipat Berkarat 2 7 1 14 Melengkung 6 2 1 12 Penyok 2 2 1 4 5. Rear leg Menyangga beban Menyeimbangkan kursi lipat Berkarat 2 7 1 14 Melengkung 6 2 1 12 Penyok 2 2 1 4 6. Joint pipe Mendistribusikan gaya akibat beban pada fore leg dan rear leg Menahan beban pijakan kaki Berkarat 2 7 1 14 Las-lasan patah 7 8 1 56 Melengkung 6 2 1 12 7. Leg shoes Menumpu beban Melindungi fore leg dan rear leg dari air atau kotoran Menyeimbangkan kursi lipat Lepas 6 6 1 36 Retak 5 5 1 25 8. Joint metal Menghubungkan fore leg dan rear leg Memudahkan putaran pada saat membuka/melipat kursi Meneruskan beban pada fore leg dan rear leg Mengkaitkan dengan kursi yang lain supaya tertata rapi Berkarat 2 7 1 14 Melengkung 8 3 1 24 Aus 8 2 1 16 Patah 10 5 1 50 9. Plastic bracket Menumpu beban pada fore leg Melindungi rear leg dari tumpuan beban fore leg Lepas 6 6 1 36 Retak 5 5 1 25 10. Busa Memberikan kenyamanan pada saat duduk Busa tipis/keras 3 5 1 15 11. Triplek Merekatkan seat dan busa Triplek busuk terkena air 5 6 1 30 12. Pin penghubung Menghubungkan engsel dan rangka Patah 10 4 1 40 Melengkung 9 3 1 27 13. Sekrup Menghubungkan rangka dan backboard/main seat Longgar 5 8 1 40 Lepas 6 7 1 42 Tabel 3 Biaya Perbaikan Kursi Lipat No Nama dan Fungsi Komponen POTENSI MODA KEGAGALAN BIAYA KEGAGALAN 1. Back board Melindungi busa dan triplek Menahan beban sandaran punggung Berkarat Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) 2. Seat Menutup busa Melindungi main seat Sobek Rp. 13.500 Rp. 5000 (biaya tenaga) 3. Main seat Melindungi busa dan triplek Menahan beban berat badan Berkarat Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) 4. Fore leg Menyangga beban Menyeimbangkan kursi lipat Berkarat Melengkung Penyok Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 5000 Rp. 5000 5. Rear leg Menyangga beban Menyeimbangkan kursi lipat Berkarat Melengkung Penyok Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 5000 Rp. 5000 6. Joint pipe Mendistribusikan gaya akibat beban pada fore leg dan rear leg Menahan beban pijakan kaki Berkarat Las-lasan patah Melengkung Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 10.000 Rp. 5000 7. Leg shoes Menumpu beban Melindungi fore leg dan rear leg dari air atau kotoran Menyeimbangkan kursi lipat Lepas Retak Rp. 1100 Rp. 1100 8. Joint metal Menghubungkan fore leg dan rear leg Memudahkan putaran pada saat membuka/melipat kursi Meneruskan beban pada fore leg dan rear leg Mengkaitkan dengan kursi yang lain supaya tertata rapi Berkarat Melengkung Aus Patah Rp. 5000 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 5000 Rp. 3025 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 3025 Rp. 5000 (biaya tenaga) 9. Plastic bracket Menumpu beban pada fore leg Melindungi rear leg dari tumpuan beban fore leg Lepas Retak Rp. 1100 Rp. 1100 10. Busa Memberikan kenyamanan pada saat duduk Busa tipis/keras Rp. 5600 Rp. 5000 (biaya tenaga) 11. Triplek Merekatkan seat dan busa Triplek busuk terkena air Rp. 21.450 Rp. 5000 (biaya tenaga) 12. Pin penghubung Menghubungkan engsel dan rangka Patah Melengkung Rp. 275 Rp. 5000 (biaya tenaga) Rp. 275 Rp. 5000 (biaya tenaga) 13. Sekrup Menghubungkan rangka dan backboard/main seat Longgar Lepas Rp. 5000 Rp. 275 Rp. 5000 (biaya tenaga) Sumber : Hasil Pengolahan Data

Item Type:Article
Subjects:T Technology > T Technology (General)
T Technology > TS Manufactures
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
ID Code:9464
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:28 Apr 2010 10:07
Last Modified:11 May 2010 13:48

Repository Staff Only: item control page