Arjhunto, Nala (2009) KEBIJAKAN KEJAKSAAN DALAM PROSES PENUNTUTAN PIDANA MATI DI INDONESIA. Undergraduate thesis, Perpustakaan F.Hukun Undip.
Microsoft Word 25Kb |
Official URL: http://fh.undip.ac.id/perpus
Abstract
Disparitas pemidanaan seperti yang terjadi pada kasus pembunuhan terhadap Hakim Agung Syafrudin Kartasasmita yang melibatkan Tommy Soeharto dimana pada kasus tersebut sebagai “orang yang menganjurkan” Tommy hanya dituntut 15 tahun penjara, sedangkan pada kasus lainnya yaitu pembunuhan Dirut Asaba yang melibatkan Gunawan Santoso, sebagai “orang yang menganjurkan” ia dituntut pidana mati, menjadi permasalahan yang menarik untuk dikaji khususnya terhadap bagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, yang ternyata pada kenyataannya menghasilkan putusan pidana yang berbeda tersebut, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Kebijakan Kejaksaan Dalam Proses Penuntutan Pidana Mati Di Indonesia “. Penelitian ini dibuat dengan perumusan masalah , Pertimbangan apa sajakah yang digunakan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana, Kendalakendala apa saja yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana, dan Bagaimana seharusnya kebijakan penuntutan dalam melakukan tuntutan pidana mati di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis, menggunakan sumber data sekunder, sedangkan metode pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, penelitian di lapangan dilakukan di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta penelitian dokumenter berupa penelitian terhadap dokumen yang berkaitan dengan tuntutan pidana mati di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, data yang didapat disajikan dengan metode deskriptif dalam bentuk uraian kemudian data dianalisa menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan khususnya tuntutan pidana mati berdasarkan pada 2 (dua) pertimbangan yaitu pertimbangan yuridis berupa ketentuan Pasal 1 angka 6 KUHAP dan Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor SE.001/J.A/4/1995 tanggal 27 April 1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana, sedangkan pertimbangan non yuridis lebih disebabkan pada birokrasi struktural, secara khusus terhadap tuntutan pidana mati faktor yuridis yang dijadikan pertimbangan adalah : Delik atau tindak pidana yang dilakukan memang diancam dengan pidana mati, memperhatikan bobot perbuatan yang dilakukan Terdakwa, akibat yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan serta tidak adanya alasan yang dapat meringankan. Adapun kendala yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana mati secara umum bersumber adanya konsep hukum yang bertentangan dengan konsep pidana mati seperti Hak Asasi Manusia, kendala lainnya adalah adanya kepentingan politik maupun intervensi dari pihak berpengaruh, sedangkan secara tekhnis seperti kesulitan dalam menghadirkan alat bukti di persidangan dan Terdakwanya merupakan orang berpengaruh. Kedepan kebijakan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan tuntutan pidana mati selain berpedoman pada Surat Edaran Kejagung nomor SE.001/J.A/4/1995 tanggal 27 April 1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana juga harus memperhatikan dinamika perkembangan situasi. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan adanya otoritas dan independensi Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang telah dimiliki oleh Hakim saat ini. Kata Kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Penuntutan, Pidana Mati. xi
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
ID Code: | 8771 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 20 Apr 2010 12:55 |
Last Modified: | 20 Apr 2010 12:55 |
Repository Staff Only: item control page