Rikardo, Ofis (2009) PERANAN PENYIDIK KPK DI DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Undergraduate thesis, Perpustakaan Fakultas Hukum UNDIP.
Microsoft Word - Published Version 25Kb |
Official URL: http://fh.undip.ac.id/perpus
Abstract
Selama ini korupsi sangat sulit diberantas, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyaknya terdakwa di putus bebas terhadap kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara. Penyelesaian kasus korupsi sebagai salah satu kejahatan extraordinary crime tidak dapat dilaksanakan dengan metode-metode dan lembaga-lembaga yang bersifat konvensional melainkan harus dengan metode baru dan lembaga baru. Korupsi yang mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia, membutuhkan sebuah penyelesaian serta penuntutan perkara korupsi di muka sidang pengadilan. Dan pada akhirnya salah satu tawaran yang diberikan adalah dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitis dan komparatif karena penelitian yang dilakukan penulis adalah berusaha menggambarkan peranan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dan membandingkannya dengan Penyidik Kejaksaan dan POLRI. Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif maka data yang ditampilkan oleh penulis, akan dianalisis secara kualitatif untuk menemukan kejelasan mengenai permasalahan yang akan dibahas, sehingga pada akhirnya dapat ditarik menjadi suatu kesimpulan. Oleh karena itu, penulis mengunakan metode analisis normatif-kualitatif. Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku terdapat tiga instansi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi dimasyarakat, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan serta Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sehingga di dalam penyidikan tindak pidana korupsi terjadi tumpang tindih kewenangan di antara ketiga lembaga tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki keistimewaan antara lain ialah dapat melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan, memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri, meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait, meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. Selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
ID Code: | 8414 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 12 Apr 2010 12:42 |
Last Modified: | 12 Apr 2010 12:42 |
Repository Staff Only: item control page