EVALUASI KINERJA OPERASIONAL BUS TRAYEK TERBOYO – MANGKANG BERDASARKAN BIAYA OPERASI KENDARAAN (STUDI KASUS : PERUM DAMRI UABK SEMARANG)

Sriyanto, ST,MT and Pulung Sari , Pentika (2008) EVALUASI KINERJA OPERASIONAL BUS TRAYEK TERBOYO – MANGKANG BERDASARKAN BIAYA OPERASI KENDARAAN (STUDI KASUS : PERUM DAMRI UABK SEMARANG). J@TI UNDIP, III (1). pp. 96-107. ISSN 1907 - 1434

[img]Microsoft Word - Published Version
1006Kb

Abstract

Perum DAMRI adalah institusi publik yang memberikan fasilitas transportasi. Selama enam tahun terakhir, penjadwalan bus dipegang oleh DAMRI, beberapa kali mengalami pergantian sistem, yaitu penggunaan sistem plafon (oleh observasi rit) dan sistem timetabled (oleh tiket). Penggantian sistem disebabkan meningkatnya biaya operasi jika menggunakan sistem sebelumnya. Tetapi pada waktu itu, DAMRI tidak melakukan evaluasi biaya operasi yang jelas. Evaluasi komponen sebagai bagian dari biaya operasi diperlukan. Selain itu juga diperlukan penelitian ekspektasi dari semua stakeholder untuk pilihan sistem. Hasil menunjukkan biaya operasi dari setiap bus-km yang diperlukan oleh Perum DAMRI lebih besar untuk penjadwalan sistem timetabled Rp 3.338,58 / bus-km dibandingkan dengan penjadwalan sistem plafon Rp 3.336,73 / bus-km untuk plafon. Perbedaan ini tergantung pada komponen biaya tidak langsung yaitu biaya petugas kru bus. Walaupun dalam kalkulasi biaya tidak ada perbedaan, tetapi secara operasional, hasil kuesioner merekomendasikan penggunaan sistem plafon yang dipilih oleh 64,29% kru bus, 53,33% staf DAMRI, dan 69% penumpang. Kata kunci : penjadwalan bus, biaya operasi, plafon, timetabled Abstract Perum DAMRI is the public institution which facilitate people transportation. During the last sixth year, bus scheduling embraced by DAMRI, several times experience of the system commutation, that is use of plafond system (by rit observation) and timetabled system (by ticket). The system replacement because of increasing operating expenses if remain to the previous system. But during the time, in DAMRI itself there are no clear evaluation of the operating expenses. Evaluation to component representing the part of operating expenses is needed. Others, also need research of expectation of all stakeholder for the system choice. The result shows that, operating expenses of per bus-km released by Perum DAMRI is bigger for timetabled system scheduling compared to plafond system scheduling, that is Rp 3.338,58 / bus-km for timetabled and Rp 3.336,73 / bus-km for plafond. This difference relied on component of indirect expenses that is officer expense besides bus crew. Although in expense calculation there no difference, but operationally, the result from questionair recommended to used the plafond system which choosed by 64,29% of bus crew, 53,33% of DAMRI staff, and 69% of passenger. Keyword : bus scheduling, operating expenses, plafond, timetabled PENDAHULUAN Perum DAMRI merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas memfasilitasi transportasi rakyat, yaitu menyediakan bus untuk transportasi perkotaan. Selama kurang lebih enam tahun terakhir, penjadwalan bus yang dianut Perum DAMRI beberapa kali mengalami pergantian sistem, yaitu penggunaan sistem Plafon (sistem pengawasan rit) dan sistem timetabled/sistem pengkarcisan. Sistem Plafon diberlakukan pada tahun 2001, 2002 dan 2006 sedangkan tahun 2003 hingga 2005 memakai sistem timetabled/sistem pengkarcisan (Perum DAMRI, 2006). Penjadwalan ini dipergunakan sebagai patokan dalam hal operasional DAMRI. Awak kendaraan yang merasa terbebani dalam hal operasional karena merasa diawasi saat sistem timetabled diberlakukan, dan mengakibatkan pendapatan yang disetorkan tidak sesuai dengan hasil realnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penggantian sistem penjadwalan (Perum DAMRI, 2006). Selain itu bus pesaing yang berkesempatan lebih leluasa karena jumlah bus DAMRI yang semakin menurun akibat umur operasional yang semakin tua membuat headway bus menjadi terlalu jauh juga merupakan faktor lain yang menyebabkan penggantian sistem penjadwalan (Perum DAMRI, 2006). Namun, faktor yang signifikan terhadap penggantian sistem penjadwalan ini disebabkan adanya kenaikan biaya operasional jika tetap memberlakukan sistem penjadwalan sebelumnya (Perum DAMRI, 2006). Kenaikan biaya operasional ini, diduga dikarenakan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang mempengaruhi kenaikan gaji pegawai dan harga bahan teknik. Saat ini, biaya BBM telah mencapai 50% dari pendapatan, dan biaya pegawai mencapai 47% dari pendapatan (Perum DAMRI, 2006). Hal ini membuat kemampuan pengelolaan keuangan menjadi sangat sulit. Bahkan sampai saat ini belum ada evaluasi biaya yang jelas terhadap kenaikan biaya operasional tersebut selama penggantian sistem penjadwalan. Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa belum ada evaluasi biaya yang jelas terhadap kenaikan biaya operasional baik pada saat sistem penjadwalan timetabled maupun plafon. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah : 1. Mengetahui harapan semua stakeholder yang terlibat terhadap sistem penjadwalan yang diberlakukan Perum DAMRI UABK Semarang. 2. Mengevaluasi komponen biaya dari sistem penjadwalan plafon maupun timetabled. 3. Memperkirakan besarnya biaya operasional baik untuk penjadwalan timetabled maupun plafon pada tahun berikutnya. Untuk menghindari penelitian yang terlalu luas dan untuk memberikan arah lebih baik serta memudahkan penyelesaian diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Obyek yang diteliti adalah trayek milik DAMRI jurusan Terboyo – Mangkang. 2. Penelitian jumlah penumpang hanya dilakukan pada hari efektif (Senin sampai dengan Jumat). Asumsi–asumsi yang digunakan adalah : 1. Setiap bus memiliki biaya operasional yang sama. 2. Kendaraan yang beroperasi dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi overhaul. TINJAUAN PUSTAKA Transportasi Transportasi adalah kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi terdapat unsur pergerakan (movement), dan secara fisik terjadi perpindahan tempat atas barang atau penumpang dengan atau tanpa alat angkut ke tempat lain. [Hadihardjaja, 1997:2]. Untuk mengetahui berapa jumlah permintaan akan jasa angkutan sebenarnya (actual demand) perlu dianalisis permintaan akan jasa–jasa transportasi sebagai berikut [Salim, 2002:15-17] : 1. Pertumbuhan penduduk 2. Pembangunan wilayah dan daerah 3. Perdagangan Ekspor dan Impor merupakan satu segi yang menentukan berapa jumlah 4. Industrialisasi 5. Transmigrasi dan penyebaran penduduk 6. Analisis dan proyeksi akan permintaan jasa transportasi Transportasi di Semarang Dalam konteks transportasi perkotaan, masyarakat perkotaan dapat dibedakan dalam dua kelompok [Widodo dan Wicaksono, 2005:1]: 1. Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk memilih apakah akan menggunakan kendaraan pribadi atau menggunakan angkutan umum dalam melakukan perjalanan (Choice Users). 2. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang karena alasan tertentu hanya tergantung kepada sarana angkutan umum untuk melakukan perjalanan (Captive Users). Performansi Sistem Transportasi Menurut Manheim [1979:171] dari Widodo dan Wicaksono [2005:2], kegiatan transportasi melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Masing-masing pihak mempunyai pandangan tersendiri mengenai performansi transportasi kota. Dalam konteks ini, performansi sistem transportasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang (perspektif), yaitu : a. Dari sudut pandang pengguna jasa (users) Atribut tingkat pelayanan yang biasanya menjadi indikator penilaian adalah total waktu perjalanan, total waktu menunggu, total ongkos, probabilitas kerusakan atau kehilangan barang dan jarak berjalan kaki untuk menjangkau kendaraan disamping aspek kenyamanan dalam kendaraan b. Dari sudut pandang penyedia jasa (operator) Pada umumnya operator memandang performansi berdasarkan dimensi finansial dari sub sistem yang mereka tangani, yaitu performansi dari sarana, tenaga kerja dan fasilitas operasi yang digunakan. c. Dari sudut pandang pihak lain (selain operator dan users) Mereka ini adalah kelompok orang yang tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan transportasi tetapi turut merasakan dampak dari kegiatan transportasi, seperti dampak pencemaran lingkungan, dampak sosial dan dampak ekonomi yang timbul akibat adanya konsumsi berbagai sumber daya untuk kegiatan transportasi. Sistem Penjadwalan Timetabled Sistem penjadwalan timetabled atau awak kendaraan menyebutnya sebagai sistem timbangan merupakan sistem penugasan kendaraan berdasarkan dengan timetabled atau jadwal yang telah ditetapkan. Di mana waktu keberangkatan dan kepulangan telah ditetapkan terlebih dahulu. Sistem penjadwalan timetabled dapat dikatakan sebagai sistem pengkarcisan karena adanya pembagian karcis sebagai bukti pembayaran. Sistem ini dapat dijalankan jika asumsi tidak macet sepanjang perjalanan, tidak adanya armada dalam kendaraan overhaul serta crew mematuhi jadwal yang telah ditetapkan. Pendapatan perusahaan yang didapatkan langsung diambil oleh petugas lapangan dimana dalam hal ini adalah petugas PA (Pengawas Angkutan) (Perum DAMRI, 2006). Sistem Penjadwalan Plafon Sistem penjadwalan Plafon atau pengawasan rit merupakan sistem penjadwalan dimana dalam satu hari armada yang beroperasi harus mencapai target operasi yang telah ditentukan. Biasanya di titik-titik tertentu terdapat seorang crew yang bertugas mengawasi jalannnya rit dari kendaraan yang beroperasi. Sistem penjadwalan ini diberlakukan mulai awal tahun 2006. Kepala Bagian Operasional DAMRI mengatakan sistem penjadwalan ini lebih baik dibandingkan dengan sistem penjadwalan terdahulu, yaitu timetabled. Hal ini dikarenakan sistem penjadwalan timetabled lebih banyak memperkerjakan crew sebagai pengawas (PA) lapangan untuk mencatat jumlah penumpang yang telah terangkut. Dalam hal tanggung jawab pendapatan perusahaan langsung dibebankan kepada awak kendaraan (Perum DAMRI, 2006). Biaya Berdasarkan pengelompokkan biaya itu, struktur perhitungan biaya jasa angkutan adalah sebagai berikut : a. Biaya langsung Yaitu kelompok biaya yang secara langsung dapat dihitung per km kendaraan, tetapi ada sebagian biaya lagi yang dihitung per km kendaraan setelah dihitung biaya per tahun. Pedoman perhitungan komponen-komponen biaya langsung adalah sebagai berikut : 1. Biaya penyusutan kendaran produktif 2. Biaya bunga modal kendaraan produktif 3. Awak bus 4. Bahan bakar minyak 5. Ban 6. Servis kecil 7. Servis besar 8. Pemeriksaan 9. Penambahan oli 10. Suku cadang dan bodi 11. Cuci bus 12. Retribusi terminal 13. STNK/Pajak kendaraan 14. Kir 15. Asuransi b. Biaya tidak langsung Yaitu kelompok biaya yang secara tidak langsung mempengaruhi produksi jasa angkutan umum. Komponen biaya tidak langsung dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Biaya pegawai selain awak kendaraan 2. Biaya pengelolaan Instrumen Penelitian Kuesioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu. Kuesioner dikatakan berhasil menjalankan fungsi ukurnya apabila dapat menunjukkan hasil ukurnya dengan cermat dan akurat. Dengan demikian kualitas sebuah alat ukur ditentukan oleh kualitas item-itemnya. Sebuah alat ukur yang berisi item berkualitas tinggi walaupun dalam jumlah yang sedikit akan jauh lebih berguna daripada sebuah alat ukur yang berisi puluhan item berkualitas rendah [Umar, 2002:92]. Pada dasarnya penggunaan probability sampling penting sekali apabila kita akan membuat analisis statistik yang mendalam, misalnya ingin membuat perkiraan interval (interval estimate) atau pengujian hipotesis (testing hypothesis) atau hasil penelitian tersebut. Kalau soalnya hanya ingin membuat perkiraan tunggal (point estimate) misalnya rata-rata, prosentase, maka cukup dengan nonprobability sampling [Supranto, 1997:71]. Setelah menentukan teknik sampling, langkah selanjutnya adalah menentukan ukuran sampel yang diperlukan. Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran [1992:252] memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut : 1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen. 2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD/SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30. 3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis. 4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen. METODOLOGI PENELITIAN Gambar 1 Metodologi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Kuesioner Awak Kendaraan Kuesioner yang dibagikan kepada awak kendaraan berisi data umum awak kendaraan dan penilaian awak kendaraan terhadap sistem penjadwalan yang selama ini dianut oleh Perum DAMRI. Penyebaran kuesioner dilakukan dalam satu hari dengan membagikannya di teminal Mangkang. Karena terminal Mangkang merupakan tempat persinggahan pada saat pergantian awak kendaraan dari shift 1 ke shift 2 yaitu antara jam 12.00 – 13.00 WIB. Jumlah kuesioner yang dibagikan sebesar 28 kuesioner. Pengumpulan Data Kuesioner Staf Perum DAMRI Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada staf Perum DAMRI UABK Semarang. Kuesioner ini disusun berdasarkan hasil referensi dari Ditjend Perhubungan Darat dan hasil wawancara dengan bagian teknik, keuangan serta operasional Perum DAMRI UABK Semarang. Kuesioner yang diberikan kepada staf Perum DAMRI, terdiri dari tiga bagian yaitu bagian 1 berisi data umum responden, bagian 2 mengenai pengetahuan tentang komponen biaya operasional saat sistem timetabled diberlakukan dan bagian 3 mengenai pengetahuan tentang komponen biaya operasional saat sistem plafon diberlakukan. Selanjutnya kuesioner disebarkan sebanyak 20 buah. Hal ini sesuai dengan jumlah staf Perum DAMRI yang sering aktif yaitu 20 orang dari populasi sebanyak 23 pegawai. Dan dari 20 kuesioner yang disebarkan, semua kuesioner dapat diolah. Pengumpulan Data Kuesioner Penumpang Bus DAMRI Kuesioner dibagikan kepada penumpang di sepanjang trayek Terboyo – Mangkang. Kuesioner ini disusun berdasarkan hasil referensi dari Manheim [1979:171], yaitu mengenai karakteristik responden, dan pelayanan jasa transportasi angkutan umum penumpang. Sebenarnya kuesioner ini diperlukan untuk mendukung pemilihan sistem penjadwalan yang dianut oleh Perum DAMRI UABK Semarang baik sistem timetabled maupun sistem plafon. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 39 buah. Pembagian kuesioner ini sesuai dengan jumlah penumpang yang terangkut selama satu rit, pada jam 10.14 WIB – 11.51 WIB. Data Biaya Langsung Komponen data biaya operasional, khususnya biaya langsung yang digunakan dalam perhitungan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Data Komponen Biaya Langsung Tabel 1. Data Komponen Biaya Langsung (Lanjutan) Kuesioner Awak Kendaraan Hasil pengolahan data kuesioner untuk awak kendaraan mengenai karakteristik dan pemilihan sistem penjadwalan dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 2. Karakteristik Responden Kuesioner Staf/Karyawan Hasil pengolahan data kuesioner untuk staf Perum DAMRI UABK Semarang mengenai karakteristik dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Responden Kuesioner Penumpang Hasil pengolahan data kuesioner untuk penumpang bus DAMRI UABK Semarang trayek Terboyo - Mangkang mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4. Perhitungan Biaya Rekapitulasi perhitungan biaya operasional dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 4. Karakteristik dan Keinginan Responden No Data Karakteristik Frekuensi Prosentase 1 Usia Kurang dari 20 tahun 8 20,51% Antara 20 - 30 tahun 10 25,64% Antara 31 - 40 tahun 9 23,08% Antara 41 - 50 tahun 8 20,51% Antara 51 - 60 tahun 4 10,26% 2 Status pekerjaan Siswa/mahasiswa 13 33,33% Karyawan pemerintahan 4 10,26% Pedagang/wiraswasta 9 23,08% Ibu rumah tangga 10 25,64% Lainnya 3 7,69% 3 Tujuan/maksud Melakukan perjalanan Bekerja 16 41,03% Belajar 9 23,08% Belanja 9 23,08% Lainnya 5 12,82% 4 Pemilihan kendaraan umum Bus yang sering lewat tetapi tidak dapat ditentukan waktu datangnya 27 69,23% Bus yang tidak sering lewat/lewatnya lama tetapi waktu datangnya dapat diketahui 12 30,77% 5 Pemilihan kendaraan umum Bus yang sering lewat/jarak antar kendaraan dekat tetapi mahal tarifnya 23 58,97% Bus yang tidak sering lewat/jarak antar kendaraan jauh tetapi murah tarifnya 16 41,03% 6 Jika bus DAMRI tidak tersedia Menunggu bus DAMRI sebagai alat transportasi 8 20,51% Berpindah menggunakan bus swasta sebagai alat transportasi 31 79,49% Tabel 5. Biaya Operasional Penjadwalan Timetabled Penjadwalan Plafon Biaya Langsung Penyusutan = Rp 335,29/bus-km = Rp 335,29/bus-km Gaji dan tunjangan awak bus = Rp 978,19/bus-km = Rp 978,19/bus-km Bahan bakar minyak (BBM) = Rp 1.433,25/bus-km = Rp 1.433,25/bus-km Ban = Rp 242,86/bus-km = Rp 242,86/bus-km Servis kecil = Rp 40,77/bus-km = Rp 40,77/bus-km Servis besar = Rp 71,61/bus-km = Rp 71,61/bus-km Penambahan oli = Rp 19,28/bus-km = Rp 19,28/bus-km Cuci bus = Rp 22,98/bus-km = Rp 22,98/bus-km Pemeliharaan dan reparasi bus = Rp 104,78/bus-km = Rp 104,78/bus-km Retribusi terminal = Rp 17,23/bus-km = Rp 17,23/bus-km STNK/pajak kendaraan = Rp 14,36 /bus-km = Rp 14,36 /bus-km Kir = Rp 5,74/bus-km = Rp 5,74/bus-km Biaya Tidak Langsung Biaya pegawai selain awak bus Rp 29.094.000,00/tahun Rp 23.499.000,00/tahun Biaya pengelolaan Rp 129.134.150,74/tahun Rp 129.134.150,74/tahun Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Operasional Biaya Penjadwalan Timetabled Penjadwalan Plafon Biaya Langsung Rp 3.286,34/bus-km Rp 3.286,34/bus-km Biaya Tidak Langsung Rp 52,24/bus-km Rp 50,39/bus-km Jumlah Rp 3.338,58/bus-km Rp 3.336,73/bus-km Perhitungan Tarif Tarif (timetabled) = (Tarif pokok x jarak rata-rata) + 10% = Rp 1.637,74/pnp + Rp 1.637,74/pnp x 10% = Rp 1.801,51/pnp Tarif (plafon) = (Tarif pokok x jarak rata-rata) + 10% = Rp 1.636,96/pnp + Rp 1.636,96/pnp x 10% = Rp 1.800,66/pnp Analisis Kuesioner Awak Kendaraan Bus DAMRI Semarang Dari pengolahan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada awak kendaraan sejumlah 28 orang, diperoleh hasil sebagai berikut : a. Usia Responden sebagian besar berusia antara 41-50 tahun (53,57%), dimana sebagian besar awak kendaraan telah bekerja untuk Perum DAMRI lebih dari 15 tahun. b. Lama bekerja Sebagian besar responden telah bekerja selama lebih dari 15 tahun (50%), sehingga diharapkan responden memiliki pengetahuan tentang sistem penjadwalan timetabled maupun plafon dengan baik. c. Pengetahuan tentang sistem timetabled dan plafon Semua responden mengetahui tentang sistem sistem penjadwalan timetabled maupun plafon. Sehingga diharapkan mampu memilih sistem mana yang menurut mereka adalah sistem yang baik. d. Pemilihan sistem timetabled / plafon 64,29% responden memilih sistem plafon dibandingkan dengan sistem timetabled yang hanya 35,71%, dengan alasan semangat, ketenangan dan tidak terbebani dalam bekerja, karena adanya target operasi yang harus dipenuhi, lebih jujur dan tidak adanya pengawasan oleh petugas lapangan. Kuesioner Staf Perum DAMRI UABK Semarang Dari hasil pengolahan data responden pada bab sebelumnya diperoleh hasil sebagai berikut : a. Usia Responden sebagian besar berusia antara 41-50 tahun (45%) dan antara 31-40 tahun (35%), dimana sebagian besar staf Perum DAMRI UABK Semarang telah bekerja lebih dari 15 tahun. Selain itu antara 31-40 tahun merupakan usia produktif dalam bekerja. b. Lama bekerja Sebagian besar responden telah bekerja selama lebih dari 15 tahun (70%), sehingga diharapkan responden memiliki pengetahuan tentang sistem penjadwalan timetabled maupun plafon dengan baik. c. Pengetahuan tentang sistem timetabled dan plafon 75% responden mengetahui tentang sistem sistem penjadwalan timetabled maupun plafon. Sehingga diharapkan mampu memilih sistem mana yang menurut mereka adalah sistem yang baik. d. Pemilihan sistem timetabled/plafon 53,33% dari responden yang memiliki pengetahuan tentang sistem timetabled maupun plafon memilih sistem plafon dibandingkan dengan sistem timetabled yang hanya 46,67%, dengan alasan target operasi atau pendapatan yang diterima per hari dapat menutup biaya operasional, pendapatan yang diterima sesuai dengan target operasi dan dengan plafon target operasi bisa diprediksi. Kuesioner Penumpang Bus DAMRI Semarang Dari pengolahan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada penumpang, diperoleh hasil sebagai berikut a. Usia Responden sebagian besar berusia antara 20 - 30 tahun (25,64%), antara 31 - 40 tahun (23,08%), antara 41 - 50 tahun (20,51%) dan kurang dari 20 tahun (20,51%) dimana usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja dan belajar. b. Status pekerjaan Sebagian besar responden (33,33%) merupakan siswa/mahasiswa, 25,64% ibu rumah tangga, 23,08% pedagang/wiraswasta sesuai dengan hasil pada karakteristik usia, yaitu usia produktif dalam bekerja dan belajar. c. Maksud melakukan perjalanan 41,03% responden memiliki tujuan perjalanan untuk bekerja, sesuai dengan hasil pada karakteristik usia, yaitu usia produktif dalam bekerja. Dan sesuai dengan status pekerjaan dimana didominasi oleh pedagang/wiraswasta (23,08%), karyawan pemerintah (10,26%) dan lainnnya (karyawan swasta, 7,69) jika dijumlahkan maka menjadi 41,03%. d. Pemilihan kendaraan umum Sebagian besar responden (69,23% dan 58,97%) lebih memilih bus yang sering lewat tetapi tidak dapat ditentukan waktu datangnya dengan resiko tarif yang diberlakukan mahal. Hal ini dikarenakan responden didominasi oleh siswa yang membutuhkan ketepatan dan kecepatan waktu. Selain itu juga terdapat karyawan pemerintah maupun swasta yang juga dikejar oleh jam masuk kantor. e. Jika bus DAMRI tidak tersedia 79,49% responden lebih memilih berpindah menggunakan bus swasta sebagai alat transportasi dibandingkan menunggu bus DAMRI dikarenakan jumlah bus DAMRI yang sedikit dan jumlah bus swasta yang lebih banyak membuat headway menjadi pendek dan cepat tersedia/gampang didapat . Rekapitulasi Biaya Operasional Sekarang ini, yaitu saat diberlakukannya sistem plafon, petugas PPA yang dulunya bekerja sebagai pencatat penumpang, sebagian ada yang telah pensiun dan sebagian ada yang bekerja sebagai staf menggantikan staf yang telah pensiun pula. Dari segi biaya operasional, selisih biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1,85, jadi dapat disimpulkan tidak ada perbedaan besarnya biaya baik saat diberlakukannya sistem timetabled maupun plafon. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Penjadwalan Kelebihan dan kelemahan masing-masing metode penjadwalan dapat dilihat pada lampiran. Analisis Tarif Dari hasil perhitungan, besarnya tarif bus kota untuk trayek Terboyo–Mangkang adalah Rp 1.800,66/pnp. Sedangkan tarif yang berlaku saat ini sebesar Rp 2.000,00. Dalam hal ini peran pemerintah sebagai regulator adil dalam penentuan tarif bus kota milik DAMRI. Karena tarif yang dihitung mendekati nilai tarif yang dihitung oleh DAMRI. KESIMPULAN DAN SARAN Besarnya biaya operasional per bus-km yang dikeluarkan oleh Perum DAMRI jika diberlakukan sistem penjadwalan timetabled lebih besar dibandingkan jika menggunakan sistem penjadwalan plafon, yaitu Rp 3.338,58/bus-km untuk penjadwalan timetabled dan Rp 3.336,73/bus-km untuk penjadwalan plafon. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 64,29% awak kendaraan, 53,33% staf Perum DAMRI UABK Semarang dan 69% penumpang bus DAMRI lebih memilih sistem plafon dibandingkan dengan sistem timetabled. Meskipun dalam perhitungan biaya tidak terdapat perbedaan yang signifikan, namun secara operasional direkomendasikan sistem plafon. DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen Perhubungan Darat, (1996), Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam Trayek Tetap dan Teratur, tidak diterbitkan, Jakarta. 2. Hadihardjaja, Joetata, (1997), Sistem Transportasi, Gunadarma, Jakarta. 3. Mujihartono, Eko, (2002), Materi Ajar Dasar-dasar Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. 4. Salim, Abbas, (2002), Manajemen Transportasi, PT. Rajasa Grafindo Persada, Jakarta. 5. Sekaran Uma, (1992), Research Method for Business A Skill Building Approach. John Wiley and Sons, Inc. New York. 6. Supranto, J, (2003), Metode Riset Aplikasi Dalam Pemasaran, Rineka Cipta, Jakarta. 7. Umar, Husein, (2002), Metode Riset Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 8. Widodo, Tri dan Wicaksono, (2005), Pengaruh Permintaan terhadap Pelayanan Angkutan Umum Bis Sedang di Kota Semarang pada Seminar Manajemen Angkutan Umum Penumpang Kota Semarang Tanggal 19 Mei 2005, tidak diterbitkan, Semarang. LAMPIRAN Tabel Kelebihan Masing-masing Penjadwalan Timetabled Plafon  Pendapatan dapat diketahui dengan banyaknya karcis yang dibagikan.  Pendapatan dapat diketahui dengan adanya target operasi/plafon. Dengan plafon, sopir dapat mengetahui pendapatan per harinya.  Awak kendaraan menjadi lebih tenang dalam bekerja dikarenakan tidak adanya target operasi.  Awak kendaraan menjadi lebih tenang dalam bekerja dikarenakan tidak adanya pengawasan dan lebih jujur.  Dengan timetabled, sistem menjadi lebih teratur, karena waktu tempuh, waktu keberangkatan dan kedatangan dapat diketahui. Keberangkatan bus DAMRI dari terminal menjadi lebih tertib, tidak semrawut.  Dengan plafon/pengawasan rit, petugas lapangan hanya bertugas sebagai pengawas rit saja, tidak ada petugas lapangan yang mencatat jumlah penumpang. Sehingga dalam sistem plafon tidak membutuhkan sumber daya yang banyak.  Crew dan awak kendaraan lebih disiplin dikarenakan adanya waktu yang ditetapkan.  Awak kendaraan menjadi semangat dalam bekerja, karena adanya target operasi.  Pengangkutan penumpang baik jarak dekat ataupun jarak jauh tetap dilakukan, karena adanya target operasi per ritnya yang mencapai Rp 60.000,00.  Tidak adanya perselisihan antara kru dan awak kendaraan tentang pengangkutan penumpang dan pendapatan. Tabel Kelemahan Masing-masing Penjadwalan Timetabled Plafon  Perilaku awak kendaraan dalam operasionalnya yang dianggap sebagai kelemahan sistem timetabled, diantaranya : o Pengangkutan penumpang tidak ditentukan, dan pilih-pilih penumpang. Karena tarif yang dibayarkan oleh penumpang harus sesuai dengan yang telah diberlakukan baik jarak tempuh pendek atau panjang. Jadi umumnya awak kendaraan hanya mengangkut penumpang yang akan bepergian jauh. o Pendapatan dapat diketahui dengan banyaknya karcis yang dibagikan. Namun sistem ini umumnya membuat awak kendaraan menjadi tidak jujur karena jumlah karcis yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang terangkut. o Adanya perselisihan antara petugas lapangan dengan kru bus DAMRI masalah penumpang yang terangkut dan pendapatan.  Perilaku awak kendaraan dalam operasionalnya yang dianggap sebagai kelemahan sistem plafon, diantaranya : o Karena khawatir target tidak terpenuhi maka awak kendaraan biasanya susah untuk berangkat dari terminal secepatnya, sebelum ada penumpang yang naik. o Dengan sistem plafon, awak kendaraan sulit untuk diperintah ke jalur lain yang ditetapkan oleh petugas order/petugas lapangan. o Crew dan awak kendaraan kurang disiplin dikarenakan tidak adanya waktu yang ditetapkan. o Banyak kekurangan setor/akibat tidak tercapai plafon dan kekurangan setor tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Item Type:Article
Subjects:T Technology > T Technology (General)
T Technology > TS Manufactures
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
ID Code:8289
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:08 Apr 2010 10:58
Last Modified:08 Apr 2010 10:58

Repository Staff Only: item control page