Penentuan Kebijakan Pengiriman Menggunakan Model Persediaan Terintegrasi Untukn Perishable Product Dalam Supply Chain Multi-Eselon(Studi Kasus di Tika Bakery)

Saptadi, Singgih and Pritasari, Anggrila and Adi W, Purnawan (2009) Penentuan Kebijakan Pengiriman Menggunakan Model Persediaan Terintegrasi Untukn Perishable Product Dalam Supply Chain Multi-Eselon(Studi Kasus di Tika Bakery). J@TI UNDIP, V (1). pp. 67-76. ISSN 1907 - 1434

[img]Microsoft Word - Published Version
311Kb

Abstract

Sepanjang persaingan dalam dunia industri semakin kuat, supply chain management menjadi hal yang sangat penting. TIKA Bakery yang secara terus menerus memproduksi roti selalu berusaha untuk memenuhi permintaan konsumen dengan cepat, murah, dan kualitas produk yang tetap terjamin. Untuk mencapai tujuan tersebut TIKA Bakery tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan harus bekerja sama dengan pedagang rotinya dan Trijaya Niaga Distributor selaku supplier tepung terigu. Agar koordinasi dan kerjasama dalam satu supply chain tersebut tidak terjadi perbedaan dan konflik yang merugikan satu sama lain, diperlukan suatu kebijakan integrasi supply chain, dimana dalam penelitian ini adalah kebijakan dalam hal aliran material. Produk yang dihasilkan TIKA Bakery termasuk perishable product, oleh karena itu faktor yang berpengaruh terhadap habisnya persediaan tidak hanya permintaan tetapi juga kerusakan. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan pengiriman untuk mendukung pengelolaan persediaan roti TIKA Bakery. Hsin Rau, dkk pada tahun 2003 mengembangkan sebuah model yang menggabungkan tiga konsep, yaitu model persediaan untuk deteriorating item, sistem persediaan multi-eselon, dan integrasi supply chain. Dengan menggunakan model tersebut dihasilkan suatu usulan kebijakan pengiriman, yaitu frekuensi pengiriman bahan baku dari Trijaya Niaga Distributor ke TIKA Bakery adalah 16 kali pengiriman, frekuensi pengiriman roti dari TIKA Bakery ke pedagang adalah 25 kali pengiriman selama satu bulan. Selain itu kebijakan pengiriman tersebut memberikan keuntungan, diantaranya yaitu jumlah roti yang kembali ke TIKA Bakery karena rusak berkurang dari 28% menjadi 3,47%. Kata kunci: kebijakan, multi-eselon, perishable, integrasi Abstract As the industrial environment becomes more competitive, supply chain management has become essential. TIKA Bakery which continuously produces bread always tries to fulfil consumer demand in fast, cheap and well guaranteed products quality. To reach the target TIKA Bakery cannot do it alone, they have to work on a cooperative basis with TIKA Bakery’s bread retailers and Trijaya Niaga Distributor as wheat flour supplier. In order to avoid conflict and difference between one another in cooperation and coordination of supply chain which can harm one another, they need an integration supply chain policy, which in this research is policy in the case of material stream. TIKA Bakery’s products included perishable product, therefore factor that having an effect to the inventory not only the demand but also the damage. Because of that, need a delivery policy to support inventory management in TIKA Bakery. Hsin Rau, et al in 2003 developing a model joining three concepts, there are inventory model for perishable product, multi-echelon inventory system, and integration supply chain. By using the model that result a proposal in delivery policy, those are frequency delivery of raw material from Trijaya Niaga Distributor to TIKA Bakery is 16 delivery times and frequency delivery of bread from TIKA Bakery to the retailers is 25 delivery times during one month. In addition, the delivery policy gives profit, which is the quantity of bread that return to TIKA Bakery is decrease from 28% to 3,47%. Keyword: policy, multi-echelon, perishable, integration approach. PENDAHULUAN Perbedaan fasilitas dalam supply chain memungkinkan adanya perbedaan, bahkan konflik dalam tujuan. Untuk mengatasi perbedaan tujuan antar pelaku supply chain diperlukan semangat koordinasi yang didasari oleh kesadaran bahwa kuatnya sebuah supply chain tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya, sehingga tidak semestinya (dan tidak boleh) mengorbankan kepentingan tiap individu perusahaan [Puja05, hal 7]. Dalam sistem nyata meskipun sistem supply terlaksana dengan baik, terkadang produk yang disimpan mengalami kerusakan [Zipk00, hal 61]. Oleh karena itu yang berpengaruh terhadap habisnya persediaan tidak hanya permintaan tetapi juga kerusakan, seperti direct spoilage (membusuk), physical depletion (habis secara fisik) untuk cairan yang mudah menguap, atau deterioration (kemunduran) untuk komponen elektronik [Ghar63, hal1]. TIKA Bakery merupakan perusahaan yang memproduksi roti. Roti yang dikenal sebagai salah satu makanan pokok alternatif pengganti nasi merupakan salah satu produk yang termasuk dalam klasifikasi produk yang tidak tahan lama dalam penyimpanan (perishable product), dimana akan terjadi penurunan nilai dalam jangka waktu tertentu. Roti yang diproduksi TIKA Bakery dalam jangka waktu 5 hari akan mengalami kerusakan dan akhirnya membusuk atau biasa disebut dengan kadaluarsa. Pada gambar 1 menyatakan bahwa dari 100% roti yang diambil pedagang pada bulan April, Mei, dan Juni 2007, sejumlah 28% (data pendukung lihat lampiran A) kembali ke TIKA Bakery karena tidak terjual dan membusuk (kadaluarsa). Dengan kondisi tersebut diperlukan adanya suatu kebijakan pengiriman yang tepat untuk mendukung pengelolaan persediaan, sehingga perusahaan yang memproduksi roti dapat tetap memenuhi permintaan pembeli dan dapat meminimumkan kerugian biaya akibat kerusakan roti tersebut. Dalam satu bulan rata-rata TIKA Bakery menerima pasokan tepung terigu sebagai bahan baku produksi roti dari Trijaya Niaga Distributor. Trijaya Distributor merupakan distributor beberapa produsen tepung terigu, yang diantaranya adalah Bogasari dan Sriboga Ratu Raya. Gambar 1 Perbandingan Jumlah Roti yang Diambil dan Returnya (Sumber: Laporan Bulanan TIKA Bakery Bulan April, Mei, dan Juni 2007) Setiap hari TIKA Bakery melakukan proses produksi untuk memenuhi permintaan konsumen dari retailer di kota Semarang dan sekitarnya. Untuk menghantarkan roti hasil proses produksinya kepada para pedagang, TIKA Bakery mempekerjakan 10 orang salesman. Sepuluh orang salesman tersebut sudah mempunyai beberapa retailer sendiri. Keseluruhan jumlah retailer yang dipasok para salesman tersebut adalah 478 retailer. Setiap hari TIKA Bakery menggunakan kapasitas produksinya untuk membuat roti yang kemudian didistribusikan oleh salesman ke retailer-retailer. Jumlah yang diproduksi dan yang didistribusikan setiap hari tidak melalui proses perhitungan permintaan melainkan hanya menggunakan dugaan dari TIKA Bakery dan salesman saja. Oleh karena itu sering terjadi ketidak cocokan antara supply dan permintaan, akibatnya banyak produk yang kembali karena tidak laku ataupun membusuk. Dalam menjamin kelancaran dalam supply chainnya, TIKA Bakery perlu menjalin suatu kerjasama yang baik dengan supplier bahan baku (Trijaya Distributor) maupun retailernya (para pedagang), sehingga sebuah supply chain yang terintegrasi dapat terlaksana dengan baik. Selain sistem supply chain yang baik, TIKA Bakery juga perlu memperhatikan kebijakan pengiriman untuk mengelola persediaan mengingat produk TIKA Bakery tidak tahan lama. Penelitian ini akan mengembangkan kebijakan pengiriman produk TIKA Bakery berdasarkan model yang dikembangkan oleh Hsin Rau, dkk (2003). Model ini menggabungkan tiga konsep, yaitu model persediaan untuk perishable product, sistem persediaan multi-eselon, dan integrasi supply chain. TINJAUAN PUSTAKA Supply chain dan Supply chain management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung, seperti jasa logistik [Puja05, hal 5]. Supply chain management merupakan serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan antara supplier, perusahaan manufaktur, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien, sehingga produk tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, pada lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat, dengan tujuan untuk meminimasi biaya dan memuaskan kebutuhan konsumen [Levi00, hal 1 – 2]. Pengelolaan Persediaan Dalam Supply chain The American Heritage College Dictionary mendefinisikan persediaan sebagai jumlah dari produk dan material yang disimpan [Gatt98, hal 382]. Persediaan berkaitan dengan modal, penggunaan ruang penyimpanan, kebutuhan pemeliharaan, kerusakan produk, produk yang disimpan suatu waktu menjadi tidak terpakai, pengeluaran untuk pajak, kebutuhan asuransi, terjadi pencurian, dan terkadang barang tersebut hilang [Foga91, hal 156]. Mengelola aliran material/produk dengan tepat adalah salah satu tujuan utama dari supply chain. Aliran yang tepat berarti tidak terlalu terlambat dan tidak terlalu dini, jumlahnya sesuai dengan kebutuhan, dan terkirim ke tempat yang memang membutuhkan. Kekurangan atau kelebihan pasokan produk sama-sama berdampak negatif bagi supply chain. Kesalahan yang terjadi dalam memproduksi produk yang terlalu banyak atau terlalu sedikit (volume error) atau memproduksi jenis produk yang salah (mix error) menimbulkan masalah persediaan [Puja05, hal 100]. Model Persediaan Perishable Product Model persediaan produk yang tidak tahan lama merupakan model persediaan dimana perhitungan persediaannya tidak hanya berkurang karena permintaan saja tetapi juga karena kerusakan. Model yang digunakan ini mengacu pada model economic order quantity (EOQ) dimana kondisi dari sistemnya memiliki permintaan yang konstan dan produk mengalami kerusakan secara eksponensial. Beberapa bentuk kerusakan produk tersebut antara lain direct spoilage (membusuk), physical depletion (habis secara fisik) untuk cairan yang mudah menguap, atau deterioration (kemunduran) untuk komponen elektronik [Ghar63, hal1]. Model Persediaan Produk Jadi pada Pembeli [Rau03, hal 157 – 158] (1) (2) (3) Tingkat Persediaan Bahan Baku pada Gudang Produsen [Rau03, hal 158 – 159] (4) (5) (6) (7) Tingkat Persediaan Produk Jadi pada Produsen [Rau03, hal 159 – 162] (8) (9) Model Persediaan pada Supplier [Rau03, hal 162] (10) (11) (12) (13) (14) Model Integrasi Persediaan [Rau03, hal 162] (15) Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Periode perencanaan diketahui perbulan. 2. Dalam model penelitian lead time diabaikan, dengan maksud barang ada ketika dibutuhkan tanpa ada waktu untuk menunggu. 3. Dalam model penelitian tidak diperbolehkan adanya kekurangan. 4. Laju kerusakan deterministik dan konstan. 5. Dalam model penelitian dianggap Single Supplier, Single Producer, dan Single Buyer, dimana hanya terdapat satu supplier yaitu Trijaya Distributor, satu produsen yaitu Tika Bakery, dan satu buyer yang dihitung dari total permintaaan perhari selama satu bulan dari pedagang. 6. Ukuran lot tiap pengiriman bahan baku dari supplier ke produsen adalah tetap. 7. Ukuran lot tiap pengiriman produk jadi dari produsen ke pembeli adalah tetap. 8. Dianggap single item, dimana akan dilakukan agregasi dengan faktor konversi bahan baku. Keterangan Notasi: Simbol Menunjukkan A Biaya pesan produk jadi per pesanan untuk pembeli Ap Jumlah inventory produk jadi produser pada T D Tingkat permintaan mingguan produk jadi pada pembeli FB Biaya penerimaan produk jadi per penerimaan untuk pembeli FP Biaya pengiriman produk jadi per pengiriman untuk produser FPW Biaya penerimaan bahan baku per penerimaan untuk produser FS Biaya pengiriman bahan baku per pengiriman untuk supplier HB Biaya simpan produk jadi per unit per waktu untuk pembeli HP Biaya simpan produk jadi per unit per waktu untuk produser HS Biaya simpan bahan baku per unit perwaktu untuk supplier HPW Biaya simpan bahan baku per unit waktu untuk gudang produser IB(t) Inventory level produk jadi pada waktu t untuk pembeli IPi(t) Inventory level pada waktu t untuk produser IPW(t) Inventory level bahan baku pada waktu t untuk gudang produser IS(t) Inventory level bahan baku pada waktu t untuk supplier n Jumlah pengiriman produk jadi dari produser ke pembeli per siklus pesanan T np Jumlah pengiriman produk jadi dari produser ke pembeli selama T1 PB Biaya deterioration unit produk jadi untuk pembeli P Tingkat produksi produk jadi pada produser PP Biaya deterioration unit produk jadi pada produser PPW Biaya deterioration unit bahan baku untuk produser PS Biaya deterioration unit bahan baku untuk supplier qB Ukuran lot produk jadi per pengiriman dari produser ke pembeli QB Jumlah total pesanan produk jadi untuk pembeli per siklus T qP Jumlah produk jadi yang diproduksi pada waktu t qPW Jumlah bahan baku dari supplier ke gudang produser per pengiriman qnPW Jumlah pengiriman terakhir bahan baku dari supplier ke gudang produser QS Jumlah pesanan total bahan baku untuk supplier per siklus T QPW Jumlah bahan baku dari luar supplier ke supplier per pengiriman QnPW Jumlah bahan baku dari luar supplier ke supplier pengiriman terakhir S Biaya pesan bahan baku per pesanan untuk supplier SP Biaya setup per setup untuk produser t Waktu perencanaan t3 Waktu produk dari titik np ke titik akhir produksi T1 Waktu produksi produser (T1 = npt + t3) T2 Waktu siklus supplier (T2 = (np + 1)t) TCB Total biaya untuk pembeli TCP Total biaya untuk produser TCPW Total biaya untuk gudang produser TCS Total biaya untuk supplier θB Deterioration rate produk jadi pada pembeli θP Deterioration rate produk jadi pada produser θPW Deterioration rate bahan baku pada produser θS Deterioration rate bahan baku pada supplier [Rau03, hal 158] DATA DAN PENGOLAHAN Siklus perencanaan (T) = 1 bulan Data parameter untuk pembeli: Laju permintaan produk jadi (D) = 128.253 unit per bulan Biaya pesan produk jadi (A) = Rp 0,- per pesan Biaya penerimaan produk jadi (FB) = Rp 0,- per penerimaan Biaya simpan produk jadi (HB) = Rp 106,25 per unit per bulan Biaya kerusakan produk jadi (PB) = Rp 250,- per unit Laju kerusakan (θB) = 0,250 Data parameter untuk supplier: Biaya pesan bahan baku (S) = Rp 8000,- per bulan Biaya pengiriman bahan baku (FS) = Rp 30.000,- per pengiriman Biaya simpan bahan baku (HS) = Rp 9,38 per unit per bulan Laju kerusakan bahan baku (θS) = 0,003 Biaya kerusakan bahan baku (PS) = Rp 132,48 per unit per bulan Data parameter untuk produsen: Laju produksi produk jadi (P) = 202.275 unit per bulan Biaya setup produk jadi (SP) = Rp 53.325,33 per bulan Biaya pengiriman produk jadi (FP) = Rp 50.000,- per pengiriman Biaya simpan produk jadi (HP) = Rp 88,54 per unit per bulan Biaya kerusakan produk jadi (PP) = Rp 936,54 per unit Laju kerusakan produk jadi (θP) = 0,167 Biaya penerimaan bahan baku (FPW) = Rp 0,- per penerimaan Biaya simpan bahan baku (HPW) = Rp 10,430 per unit per bulan Laju kerusakan bahan baku (θPW) = 0,003 Biaya kerusakan bahan baku (PPW) = Rp 147,20 per unit Keterangan: unit = roti kecil (satuan agregat). Penentuan waktu interval pengiriman (t), dengan metode coba-coba frekuensi pengiriman (n), dimana n=1,2,3,…,100 → t = . Perhitungan Ukuran Lot Pengiriman Bahan Baku dan Produk Jadi Menggunakan persamaan 2.14, 2.20, 2.24, 2.36, dan 2.37 diperoleh hasil seperti pada tabel 1. Perhitungan Total Biaya Tiap Eselon dan Integrasi Total Biaya Semua Eselon Menggunakan persamaan 2.16, 2.22, 2.35, 2.40, dan 2.41 diperoleh hasil seperti pada tabel 2. Dari hasil integrasi total biaya untuk n = 1, 2, 3, ..., 100, total biaya integrasi yang paling minimum adalah ketika n = 25 dan nP = 16 yaitu Rp 2.683.211,03. Sehingga variabel yang optimal antara lain: n = 25, nP = 16, t = 0,040, qB = 5.155,856, QB = 128.896,408, qP = 8.064,036, qPW = 8.091,443, QPW = 8.092,331, QS = 129.477,304. Disagregasi Ukuran Lot Pengiriman (qB) Persentase masing-masing salesman qB agregat masing-masing salesman qB agregat salesman = %salesman × qB Persentase permintaan tiap jenis roti masing-masing salesman % roti qB agregat roti = %roti × qB agregat salesman qB roti = (hasil lengkap pada tabel 3) Disagregasi Ukuran lot produksi (qP) Persentase tiap jenis roti % roti qP (agregat) roti = qP × % roti qP roti Ukuran Lot bahan baku 1 roti kecil = 32 gr tepung terigu, 1 karung tepung terigu = 25 kg, maka: Ukuran lot pengiriman bahan baku dari supplier ke produsen qPW = 8091,443 × 32 gr = 258926,189 gr tepung terigu = 10,357 karung tepung terigu Ukuran lot pengiriman bahan baku dari luar supplier ke supplier Qpw = 8092,331 × 32 gr = 258954,608 gr tepung terigu = 10,358 karung tepung terigu Total pesanan bahan baku dari produsen bahan baku ke supplier Qs = 129477,304 × 32 gr = 4143273,723 gr tepung terigu = 165,731 karung tepung terigu per bulan PEMBAHASAN Total Biaya Gambar 3 Grafik Total Biaya Dari Gambar 3 grafik total biaya memperlihatkan total biaya pada pembeli dan pada supplier yang semakin menurun seiring dengan seringnya frekuensi pengiriman. Sedangkan total biaya pada produsen pada awalnya akan menunjukkan penurunan ketika pada frekuensi yang jarang dan akan mulai mengalami kenaikan biaya pada suatu titik tertentu, yaitu setelah pada titik 25 kali pengiriman, meskipun grafik total biayanya juga mengalami kenaikan dan penurunan pada setiap frekuensinya. Pada total biaya integrasi yang merupakan jumlah total biaya dari total biaya pada pembeli, produsen, dan supplier tergambar tidak jauh berbeda dengan total biaya pada produsen, hal tersebut dikarenakan komponen total biaya yang terbesar adalah pada pihak produsen. Gambar 4 Grafik Hubungan Total Biaya Dari Pandangan Yang Berbeda Gambar 5 memperlihatkan bahwa hasil pendekatan strategi integrasi pada gabungan total biaya adalah yang terendah dibandingkan dengan keputusan yang independen menurut pandangan tiap eselon. Dari tabel 5 dapat dikatakan bahwa berdasarkan pandangan setiap eselon dapat diperoleh solusi optimal masing-masing. Akan tetapi hal tersebut akan mengakibatkan eselon yang lain mengeluarkan biaya lebih banyak lagi. Dengan demikian situasi tersebut hanya terjadi ketika sebuah eselon (pembeli, produsen, atau supplier) mendominasi pasar. Bagaimanapun juga dalam sistem supply chain, menjaga sebuah hubungan baik adalah sesuatu yang sangat penting. Pada tabel 5 jumlah kenaikan total biaya yang paling kecil adalah berdasarkan pandangan integrasi. Sementara itu berdasarkan pandangan integrasi, kenaikan total biaya untuk pembeli, produsen, ataupun supplier tidak terlalu besar. Jika semua eselon dalam supply chain sama-sama membayar kenaikan total biaya, maka pendekatan integrasi merupakan pilihan yang benar untuk semua eselon. Analisa Penurunan Jumlah Retur Tabel 3 merupakan jumlah roti yang dikirim perpengiriman oleh salesman. Dalam jangka waktu satu bulan (yaitu 25 kali pengiriman) maka jumlah seluruh roti yang dikirm adalah 50725 roti. Apabila berdasarkan data masa lalu laju permintaan roti perbulan adalah 48966, maka jumlah retur roti adalah 1759 roti. Oleh karena itu persentase retur . Dengan menggunakan kebijakan yang diusulkan jumlah retur roti mengalami penurunan. Kebijakan lama dari 100% roti yang dikirim 28% roti kembali karena rusak, sedangkan dengan menggunakan kebijakan yang diusulkan dengan parameter laju permintaan yang sama jumlah roti yang kembali adalah sebesar 3,47%. KESIMPULAN DAN SARAN Frekuensi pengiriman bahan baku dari supplier ke produsen adalah 16 kali pengiriman per waktu siklus supplier, yaitu selama 20 hari. Frekuensi pengiriman produk jadi dari produsen ke konsumen adalah 25 kali pengiriman dalam jangka waktu satu bulan, dengan selang waktu pengririman 1 hari, sehingga dalam satu bulan salesman akan libur selama 5 hari atau dapat dikatakan dalam satu minggu 6 hari kerja. Ukuran lot setiap produksi produk jadi pada produsen atau dapat dikatakan jumlah produk dalam satu kali produksi terlihat pada tabel 4. Ukuran lot bahan baku setiap pengiriman dari supplier ke produsen adalah 10,357 karung selama 16 kali pengiriman, dengan usulan implementasi 10 kali pengiriman dengan jumlah 10 karung tepung terigu perpengiriman dan 6 kali pengiriman dengan jumlah 11 karung tepung terigu perpengiriman. Ukuran lot setiap pengiriman produk jadi dari produsen ke konsumen atau dapat dikatakan jumlah roti yang dibawa setiap salesman perpengirimannya terlihat pada tabel 3 Dengan menggunakan kebijakan yang diusulkan jumlah retur roti mengalami penurunan. Kebijakan lama dari 100% roti yang dikirim 28% roti kembali karena rusak, sedangkan dengan menggunakan kebijakan yang diusulkan dengan parameter laju permintaan yang sama jumlah roti yang kembali adalah sebesar 3,47%. Tabel 5 Hubungan Kenaikan Total Biaya Dari Pandangan Yang Berbeda Total Biaya Menurut Pembeli Produsen Supplier Integrasi TCB (Rp) 0,00 325.996,63 1.105.278,99 325.996,63 TCP+TCPW(Rp) 4.437.326,40 0,00 5.471.287,20 0,00 TCS (Rp) 1.606.527,62 204.388,10 0,00 204.388,10 TCB+TCP+TCPW+TCS(Rp) 6.043.854,02 530.384,74 6.576.566,19 530.384,74 DAFTAR PUSTAKA 1. Douglas M. Lambert. Martha C. Cooper, and Janus D. Pagh., (1998), Supply chain management : Implementation Issues and Research Opportunities. The International Journal of Logistics Management 9. no.2. p. 7. 2. Fink, Michelle M., William G. Ferrell, Jr., Inventory Policy for Products with Short Life Cycles, Department of Industrial Engineering 110 Freeman Hall. 3. Fogarty, Donald W., John H. Blackstone, Jr., Thomas R. Hoffmann., (1983), Production and Inventory Management. _2nd edition, Suoth-Western Publishing Co, United States of America. 4. Gattorna, John L., (1998), Strategic Supply chain Alignment, Gower, Hampshire. 5. Ghare, P.M., Schrader, S.F., (1963), A Model for Exponentially decaying inventory. Journal of Industrial Engineering 14, Hal 238-243. 6. Levy, David Simchi., Philip Kaminsky, and Edith Simchi-Levy., (2000), Designing and Managing the Supply chain: Concepts, Strategies, and Case Studies, McGraw-Hill, New York. 7. Mehta, Niketa J., Nita II. Shah., (2003), An Inventory Model for Deteriorating Items With Exponentially Increasing Demand and Shortages Under Inflation and Time Discounting, Department of Mathematics, Gujarat University, Ahmedabad, India. 8. Miranda S.T., Drs. Amin Widjaja Tunggal Ak, MBA., (2002), Manajemen Logistik dan Supply chain management, Harvarindo, Jakarta. 9. Nasution, Arman Hakim., (1995), Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Guna Widya, Jakarta. 10. Pujawan, I Nyoman., (2005), Supply chain management, Guna Widya, Jakarta,. 11. Rau, Hsin., Mei-Ying Wu, Hui-Ming Wee., (2003), Integrated Inventory Model for Deteriorating Items Under A Multi-Echelon Supply chain Environment. International Journal of Production Economics 86, Hal 155-168. 12. Stevens, G. C., (1998), Integrating The Supply chain, International Journal of Physical Distribution and materials Management, Vol. 19, No.8. 13. Zipkin, Paul H., (2000), Foundations of Inventory Management, McGraw-Hill, New York. LAMPIRAN Tabel 1 Perhitungan Ukuran Lot n t qB QB qP qPW QPW nP QS 1 1,000 145708,447 145708,447 186287,267 202552,370 203108,888 1 203108,888 2 0,500 68306,754 136613,508 97030,122 101206,811 101345,750 2 202691,500 3 0,333 44582,820 133748,461 65582,681 67455,800 67517,523 3 202552,568 4 0,250 33086,431 132345,725 49527,666 50586,074 50620,785 3 151862,354 5 0,200 26302,688 131513,438 39786,861 40466,087 40488,299 4 161953,195 6 0,167 21827,073 130962,438 33247,657 33720,199 33735,622 4 134942,490 7 0,143 18652,963 130570,742 28554,460 28902,085 28913,416 5 144567,078 8 0,125 16284,749 130277,992 25022,296 25288,705 25297,380 6 151784,281 9 0,111 14450,100 130050,900 22267,766 22478,422 22485,275 6 134911,652 10 0,100 12986,961 129869,606 20059,537 20230,271 20235,823 7 141650,760 20 0,050 6452,897 129057,932 10071,642 10114,443 10115,830 13 131505,796 21 0,048 6143,783 129019,449 9593,945 9632,771 9634,030 14 134876,419 22 0,045 5862,931 128984,478 9159,510 9194,891 9196,038 15 137940,564 23 0,043 5606,633 128952,560 8762,714 8795,089 8796,138 15 131942,075 24 0,042 5371,805 128923,310 8398,870 8428,606 8429,570 16 134873,116 25 0,040 5155,856 128896,408 8064,036 8091,443 8092,331 16 129477,304 30 0,033 4292,963 128788,875 6723,768 6742,808 6743,425 20 134868,493 40 0,025 3216,366 128654,627 5046,333 5057,048 5057,395 26 131492,273 50 0,020 2571,483 128574,168 4038,752 4045,611 4045,833 32 129466,651 60 0,017 2142,009 128520,565 3366,563 3371,327 3371,481 39 131487,765 70 0,014 1835,461 128482,296 2886,199 2889,699 2889,813 45 130041,571 80 0,013 1605,670 128453,604 2525,800 2528,481 2528,568 51 128956,944 85 0,012 1511,080 128441,792 2377,370 2379,744 2379,821 55 130890,158 90 0,011 1427,014 128431,294 2245,416 2247,534 2247,603 58 130360,958 95 0,011 1351,809 128421,902 2127,340 2129,241 2129,303 61 129887,466 100 0,010 1284,134 128413,450 2021,062 2022,778 2022,833 64 129461,326 Tabel 2 Perhitungan Biaya n np TCB TCPW TCP TCPW+TCP TCS TC 1 1 11782426,77 1096657,10 83070599,53 84167256,62 2015044,46 97964727,85 2 2 5643343,18 548078,12 96460324,68 97008402,80 1055167,49 103706913,47 3 3 3709436,01 365329,78 100712546,35 101077876,13 755810,93 105543123,07 4 3 2762589,67 205482,36 28649786,97 28855269,33 467934,10 32085793,10 5 4 2200795,97 175336,94 44754554,37 44929891,31 443633,82 47574321,10 6 4 1828870,35 121758,06 6055289,53 6177047,58 347170,12 8353088,05 7 5 1564475,85 111816,19 20807450,20 20919266,40 359265,54 22843007,78 8 6 1366869,43 102729,45 31882572,58 31985302,03 372903,66 33725075,12 9 6 1213582,69 81167,92 7542259,14 7623427,06 334091,16 9171100,91 10 7 1091209,12 76702,91 17747524,05 17824226,96 356051,94 19271488,01 20 13 543328,85 35610,44 4603987,17 4639597,61 462086,75 5645013,22 21 14 517353,18 34784,23 9655108,76 9689893,00 490599,60 10697845,78 22 15 493747,89 33957,68 14251563,49 14285521,17 519111,85 15298380,90 23 15 472202,67 31068,98 5553496,61 5584565,59 513912,99 6570681,25 24 16 452459,13 30436,04 9946118,22 9976554,26 542773,75 10971787,14 25 16 434300,34 28049,81 2124090,05 2152139,86 538479,26 3124919,45 30 20 361715,63 24348,65 10443296,40 10467645,05 651818,00 11481178,68 40 26 271098,17 17804,81 6195522,13 6213326,94 820041,18 7304466,29 50 32 216788,10 14024,65 3846726,30 3860750,94 993238,25 5070777,29 60 39 180606,54 11869,78 7392153,02 7404022,80 1199360,30 8783989,64 70 45 154774,87 10062,28 5829135,14 5839197,42 1376107,51 7370079,81 80 51 135407,85 8731,11 4781857,12 4790588,22 1553711,96 6479708,04 85 55 127434,87 8340,72 7885100,35 7893441,08 1673009,43 9693885,37 90 58 120348,60 7845,51 7374862,39 7382707,90 1762118,27 9265174,77 95 61 114008,90 7405,61 6944648,05 6952053,66 1851326,64 8917389,19 100 64 108303,70 7012,26 6582453,99 6589466,26 1940618,78 8638388,74 Tabel 3 Ukuran Lot Pengiriman Roti Jenis Roti Kecil Pisang Pizza Ayam 5 Rasa Semir Tawar Sobek Kasino Semir Kering Suka 51 18 0 0 1 18 37 24 6 0 Waluyo 92 21 0 0 0 1 25 27 2 14 Warsito 68 36 3 7 9 23 34 35 0 17 Dodok 51 0 0 0 0 2 10 8 0 3 Isro 60 10 0 4 6 12 30 26 0 2 Oby 57 11 0 0 2 4 10 11 1 1 Hendro 32 84 20 19 2 17 23 43 2 0 Sugiyanto 126 119 2 0 1 18 38 51 41 8 Fatur 53 32 0 0 0 8 33 29 2 11 Hardi 130 13 7 7 10 19 33 31 0 12 Tabel 4 Ukuran Lot Produksi Jenis Roti Produksi/ Hari Konversi Produksi/Hari (Agregat) % qp (Agregat) qp qp (pembulatan) Roti Kecil 900 1 900 0,107 861,121 861,121 862 Pisang 100 1 100 0,012 95,680 95,680 96 Pizza 100 1 100 0,012 95,680 95,680 96 Ayam 100 1 100 0,012 95,680 95,680 96 5 Rasa 100 1 100 0,012 95,680 95,680 96 Semir 200 2,719 543,750 0,065 520,260 191,360 192 Tawar 500 6,250 3125 0,371 2990,002 478,400 479 Sobek 400 4,313 1725 0,205 1650,481 382,720 383 Casino 150 9,750 1462,500 0,174 1399,321 143,520 144 Semir K 100 2,719 271,875 0,032 260,130 95,680 96

Item Type:Article
Subjects:T Technology > T Technology (General)
T Technology > TS Manufactures
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
ID Code:8162
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:06 Apr 2010 10:09
Last Modified:06 Apr 2010 10:09

Repository Staff Only: item control page