Evaluasi Kualitas Layanan Pembelajaran Dengan Menggunakan Konsep 4 D(Disconfirmation, Dissatisfaction, Dissonance, Disaffection)dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Belajar(Studi Kasus Program Studi XX)

Susanty, Aries and Prastawa, Heru and Wahyuningsih, Yulia (2009) Evaluasi Kualitas Layanan Pembelajaran Dengan Menggunakan Konsep 4 D(Disconfirmation, Dissatisfaction, Dissonance, Disaffection)dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Belajar(Studi Kasus Program Studi XX). J@TI UNDIP, IV (3). pp. 228-238. ISSN 1907 - 1434

[img]Microsoft Word - Published Version
595Kb

Abstract

Kualitas pelayanan jasa dari suatu perguruan tinggi dapat mempengaruhi persepsi yang dimiliki oleh mahasiswanya. Disonansi atau diskonfirmasi dapat terjadi apabila pelayanan jasa yang diberikan oleh perguruan tinggi tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh mahasiswanya. Perguruan tinggi akan menghadapi masalah, yaitu timbulnya sejumlah besar mahasiswa yang disafeksi, apabila perguruan tinggi tersebut memiliki terlalu banyak mahasiswa yang mengalami disonansi atau diskonfirmasi. Pada akhirnya, perguruan tinggi tersebut akan kehilangan reputasi dan pangsa pasar. Oleh karena itu, pengelola perguruan tinggi harus dapat mengelola diskonfirmasi, disatisfaksi, disonansi, dan disafeksi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh diskonfirmasi, disatisfaksi, disafeksi, dan disonansi yang dirasakan oleh mahasiswa dari program studi XX terhadap penilaian kualitas layanan yang diberikan oleh program studi tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh kualitas layanan terhadap peningkatan motivasi dari mahasiswa. Untuk membuktikan hal tersebut, penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 220 mahasiswa yang berasal dari 4 (empat) angkatan, yaitu angkatan 2005, 2006, 2007 dan 2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling [SEM] dan modelnya diukur dengan Second Order Confirmatory Factor Analysis [Second Order CFA]. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software LISREL 8.8 menunjukkan bahwa peningkatan diskonfirmasi, disatisfaksi, dan disafeksi memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap penilaian kualitas layanan dan peningkatan kualitas layanan memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap motivasi dari mahasiswa. Kata kunci : diskonfirmasi, disatisfaksi, disafeksi, disonansi, kualitas layanan, motivasi Abstract Service quality which is given by one college can influence the student perception. Dissonance or disconfirmation will happen when service activities which is given by the college is different with their expectation. The college will face the problem, i.e there are so many disaffection student, if the college has too many dissonance or discofirmation student. In the end, that college will be loose their reputation and market share. Based on that, all staff of the college must well manage the disconfirmation, disaffection, dissonance, and dissatisfaction. Purpose of this research is to prove the effect of disconfirmation, disaffection, dissonance, and dissatisfaction which is feeled by the student of department XX towards the service quality which given by that department. This research also want to prove the effect of service quality towards motivation enhanced of the student. This reseach use 220 active student as sample which is come from different year (2005, 2006, 2007, and 2008). Research methods that is used in this research is Structural Equation Modeling and the model is measured by Second Order Confirmatory Factor Analysis. Resulf of data processing with Lisrel 8.8 show that enhanced of disconfirmation effect, dissatisfaction effect and disaffection effect give negative significance influence to the quality of service. The result also show that enhanced of service quality give positve significance influence to learning motivation of the student.. Keyword : disconfirmation, disaffection,dissatisfaction, dissonance, service quality, motivation PENDAHULUAN Institusi pendidikan tinggi dapat dilihat sebagai institusi yang bergerak di sektor jasa. Sejalan dengan kecenderungan yang berlangsung di industri jasa, perhatian terhadap kualitas insitusi pendidikan tinggi juga semakin meningkat (O’Neill dan Palmer, 2004). Hal ini disebabkan karena, pada saat ini, institusi pendidikan tinggi dihadapkan pada semakin ketatnya persaingan dimana lulusan pendidikan menengah atas memiliki sangat banyak pilihan pendidikan tinggi yang dapat dapat dipertimbangkan untuk menjadi tempatnya dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini, salah satu ukuran kinerja penting pada institusi pendidikan tinggi adalah kepuasan yang dirasakan oleh mahasiswa/calon mahasiswa terkait dengan program dan layanan yang diberikan (Seaman dan O’Hara, 2006). Ketatnya persaingan dirasakan pula oleh Program Studi XX sebagai salah satu program studi pada institusi pendidikan yang terdapat di Jawa Tengah. Saat ini, jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang menyediakan program studi yang sama dengan Program Studi XX semakin banyak bermunculan. Program Studi XX menyadari bahwa layanan yang diberikan secara konsisten akan memunculkan suatu ukuran standar mengenai pelayanan yang baik pada suatu program studi. Sebaliknya, suatu pemberian layanan jasa yang tidak bermutu akan mengarah pada perubahan sikap umum dan memunculkan respon negatif. Pelayanan jasa yang buruk dapat terjadi apabila terdapat ketidakkonsistenan antara kepercayaan yang seseorang anut tentang apa yang akan ia terima dengan tindakan sebenarnya ia terima (disonansi) dan apabila terdapat ketidakkonsistenan antara tampilan yang diharapkan dengan tampilan aktual (diskonfirmasi). Dengan kata lain, pemberian layanan jasa yang buruk yang mengarah pada disonansi dan diskonfirmasi dapat terjadi apabila pelayanan yang diberikan oleh suatu program studi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh mahasiswanya. Respon negatif yang muncul dari pelayanan yang buruk tersebut, antara lain timbulnya sejumlah besar pelanggan (dalam hal ini mahasiswa) yang memiliki pengalaman buruk dalam mengkonsumsi suatu jasa (disastifaksi) dan timbulnya sejumlah besar mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa jasa yang diberikan oleh program studi tersebut berkualitas rendah (disafeksi). Bila jumlah mahasiswa yang mengalami disastifaksi dan disafeksi tersebut cukup besar maka program studi tersebut menghadapi resiko kehilangan reputasi dan market share. Oleh karena itu pengelola program studi perlu melakukan pengelolaan atas ketidakkonsistenan yang terjadi (diskonfirmasi dan disonansi) secara efektif. Pengelolaan secara efektif akan menentukan apakah suatu insiden akan meluas menjadi penolakan umum atas suatu produk jasa atau tidak (Purwanto, 2000; Soekarno, 2008). Sehubungan dengan kualitas layanan yang diterima oleh mahasiswa, hasil penelitian dari Badik (2006) mengindikasikan bahwa kualitas layanan yang buruk dapat mempengaruhi motivasi belajar seseorang. Menurut Kotler (1997), seseorang yang termotivasi akan siap untuk bertindak. Bagaimana orang itu bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya mengenai suatu situasi tertentu; hal ini berarti persepsi merupakan realitas bagi seseorang. Dua orang dalam kondisi motivasi yang sama dan memiliki tujuan situasi yang sama mungkin akan bertindak secara berbeda karena persepsi mereka terhadap suatu situasi berbeda. Persepsi adalah proses di mana individu memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti tentang suatu hal. Berdasarkan hal ini, persepsi terhadap kualitas layanan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh mahasiswa dikhawatirkan dapat mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud untuk meneliti apakah konsep disastifaksi, diskonfirmasi, disonansi, dan disasfeksi mengevaluasi secara negatif terhadap kualitas layanan pendidikan di Program Studi XX sehingga akan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi belajar mahasiswa di progam studi tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Model 4 D Model 4 D (disonansi, diskonfirmasi, disatisfaksi, dan disafeksi) meruapakan salah satu model yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan secara kualitatif dengan membandingkan actual performance dengan suatu standar atau baseline tertentu yang mencerminkan performance yang dipercayai pelanggan sebagai focal brand yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Selanjutnya, hasil perbandingan tersebut dikategorikan menjadi "sama dengan", "lebih baik dari", atau "lebih buruk dari" standar. Model 4D juga dapat digunakan untuk membantu memahami secara lebih baik reaksi pelanggan atas pengalaman yang ia rasakan dari suatu jasa pelayanan tertentu (Dawes 1999; Poerwanto, 2000). Disonansi kognitif Secara definitif, cognitive dissonance atau disonansi kognitif berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive (kognitif) dan dissonance (disonansi). Kognitif artinya knowledge (pengetahuan), sedangkan disonansi artinya ketidak cocokan (incongruity) (Myers and Tyrant, 1999). Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog yang bernada Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapat dijelaskan dari keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya. Pada dasarnya, kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Ketika kognisi seseorang mengalami konflik, misalnya ketika satu kognisinya menyatakan bahwa saya seorang yang jujur, sementara kognisi lainnya mengatakan bahwa saya seorang pembohong, maka keadaan ini menimbulkan ketidaknyamanan pada orang tersebut yang diakibatkan karena adanya ketidak konsistenan. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi yang tidak sesuai atau kondisi yang mengalami disonansi (Festinger, 1957). Jadi, disonansi adalah perbedaan atau ketidakonsistenan antara kepercayaan dengan tindakan. Terjadinya disonansi akan memunculkan tiga macam tindakan pada diri seseorang yaitu, merubah kepercayaan, merubah tindakan, atau merubah persepsi dan tindakan. Perubahan-perubahan tersebut akan menurunkan disonansi yang dirasakan oleh seseorang. Secara grafis, teori disonansi kognitif ini dapat digambarkan sebagaimana tampak dalam Gambar 1 berikut. Gambar 1. Cognitive Dissonance Theory Sumber :Festinger (1957) Diskonfirmasi Menurut Sumarwan (2003), diskonfirmasi adalah kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami oleh seseorang yang merupakan dampak dari perbandingan antara harapan yang ia miliki sebelum pembelian dengan kondisi sesungguhnya yang ia peroleh dari produk yang dibelinya tersebut. Terdapat tiga dimensi dari diskonfirmasi, yaitu (Sumarwan, 2003): • Produk yang ia peroleh berfungsi lebih baik dari yang diharapkan. Kondisi ini menghasilkan diskonfirmasi positif dan jika hal ini terjadi maka konsumen akan merasa puas. • Produk yang ia peroleh berfungsi seperti yang diharapkan. Kondisi ini menghasilkan diskonfirmasi sederhana. Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut tidak mengecewakan konsumen, dimana konsumen memiliki rasa netral. • Produk yang ia peroleh berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan. Kondisi menghasilkan diskonfirmasi negatif. Produk yang berfungsi buruk tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan kekecewaan sehingga konsumen merasa tidak puas. Disatisfaksi Disatisfaksi adalah suatu bentuk reaksi negatif atau perubahan ke arah sikap negatif sebagai hasil dari transaksi tertentu. Disatisfaksi muncul karena adanya satu pengalaman buruk dalam mengkonsumsi suatu jasa. Elemen dari disatisfaksi, adalah (Purwanto, 2000) : a. Pelayanan, yaitu cara melayani konsumen agar tercipta kepuasan. b. Nilai produk, yaitu nilai yang didapat oleh konsumen atas sesuatu yang telah dibeli dan dikonsumsinya. c. Kualitas layanan, yaitu pandangan perilaku konsumen terhadap hasil perbandingan antara ekspektasi yang diharapkan dari suatu layanan dengan kenyataan yang diperoleh dari suatu layanan. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen berikutnya. Pujangkoro (2003) mengungkapkan bahwa terdapat bebarapa kemungkinan hasil negatif yang akan muncul apabila seoarang konsumen mengalami ketidakpuasan, yaitu:  Konsumen akan menunjukkan ketidakpuasannya melalui ucapan atau komunikasi yang tidak baik  Konsumen mungkin tidak akan membeli lagi produk tersebut  Konsumen akan mengeluh Disafeksi Disafeksi muncul dari adanya diskonfirmasi dan satu keyakinan bahwa suatu jasa tertentu memiliki kualitas yang rendah yang mengarah pada penolakan total terhadap suatu produk jasa tersebut. Disafeksi akan mengarah pada "terrorist atau defector" yang akan dengan segera dan cepat orang yang mengalami pengalaman buruk tersebut menceritakan pengalamannya dalam mengkonsumi jasa tertentu ke banyak orang. Jadi disafeksi merupakan suatu emosi yang dialami ketika kepercayaan rusak, ketika provider dipersepsikan sebagai sosok yang tidak jujur atau tidak baik (Purwanto, 2000). Elemen-elemen dari disafeksi adalah (Purwanto, 2000) : a. Emosi, yaitu perasaan konsumen yang berkembang dan surut dalam waktu yang cepat karena apa yang didapatkan oleh konsumen tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. b. Kepercayaan, yaitu suatu rasa percaya kepada mitra dimana seseorang berhubungan (bekerja sama). Kepercayaan konsumen timbul dari keyakinan terhadap kehandalan dan kualitas yang diberikan provider dalam pelayanannya. c. Perasaan positif, yaitu rasa senang terhadap kualitas layanan jasa yang diberikan provider dalam pelayanannya. d. Kewajiban, yaitu sesuatu yang harus dipenuhi/diberikan oleh provider atas apa yang telah diterimanya. Keterkaitan komponen 4D Secara grafis, keterkaitan antar komponen 4D dapat digambarkan melalui Gambar 2 berikut. Suatu pengelola jasa pelayanan dapat mengidentifikasi bahwa disatisfaksi (reaksi negatif atau perubahan ke arah sikap negatif), yang muncul karena adanya satu pengalaman buruk dalam mengkonsumsi suatu jasa, dapat memberikan dampak melalui dua cara yang berbeda. Pertama, episode berganda dari suatu pemberian layanan jasa yang tidak bermutu akan mengarah pada diskonfirmasi atau perubahan sikap umum. Jika perubahan sikap ini membawa pada suatu keyakinan bahwa suatu jasa tertentu memiliki kualitas yang rendah (disafeksi) dan kemudian keyakinan diceritakan ke orang lain, maka hal ini dapat membawa dampak yang signifikan terhadap reputasi organisasi. Kedua, disatisfaksi yang terjadi mungkin akan menjadi disonan yang akan mendorong pelanggan melakukan suatu tindakan tertentu, seperti misalnya mengeluh atau meminta uangnya kembali. Pengelolaan disonan yang efektif akan menentukan apakah suatu pengalaman yang buruk dalam mengkonsumsi suatu jasa akan meluas menjadi disafeksi dan penolakan umum terhadap suatu produk jasa atau tidak (Dawes dan Rowley, 1999). Gambar 2. Hubungan Antar Komponen 4D Sumber : Dawes dan Rowley (1999) Model 4 D Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan- kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Motivasi dapat dibagi dua, yaitu (Winardi, 2001) : 1. Motivasi Intrinsik Motivasi atau dorongan serta gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin dapat manfaat praktis dari pelajaran, Ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik. 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor luar yang mendorong munculnya gairah belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suara nyaman, tekanan, dll. Structural Equation Modeling Struktural Equation Modeling atau disingkat SEM merupakan generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun nonrecursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai suatu model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda dan analisis faktor), SEM dapat melakukan pengujian secara bersama-sama (Bollen, 1989; Ghozali dan Fuad, 2005), yaitu: model struktural yang mengukur hubungan antara independent dan dependent construct, serta model measurement yang mengukur hubungan (nilai loading) antara variabel indikator dengan konstruk (variabel laten). MODEL KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan model penelitian yang dikembangkan oleh Poerwanto (2000), Sukarno (2008), dan Badik (2006) maka model konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana tampak dalam Gambar 3 berikut. Gambar 3. Model Konseptual Berdasarkan model konseptual diatas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: • Hipotesis 1: diskonfirmasi mengevaluasi secara negatif kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX. • Hipotesis 2: disastifaksi mengevaluasi secara negatif kualitas kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX • Hipotesis 3: disonansi mengevaluasi secara negatif kualitas kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX. • Hipotesis 4: disafeksi mengevaluasi secara negatif kualitas kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX. • Hipotesis 5: kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi belajar dari mahasiswa METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Adapun penjelasan tentang variabel dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel laten endogen (kualitas layanan dan motivasi) dan 4 (empat) variabel laten eksogen (diskonfirmasi, disatisfaksi, disonansi, disafeksi). Definisi dari masing-masing variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : • Kualitas layanan adalah persepsi mahasiswa dalam menilai terpenuhi atau tidaknya keinginan mereka untuk memperoleh layanan yang mereka inginkan dan hal ini dilihat melalui ada tidaknya kondisi yang menyebabkan terjadinya diskonfirmasi, disatisfaksi, disonansi, dan disafeksi. Gambar 4. Langkah-langkah dalam penelitian • Diskonfirmasi adalah evaluasi kepuasan pelanggan (mahasiswa) secara kualitatif dengan cara membandingkan kinerja yang sebenarnya dengan suatu standar tertentu terhadap hal-hal berikut: terhadap ketepatan waktu layanan, akurasi pelayanan, kelengkapan dalam memberikan pelayanan, kemudahan dalam pelayanan, variasi model pelayanan, ketersediaan pelayanan secara pribadi, dan kenyamanan dalam pelayan, . • Disatisfaksi adalah suatu bentuk reaksi negatif yang disebabkan karena penurunan kualitas layanan dalam hal-hal berikut: ketepatan waktu layanan, akurasi pelayanan, kelengkapan dalam memberikan pelayanan, kemudahan dalam pelayanan, variasi model pelayanan, ketersediaan pelayanan secara pribadi, dan kenyamanan dalam pelayanan • Disonansi adalah perasaan tidak nyaman karena memiliki dua pemikiran yang kontradiksi, dimana mahasiswa cenderung mengurangi disonansi dengan cara menambah kepercayaan, merubah kepercayaan, mempertahankan kepercayaan sebelumnya dengan merubah sikapnya terhadap pihak penyedia jasa layanan • Disafeksi adalah suatu emosi yang dialami mahasiswa ketika terjadi perubahan kepercayaan yang dapat menimbulkan keluhan dari mahasiswa terhadap pihak penyedia jasa • Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari faktor-faktor luar yang mendorong munculnya gairah belajar yang dapat dilihat melalui ketertarikan, kedisiplinan (termasuk didalamnya durasi dan frekuensi belajar), ketekunan dalam belajar, ketetapan dalam tujuan, ketabahan dan pengorbanan dalam mencapai tujuan belajar. Sampel penelitian Untuk menghitung besarnya sampel minimum, penelitian menggunakan Tabel Krejcie sebagai acuan. Berdasarkan Tabel tersebut, jumlah sampel minimum yang diperlukan untuk populasi sebesar 515 mahaiswa (mahasiswa angkatan 2005 sampai dengan 2008), adalah 220 mahasiswa. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah propotional stratified random sampling. Berdasarkan metoda tersebut, jumlah sampel yang harus diambil pada masing-masing angkatan adalah dapa dirinci sebagai berikut: (i) angkatan 2005, 45 mahasisa, (ii) angkatan 2006, 61 mahasiswa, (iii) angkatan 2007, 57 mahasiswa, dan (iv) angaktan 2008, 57 mahasiswa. HASIL Berikut ini akan diuraikan hasil dari uji validitas dan reliabilitas, hasil statistik deskriptif, serta hasil pengolahan data model struktural dan pengujian hipotesis Hasil uji validitas dan reliabilitas Validitas dapat didefinisikan sebagai kesesuaian antara skor hasil tes/pengukuran terhadap kualitas yang diyakini dimiliki oleh apa yang diukur (agreement between a test score or measure and the quality it is believed to measure) (Kaplan dan Saccuzzo, 1993). Salah satu cara untuk menguji validitas adalah menghitung nilai korelasi antara setiap item pertanyaan dengan skor totalnya dengan menggunakan rumus korelasi product moment (rhitung); dan selanjutnya, nilai rhitung yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritis (rkritis) tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Apabila nilai rhitung lebih besar daripada rkritis maka item pertanyaan dianggap valid dan apabila sebaliknya, ítem pertanyaan dianggap tidak valid dan harus diperbaiki. Berdasarkan Tabel r Product Moment, rkritis untuk jumlah data sebanyak 30 buah dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 %, adalah 0,361. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat tiga ítem pertanyaan yang tidak valid dan harus diperbaiki karena mempunyai nilai rhitung lebih besar dari 0,361. Setelah tiga pertanyaan tersebut diperbaiki dan dilakukan penyebaran kuesioner kembali, hasil perhitungan ulang menunjukkan bahwa semua item pertanyaan mempunyai nilai rhitung yang lebih besar dari 0,361. Setelah validitas tercapai maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten maka akat pengukur tersebut handal. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konstensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Tes yang paling populer untuk menguji reliabilitas konsistensi antar item dengan skala jamak (multipoint-scaled items) adalah koefisien alpha Cronbach (Cronbach’s alpha) dari Cronbach pada tahun 1946 (Sekaran, 2003). Secara ringkas, nilai alpha Cronbach yang merupakan hasil uji reliabilitas dari masing-masing variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Hasil uji reliabilitas Variabel laten Cronbach’s Alpha Diskonfirmasi 0,695 Disatisfaksi 0,840 Disonansi 0,781 Disafeksi 0,712 Motivasi 0,878 Tampak bahwa semua variabel mempunyai nilai alpha Cronbach antara 0,6 sampai dengan 0,8. Berdasarkan kriteria Guilford (1979), dapat dikatakan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai reliabilitas sedang sampai dengan tinggi. Hasil statistik deskriptif Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Berdasarkan hal ini, skala tersebut memiliki nilai tengah sama dengan 3 (tiga). Nilai tengah tersebut menjadi batas untuk terjadinya diskonfirmasi positif atau diskonfirmasi negatif, untuk terjadi atau tidak terjadinya disastifaksi, untuk terjadi atau tidak terjadinya disonansi, untuk terjadi atau tidak terjadinya disafeksi dan untuk adanya motivasi yang rendah atau motivasi yang tinggi. Secara ringkas, hasil analisis statistik deskriptif dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi diskonfirmasi negatif dan disatisfaksi. Mahasiswa merasakan diskonfirmasi negatif pada standar ukuran ruang kuliah, kondisi ruang kuliah, jenis bahan pustaka yang tersedia diperpuskaan, layanan sistem informasi, kegiatan bimbingan, pengembangan kurikulum, dan jumlah dosen. Mahasiwa merasakan disatisfaksi pada ukuran ruang kuliah, jenis bahan pustaka, dan keberadaan jaringan internet. Disisi lain hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan kepercayaan (disonansi) dan perubahan emosi (disafeksi) karena nilai rataan yang diperoleh dari penilaia disonansi dan disafeksi berada diatas nilai tengah. Hasil analisis statistik deskriptif juga menunjukkan bahwa terdapat motivasi belajar yang cukup tinggi dikalangan mahasiswa Program Studi XX. Hasil pengolahan data model struktural dan pengujian hipotesis Hasil pengolahan data model struktural menghasilkan : (i) nilati t (t-value) yaitu nilai yang digunakan untuk menilai signifikansi konstruk, (ii) nilai estimates, yaitu nilai yang digunakan untuk menentukan arah dan besarnya pengaruh, serta (iii)persamaan-persamaan matematika dari hubungan antara variabel laten endogen (kualitas layanan (KL) dan motivasi (M)) dengan variabel eksogen (diskonfirmasi (DK), disatisfaksi (DS), disonansi (DI), disafeksi (DA)). Secara grafis, hasil pengolahan data model struktural ini dapat diliha pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 7 berikut. Gambar 5. T-value dari model struktural Gambar 6. Estimates dari model struktural Gambar 7. Persamaan-persamaan matematika model structural Berdasarkan t-value yang terdapat dalam Gambar 3 dan nilai estimates yang terdapat dalam Gambar 4, penerimaan atau penolakan atas kelima hipótesis pada tingkat signifikansi = 5% (hipótesis diterima jika t-value 1,97 atau t-value -1,97) dapat diringkas sebagaimana tampak dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil pengujian hipótesis Path t-value Nilai Parameter Kesimpulan DKKualitas -3,53 -0,27 Berpengaruh secara negatif dan signifikan DSKualitas -3,69 -0,34 Berpengaruh secara negatif dan signifikan DIKualitas -0,88 -0,04 Berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan DAKualitas -3,59 -0,34 Berpengaruh secara negatif dan signifikan Kualitas Motivasi 3,00 0,30 Berpengaruh secara positif dan signifikan Hasil ouput goodness of fit (GOF) Hasil output GOF yang meggambarkan kecocokan model dengan kondisi sebenarnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Tabel output GOF Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 8 ukuran GOF yang menunjukkan hasil kecocokan yang kurang baik dan 12 ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang baik. Hal tersebut menandakan bahwa walaupun terdapat beberapa ukuran GOF yang menunjukkan kecocokan yang kurang baik, namun sebagian besar ukuran GOF menunjukkan kecocokan yang baik sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan keseluruhan model adalah baik (model fit). KESIMPULAN DAN SARAN Item layanan yang diprioritaskan untuk diperbaiki kualitas layanannya terlebih dahulu adalah : • Ukuran ruang kuliah: ukuran ruang kuliah yang ada sekarang ini terlalu sempit, sehingga perlu dilakukan pelebaran ruang kuliah. Ukuran ruang terlalu sempit dikarenakan jarak antar kursi kurang dari 40 cm. • Kondisi ruang kuliah: menurut standar yang ada dalam BAN-PT, kondisi ruangan seharusnya memenuhi syarat keamanan (alat pemadam kebakaran), kesehatan dan kenyamanan (suhu, pencahayaan, sirkulasi udara). Syarat keamanan pada tiap ruangan belum terpenuhi sehingga perlu dilakukan perbaikan. • Jumlah buku yang ada di perpustakaan: menurut standar yang ada dalam BAN-PT, rasio buku dengan jumlah mahasiswa seharusnya sebesar 1:10 sampai 1: 20. Standar ini belum terpenuhi sehingga perlu dilakukan penambahan jumlah buku yang ada di perpustakaan. Jumlah buku yang ada di perpustakaan saat ini baru 1725 buku. • Jenis bahan pustaka : jenis bahan pustaka seharusnya bervariasi dan lengkap, mulai dari buku teks bahasa indonesia dan bahasa asing, jurnal luar dan dalam negeri, e-jurnals, serta bahan audio video. Kondisi saat ini, perpustakaan belum memiliki bahan audio video, dan e-journals sehingga perlu dilakukan perbaikan. • Kualitas jaringan internet: jaringan internet yang ada saat ini sering tidak lanca sehingga menurunkan mahasiwa yang menggunakan jaringan tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. Penelitian ini dapat membuktikan bahwa : (i) diskonfirmasi memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Program Studi XX, (ii) disatisfaksi memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Program Studi XX, (iii) disafeksi memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Program Studi XX, (iv) kualitas layanan pendidikan yang diberikan oleh Program Studi XX memberikan pengaruh positif secara signifikan terhadap motivasi belajar dari mahasiswanya. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa disonansi memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh Program Studi XX Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kualitas layanan hanya mempengaruhi 30 % motivasi belajar mahasiswa, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mencari dimensi lain yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA 1. Badik, Ahmad Z., (2006), Pengaruh Persepsi Siswa tentang kualitas guru terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di SMPN 1 Pecangaan, Thesis, Thesis. 2. Bollen, Kenneth.A., (1996), An Alternative Two Stage Least squares (2sls) Estimator for Latent Variabel Equations, Psychometrica, Vol. 61, pp. 109-121. 3. Dawes dan Rowley., (1999), Negative Evaluation of Service Quality - A Framework for Identification and Response, Journal of Marketing Practice: Applied Marketing Science, Vol.5, No.2, hal: 42-55. 4. Festinger, L., (1957), A theory of cognitive dissonance. Evanston, IL: Row & Peterson. 5. Ghozali, Imam dan Fuad., (2005), Structural Equation Modeling, Teori Konsep dan aplikasi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang . 6. Guilford, J.P., (1979), Psychometric Methods, McGrawHill, New York. 7. Kotler, Philip, (1997), Manajemen Pemasaran, PT. Prenhallindo, Jakarta. 8. Myers, Walter & Tyrant, T. Tame, (1999), Cognitive Dissonance & Perceptions,http://www.idir.net/cnc/cog_disson_percept,htm 9. O’Neill and Palmer, (2004), Importance Performance Analysis: A Useful Tool for Directing Continous Quality Improvement in Higher Education, Quality Assurance in Education, Vol. 12, No. 1, hal: 39-52. 10. Poerwanto, Hendra, (2000), Mengevaluasi Kualitas Layanan dengan Model 4D, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 2, No.2, hal: 59-67. 11. Pujangkoro, Sugih, (2003), Perilaku Konsumen Setelah Pembelian, USU Digital Library, hal: 1-10. 12. Seaman, Elaine D. dan O’Hara, Margaret, (2006), Customer Relationship Management in Higher Education, Campus-Wide Information Systems, Vol. 23 No. 1, hal: 24 – 34. 13. Sekaran, U., (2003), Research Methods for Business: A Skill Building Approach. JohnWiley & Sons, Inc: USA 14. Soekarno, Gendut, (2008), Mengevaluasi Kualitas Layanan Pendidikan Tinggi dengan Menggunakan Konsep 4 D (Disconfirmation, Dissatisfaction, Dissonance, Disaffection), Proceeding The 2nd National Conference UKWMS, Surabaya, Vol. 3, hal. 24-35 15. Sumarwan, Ujang, (2003), Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta 16. Winardi, J., (2001), Motivasi dan Pemotivasian, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Item Type:Article
Subjects:T Technology > T Technology (General)
T Technology > TS Manufactures
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
Faculty of Engineering > Department of Industrial Engineering
ID Code:8137
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:05 Apr 2010 15:33
Last Modified:05 Apr 2010 15:33

Repository Staff Only: item control page