KAJIAN PENGARUH SIRKULASI UDARA TERHADAP KENYAMANAN TERMAL KAWASAN (Studi Kasus : Kampung Cokrodirjan Kota Yogyakarta)

Abstract

Fenomena kota yang akhir-akhir ini sedang banyak menjadi perhatian pemerhati kota dan para arsitek, adalah kenaikan suhu lingkungan kota sebesar 1-3°C akibat pesatnya pertumbuhan kota. Fenomena kota seperti ini dikenal dengan istilah fenomena “Pulau Panas Perkotaan” atau “Urban Heat Islands (UHI)”. Tingkat kepadatan lingkungan perkotaan (urban density) yang sangat tinggi dan munculnya gedung-gedung berlantai banyak, membentuk barrier yang menyebabkan terbentuknya daerah-daerah negatif, di mana angin mencapai kecepatan terendahnya. Kurangnya ruang-ruang terbuka yang berfungsi sebagai ruang ‘penangkap angin’ juga menjadi faktor penyebab lainnya. Ibaratkan sebuah rumah, kota memiliki sistem ventilasi udara yang sangat buruk karena ketidakseimbangan wilayah terbangun (solid) dan wilayah terbuka (void), yang pada akhirnya menyebabkan ketidaknyamanan termal. Dalam konteks makro, Desain perkotaan (urban design) dapat mengubah iklim dan kondisi angin perkotaan. Penataan massa bangunan dan ruang-ruang terbuka, perbandingan tinggi bangunan dan lebar jalan, serta penataan elemen vegetasi (urban green) memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kecepatan aliran angin pada sebuah kota. Untuk menjaga tingkat kecepatan aliran angin dalam menciptakan kenyaman termal perkotaan (urban thermal comfort), maka berbagai kebijakan pembangunan haruslah diperketat. Kebijakan-kebijakan pembangunan seperti batasan tinggi bangunan, Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), pola skyline, sampai pada peruntukan lahan, apabila diimplementasikan dengan baik dan dipadu dengan penataan ruang-ruang terbuka dan jalur hijau, akan mampu menjaga tingkat kenyamanan termal lingkungan perkotaan.