ANALISIS BATASAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW SEBAGAI NEGATIVE LEGISLATOR (STUDI PUTUSAN MK NO: 21/PUU-XII/2014 DAN PUTUSAN MK NO: 46/PUU-XIV/2016)

PATTIASINA, HILLARY JULIANA and saraswati, Retno and Marjo, Marjo (2019) ANALISIS BATASAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW SEBAGAI NEGATIVE LEGISLATOR (STUDI PUTUSAN MK NO: 21/PUU-XII/2014 DAN PUTUSAN MK NO: 46/PUU-XIV/2016). Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro.

Full text not available from this repository.

Abstract

Penelitian ini membahas batasan wewenang Mahkamah Konstitusi dalam melakukan judicial review sebagai negative legislator dalam studi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Telah terjadi pergeseran pelaksanaan doktrin yang dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi yang semula sebagai negative legislator menjadi positive legislator. Mahkamah Konstitusi dirasa tidak konsisten dalam memutus, terlihat dari hasil amar putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 dan amar putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan wewenang Mahkamah Konstitusi dalam memberikan penafsiran dalam pengujian peraturan perundang-undangan, dan penerapan wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang berusaha mensinkronisasikan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam perlindungan hukum teradap norma atau peraturan hukum lainnya dengan kaitannya dengan penerapan peraturan-peraturan hukum itu pada praktik nyata di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya batasan wewenang Mahakamah Konstitusi dalam memberikan penafsiran pengujian peraturan perundang-undangan. Terdapat beberapa metode untuk melakukan penafsiran konstitusi yang dapat digunakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi sesuai dengan bentuk dan keadaan undang-undang tersebut. Dalam putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi tidak menjalankan kedudukannya sebagai negative legislator, secara struktur kelembagaan negara, terjadi hilangnya penegasan prinsip check and balances antar lembaga negara, namun secara substasi hukum dengan dimuatnya norma penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, maka hal ini akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia dalam proses hukum acara pidana. Sedangkan dalam putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, Mahkamah Konstitusi telah menjalankan kedudukannya sebagai negative legislator, Mahakamah Konstitusi tidak dapat merumuskan tindak pidana baru ataupun memperluas norma undang-undang yang sudah masuk dalam wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana, hal ini merupakan wewenang pembentuk undang-undang yang kedudukannya sebagai positive legislator. Kata Kunci: Wewenang, Mahkamah Konstitusi, Judicial Review, Negative Legislator, Positive Legislator, Putusan Mahkamah Konstitusi.

Item Type:Thesis (Undergraduate)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:Faculty of Law > Department of Law
ID Code:74339
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:18 Jul 2019 09:13
Last Modified:18 Jul 2019 09:13

Repository Staff Only: item control page