KEDUDUKAN PEREMPUAN HINDU MENURUT HUKUM WARIS ADAT DAN MENURUT PUTUSAN PENGADILAN DI KOTA MATARAM NUSA TENGGARA BARAT

Ni Komang Widhi , Wahyu Suartini and Sukirno, Sukirno (2018) KEDUDUKAN PEREMPUAN HINDU MENURUT HUKUM WARIS ADAT DAN MENURUT PUTUSAN PENGADILAN DI KOTA MATARAM NUSA TENGGARA BARAT. Masters thesis, Fakultas Hukum UNDIP.

[img]Archive (ZIP) - Published Version
Restricted to Registered users only

2228Kb

Abstract

Pada masyarakat Hindu yang tinggal di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat menganut sistem kekerabatan patrilineal. Dalam sistem kekerabatan patrilineal menentukan bahwa yang berhak sebagai ahli waris hanya anak laki- laki, sedangkan anak perempuan bukan sebagai ahli waris. Dalam perkembangan selanjutnya, Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali melalui Pesamuhan Agung Majelis Desa Pakraman Bali, tanggal 15 Oktober 2010, warisan itu dibagi berdasarkan asas ategen (sepikul) dan asuwun (segendong) atau dua berbanding satu diantara anak laki-laki dan perempuan. Artinya seorang anak yang berstatus kapurusa (berstatus laki-laki) mendapatkan dua bagian, sedangkan yang berstatus pradana (berstatus perempuan) berhak hanya satu bagian atau setengah yang diterima kapurusa. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan tesis ini yakni bagaimana kedudukan perempuan Hindu menurut hukum waris adat di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat dan bagaimana kedudukan perempuan Hindu menurut putusan pengadilan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang ingin dicapai serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan suatu metode penelitian yakni secara yuridis empiris, yang menggunakan data lapangan dalam penyusunannya. Hasil dari penelitian penulis yang sesuai dengan rumusan masalah dalam tesis ini maka dapat disimpulkan bahwa pada perkembangan dewasa ini perempuan Hindu yang tinggal di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat dapat memperoleh hak waris. Pemberian atau paweweh yang diberikan oleh orangtua sudah termasuk sebagai bagian warisan bagi anak laki-laki dan anak perempuan dan jika orang tua sudah meninggal perempuan tetap mendapat warisan melalui hibah wasiat. Putusan Pengadilan Tinggi Mataram Nomor 39/PDT/2017/PT.MTR tanggal 22 Maret 2017, majelis hakim mengangkat nilai-nilai yang terkandung didalam Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010, sehingga perempuan secara normatif mengalami perkembangan kedudukan dari tidak berkedudukan sebagai ahli waris kemudian menjadi berkedudukan sebagai ahli waris berdasarkan asas ategen (sepikul) dan asuwun (segendong) atau dua berbanding satu diantara anak laki dan perempuan. Adanya penerimaan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, karena didasarkan atas perbedaan rasa tanggung jawab diantara mereka. Adapun saran yakni, perlu adanya unit kegiatan atau forum yang membahas dan mengembangkan mengenai perkembangan kedudukan perempuan serta memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap kedudukan perempuan sebagai ahli waris.

Item Type:Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords:Pewarisan, Perempuan Hindu, Pengadilan
Subjects:K Law > K Law (General)
L Education > L Education (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:70879
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:23 Mar 2019 12:23
Last Modified:23 Mar 2019 12:23

Repository Staff Only: item control page