PENGEMBANGAN KONSEP RUANG KOMERSIAL REKREATIF PADA PENATAAN KAWASAN BUBAKAN KOTA SEMARANG

Indriastjario, Indriastjario (2003) PENGEMBANGAN KONSEP RUANG KOMERSIAL REKREATIF PADA PENATAAN KAWASAN BUBAKAN KOTA SEMARANG. Jurnal Jurusan Arsitektur, 1 . pp. 34-44. ISSN 0853 2877

[img]
Preview
PDF - Published Version
60Kb

Abstract

Struktur kota Semarang yang merupakan perpaduan konsep path and node dengan simpul-simpul yang merupakan titik pertemuan pada pola jalan ring dan through road. Pusat kota di Semarang mempunyai segitiga pertumbuhan kawasan dan membentuk titik-titik simpul aktivitas perdagangan dan komersil. Ketiga titik simpul tersebut adalah kawasan pasar Bulu, kawasan Peterongan, dan kawasan Bubakan dengan pertumbuhan pasar Johar. Dengan struktur kota Semarang seperti ini, menjadikan kawasan Bubakan dan sekitarnya sebagai kawasan yang cukup strategis. Tempat seperti ini dinamakan sebagai ruang penghubung atau ruang transisi. Penataan dan pengembangan kawasan Bubakan dan Jurnatan ini dilakukan dengan memperhatikan potensi-potensi yang ada, antara lain : kawasan Bubakan dan Jurnatan merupakan kawasan perdagangan dan jasa; terletak di sekitar kawasan kota lama, yang dewasa ini telah/sedang ditata sebagai kawasan wisata kota konservasi; kawasan ini terletak di sebelah simpul jalur lalu-lintas dari dalam dan luar kota. Strategi penataan kawasan ini dengan memanfaatkan kembali bangunan-bangunan tua dengan beberapa penyesuaian dan konservasi pada kawasan yang dianggap bersejarah , kuno, atau memiliki kekayaan berupa bangunan kuno berarsitektur spesifik. Pemanfaatan kembali dsangan penyesuaian dan penyerapan konservasi tidak lagi terbatas tujuan pelestarian sejarah, namun juga mencakup pembuatan desain baru serta pemugaran bangunan dan lingkungan yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan baru melalui re-adaptive use. Perencanaan ruang transisi di kawasan Bubakan dan Jurnatan dengan fasilitas utama sebagai pusat perdagangan dan jasa dengan sifat komersial ini diharapkan menjadi kawasan yang mampu menjadi magnet bagi kawasan-kawasan sekitarnya, terutama kota lama sehingga dalam perkembangan ruang transisi ini secara aktif meningkatkan taraf hidup kawasan sektiar. Arah dari tujuan tersebut dapat dicapai dengan memberikan konsep yang mengoptimalkan penggunaan lahan sebagai lahan perdagangan dan jasa. Tata guna lahan sebagai perdagangan dan jasa ini dikembangkan dengan penggunaan ruang/space-use bersifat komersial rekreatif. Perdagangan dengan konsep ruang komersial rekreatif diharapkan mampu menciptakan magnet kawasan sendiri sehingga akan melahirkan aktifitas komunitas manusia pada kawasan tersebut. Kata kunci : revitalisasi, bussines flight, re-adaptive use Latar Belakang Pembangunan kota Semarang sampai saat ini dalam berbagai hal sedang digalakkan pemerintah. Salah satu perkembangan yang ada di dalam kota Semarang sendiri adalah pengembangan kota lama sebagai kota konservasi. Pertimbangan konservasi ini didasarkan pada nilai sejarah yang dimiliki kota lama tersebut. Struktur kota Semarang yang merupakan perpaduan konsep path and node dengan simpul-simpul yang merupakan titik pertemuan pada pola jalan ring dan through road. Pusat kota di Semarang mempunyai segitiga pertumbuhan kawasan dan membentuk titik-titik simpul aktivitas perdagangan dan komersil. Ketiga titik simpul tersebut adalah kawasan pasar Bulu, kawasan Peterongan, dan kawasan Bubakan dengan pertumbuhan pasar Johar. Dengan struktur kota Semarang seperti ini, menjadikan kawasan Bubakan dan sekitarnya sebagai kawasan yang cukup strategis. Tempat seperti ini dinamakan sebagai ruang penghubung atau ruang transisi. Penataan dan pengembangan kawasan Bubakan dan Jurnatan ini dilakukan dengan memperhatikan potensi-potensi yang ada, antara lain : a. Kawasan Bubakan dan Jurnatan merupakan kawasan perdagangan dan jasa. b. Terletak di sekitar kawasan kota lama, yang dewasa ini telah / sedang ditata sebagai kawasan wisata kota konservasi. c. Kawasan ini terletak disebelah simpul jalur lalu-lintas dari dalam dan luar kota. Tinjauan Umum Kota Lama Proses Kematian Kota Lama . Gejala perkotaan yang mengakibatkan kematian kota adalah sebagai berikut : 1. Terjadinya pergeseran pusat-pusat kegiatan dan fungsi kawasan dari pusat kota yang lama ke pusat kota yang lain sebagai akibat dari manajemen pertumbuhan kota yang kurang baik. 2. Terjadinya business flight yang menyebabkan berubahnya fungsi land-use dan space use kawasan. Kawasan kota lama yang semula merupakan kawasan strategis kota, berangsur-angsur mengalami pergeseran fungsi yang menyebabkan kematian kawasan. 3. Kawasan kota lama yang bersifat non-mixed use. Kota lama Semarang merupakan kawasan histories dengan pemanfaatan lahan non mixed-use. Selain aktifitas pemukiman, aktifitas lain yang diharapkan dapat menjadi magnet pembangkit kawasan adalah aktifitas perekonomian. Aktifitas tersebut meliputi perkantoran, perdagangan, dan pergudangan, yang umumnya hanya menghidupkan kawasan pada siang hari dan kurang mendukung pada malam hari. Dipandang dari segi urban design, kondisi kawasan kota lama ditandai dengan : 1. Hilangnya elemen-elemen urban design, antara lain berupa artefak yang rusak, kekacauan urban fabric, fasade, dan komposisi yang kacau. 2. Space-use kawasan dengan pembagian zoning yang kurang jelas. 3. Aktivitas yang tidak memungkinkan kawasan hidup dalam 24 jam setiap harinya, bahkan sebagian besar kawasan telah mengalami suasana mati. Proses Menghidupkan Kembali Kota Lama Kecenderungan dalam perencanaan kota adalah memanfaatkan kembali bangunan-bangunan tua dengan beberapa penyesuaian dan konservasi pada kawasan yang dianggap bersejarah , kuno, atau memiliki kekayaan berupa bangunan kuno berarsitektur spesifik. Pemanfaatan kembali dsangan penyesuaian dan penyerapan konservasi tidak lagi terbatas tujuan pelestarian sejarah, namun juga mencakup pembuatan desain baru serta pemugaran bangunan dan lingkungan yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan baru melalui re-adaptive use. Pada dasarnya pengembangan kota yang telah mengalam ikematian adalah dengan upaya memunculkan kembali aktifitas-aktifitas kegiatan pada Kota Lama. Upaya pemunculan kembali aktifitas kegiatan pada kota lama yang telah mengalami kemerosotan / kemunduran yang merupakan kegiatan yang tidak mudah. Kegiatan tersebut tidak bias dimunculkan begitu saja dilingkungan kota lama. Kegiatan tersebut harus dipancing dengan daya tarik yang ada pada kawasan kota lama. Daya tarik sejarah kota lama hanya merupakan suatu potensi yang dapat dikembangkan. Potensi pengembangan suatu kota sampai saat ini merupakan pengembangan dengan tema perdagangan. Potensi perdagangan komersial telah terbukti mampu menarik perhatian aktifitas kegiatan disekitar daerah perdagangan tersebut. Maka dengan teori seperti ini, dijadikan dasar perancangan ruang trasnsisi pada kawasan bubakan dan Jurnatan. Pentingnya kawasan ini dikarenakan kawasan Bubakan dan Jurnatan merupakan kawasan dengan tata guna lahan bagi perdagangan dan jasa. Selain itu , kawasan Buakan dan Jurnatan merupakan kawasan sebagai salah satu dari tiga buah titik simpul kawasan perkembangan pusat perdagangan di Kota Semarang. Dari perdagangan kawasan Bubakan dan Jurnatan sebagai ruang transisi ini, diharapkan pada pengembangannya akan mengaktifkan kembali kawasan kota lama karena timbulnya aktifitas-aktifitas masyarakat pada Kawasan Bubakan dan Jurnatan yang merembet menuju Kota Lama. Peremajaan Kota / Kawasan Kuno Kawasan kuno merupakan salah satu bagian penting bagi pertumbuhan suatu kota. Kawasan yang oleh Prof. Ir. Eko Budiharjo. Msc. Disebut sebagai bayangan kota ini, mempunyai nilai sejarah dan ekonomi untik perkembangkan kota karena nilai yang tinggi yang masih terpendam, maka ia juga dapat disebut dengan the golden area, atau kawasan tambang emas. Untuk mempertahankan nilai emasnya, maka perlu dioakukan konservasi dan revitalisasi . Konservasi dan revitalisasi ini merupakan usaha dalam upaya peremajaan kota terutama kota yang telah mengalami penurunan kualitas. Peremajaan kota adalah istilah yang digunakan mengenai area yang mengalami penurunan kualitas atau telah terjadi proses kekumuhan. Merosotnya kualitas suatu ruang kota biasanya disebabkan karena beberapa penurunan keadaan kualitas, seperti: 1. Tata letak lingkungan fisik secara keseluruhan tidak memungkinkan lagi untuk menampung jenis kegiatan baru. 2. Tingkat pencapaian yang buruk serta tidak menguntungkan, ruang parkir yang kurang dan tidak dapat diperluas lagi, organisasi ruang serta hubungan fungsional yang buruk, dan sebagainya. 3. Peruntukan lahan tidak lagi sesuai dengan status kawasan tersebut di dalam konteks tata kota. Bila dikaitkan dengan kota, peremajaan kota merupakan upaya penataan kembali suatu ruang kota dengan cara mengganti seluruhnya atau sebagian saja dengan elemen-elemen fisik kota baru dalam pengertian lebih baik dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas suatu ruang kota. Penetaan kembali suatu ruang kota sangat tergantung dari kondisi ruang yang akan ditata. Pada dasarnya tujuan dari penataan kembali mencakup tiga hal pokok, yaitu: 1. Meningkatkan taraf hidup kehidupan pada area yang ditata kembali. 2. Memberikan vitalitas baru 3. Menghidupkan kembali vitalitas yang lama telah pudar. Tujuan dari ketiga hal diatas agar wilaya yang ditata kembali dapat menyumbangkan kontribusi yang lebih baik bagi kehidupan kota baik dilihat dari segi ekonomi, social, budaya,fisik, dan politis. Konservasi Menurut Prof. Eko Budiharjo, M.Sc, manfaat yang dapat di peroleh dari upaya peles tarian, antara lain : 1. Pelestarian memperkaya pengalaman visual, menyalurkan hasrat berkesinambungan, memberi kaitan berarti dengan masa lalu, serta memberi pilihan untuk tinggal dan bekerja disamping lingkungan modern. 2. Pada saat perubahan dan pertumbuhan terjadi secara cepat sepert I saat ini, pelestarian lingkungan lama memberi suasana permanent yang menyegarkan. 3. Pelestarian memberi pengalaman psikologis bagi seseorang untuk dapat melihat, menyentuh, merasakan bukti-bukti sejarah. 4. Pelestarian mewariskan arsitektur, menyediakan catatan histories tentang masa lalu dan melambangkan keterbatasan kehidupan manusia. 5. Pelestarian lingkungan lama adalah salah satu asset komersial dalam kegiatan wisata internasional. Menurut Prof. Budiharjo, M.Sc., dalam The Burra Charter for The Conservation of Places of Cultural Signifigance 1981, tentang preservasi dan konservasi suatu tinjauan teori kota, secara eksplisit diperoleh batasan pengertian konservasi yang mencakup seluruh proses kegiatan mulai dari preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi sampai revitalisasi Revitalisasi Revitalisasi adalah suatu bentuk metoda konservasi untuk menghidupkan kembali suatu kawasasn bengan pengembangan fungsi baru tanpa meninggalkan nilai-nilai lama dan jiwa tempat tersebut. Sedangkamn menurut Ir. Harry Miarsono, M.Arch., revitalisasi adalah merubah suatu tempat agar dapat digunakan unutk fungsi yang lebih sesuai, dimana tidak menuntut perubahan drastic atau hanya memerlukan sedikit dampak. Suatu area pelestarian tidak harus menjadi area yang mati tetapi kegiatan social, ekonomi, dan budidayanya justru perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif dan bangunan baru harus diadaptasi dengan bangunan kuno yang ada. Obyek yang dapat direvitalisasi antara lain peninggalan kebudayaan yang merupakan materi alam yang berupa peninggalan arsitektur, sejarah dan arkeologi. Oleh karena itu lingkup revitalisasi adalah peninggalan kebudayaan atau artefak dan lingkup buatan yang meliputi bangunan. Program revitalisai mencakup strategi yang akan diterapkan pada masing-masing obyek yang memiliki potensi-potensi untuk divitalkan kembali dalam konteks kawasan. Dari strategi vitalisasi tersebut akan menentukkan obyek-obyek mana yang akan direstoasi, rekonstruksi, preservasi, adaptasi/revitralisasi, maupun yang ditambahkan dalam usaha menghidupkan, memvitalkan, dan mengaktifkan kembali kawasan tersebut sehingga dapat berkembang menjadi asset wisata budaya. Tinjauan Teori Perancangan Ruang kota Pada dasarnya masalah ruang kot a produk kota-kota modern secara morfologis banyak tercipta dengan suatu keadaan yang tidak terstruktur, hiarki yang kurang jelas, kurang memberikan rasa ruang yang akrab bagi manusia, serta tidak memberikan integritas terhadap bangunan-bangunan. Penciptaan bangunan-bangunan yang berarti sendiri dalam kaplingnya dan tidak ada keharmonisan antar bangunannya sehingga tidak tercipta rasa ruang, Terbentuknya daerah-daerah yang kurang disukai manusia, dan tidak aman yang akhirnya akan membuat ruang kota tersebut tidak terawatt. Ruang-ruang ini disebut sebagai ruang yang hilang. Pada kebanyakan kota tradisional terbentuk suatu kesatuan yang baik antar banguanan maupun ruang kota terhadap arsitekturnya. Morfolog kota tercipta dalam kesatuan yang utuh antara ruang kota yang disebut void dan massa bangunan yang disebut solid. Mengikuti hasil pengamatan sejarah morfologi kota-kota, maka Roger Trancyk menemukan tiga integrasi antara arsitektur dan ruang kota yaitu : Figure Ground Theory Figure Ground Theory atau juga disebut teori perpetakan, merupakan suatu integrasi yang kukuh daslam massa dan ruang, sehingga membentuk kesatuan anatara solid dan void. Disini yang sangat dominant adalah peranan ruang luar tersebut. Dan kualitas ruang luar sangat ditentukan oleh figure bangunan-bangunan tersebut. Ruang yang mengurung merupakan void yang paling dominant, berskala manusia atau berupa ruang luar berskala interior, yang artinya bahwa, ruang tersebut seperti ruang yang ada di dalam banguanan. Sehingga ruang-ruang yang mengurung tersebut terasa seperti ruang dalam dan oleh kerena itu keakraban antar bangunan sebagai privat dominan dan ruang luar sebagai public dominan dapat menyatu. Linkage Theory Pada dasarnya linkage berarti suatu hubungan antar gerakan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan pergerakkan aktifitas yang terjadi pada beberapa zona makro maupun mikro dengan atau tanpa beragam fungsi yang berkaitan dengan aspek-aspek fisik, sejarah, ekonomi, social budaya dan politik. Dalam pendekatan ini, sirkulasi yang dinamis menjadi penggerak-penggerak dari bentuk kota. Teori ini merupakan suatu pendekatan yang dinamis dari system sirkulasi yang menjadi motor penggerak dari suatu bentuk kota yang berasal dari hubungan garis-garis yang dibentuk oleh jalan, batasan pejalan kaki, ruang terbuka linier, atau elemen-elemen lain yang secara fisik menghubungkan bagian-bagian kota. Place Theory Kalau figure ground maupun linkage banyak ditekankan oleh konfigurasi massa fisik, maka dalam linkage theory merupakan teori yang paling lengkap sehingga tidak hanya terletak pada konfigurasi morfologi ruang, namun integrasi antara aspek fisik dengan masyarakat atau manusia yang merupakan hal yang utama dari perancangan kota. Elemen-elemen Pembentuk Kota Menurut Kevin Lynch dalam bukunya What Time Is This Place, merumuskan prinsip untuk merancang suatu tempat dalam perkotaan A. Path Paths merupakan rute-rute sirkulasi yang dimanfaa tkan oleh manusia untuk bergerak dari sua tu tempat ke tempat lain sehingga dapat berupa jalan-jalan primer dan sekunder, jalur pejalan kaki (pedestrian ways), kanal ataupun jalur jalan kereta api. Semula ini dikenbal jaringan jalan yang merupakan sebuah path berupa jalur jalan arteri primer, arteri sekunder, antar lingkungan, dan antar kota. B. Edges Edges adalah ujung tepian dari suatu kawasan. Batas ini terbentuk Karen pengaruh dari fasade bangunan meupun karena karakteristik fungsinya. Edges merupakan batas-batas suatu district pada sebuah kota (ujung tepian dari matriks atau kawasan kota). Beberapa district/wilayah kadang-kadang tidak bias dibedakan pinggiran atau batasnya karena adanya fungsi-fungsi campuran di wilayah lain atau di perbatasan district lain. Edges dapat berupa jalur pantai, sungai, pantai, penghijauan ataupun jalur kereta api, dapat juga berupa suatu batasan pemisahan dengan karakter kuat. B. District District merupakan suatu area spesifik yang dapat diidentifikasikan batas-batasnya secara fisik. Suatu kota dikomposisikan oleh komponen-komponen kawasan atau wilayah. Biasanya kota mempunyai pusat kota, kadang-kadang mempunyai kota atas/tengah yang berada di areal pemukiman. Disamping itu biasanya terdapat pula kawasan pabrik, pendidikan , rekreasi dan lain-lain. Antar pusat kota, tengah dan pinggir bisanya tidak dibatasi oleh batasan-batasan yang tegas tetapi bercampur dan hanya dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya pusat kota, daerah perumahan, daerah perdagangan, ataupun suatu kampus. D. Landmark Landmark suatu kota merupakan elemen pembentuk kota, dapat berupa bangunan fisik, gubahan massa, ruang ataupun detail arsitektural yang spesifik dan sangat kontekstual terhadap kawasan. Kemungkinan lain elemen tersebut adalah muatan histories yang memberikan pengaruh positif bagi lingkungan apabila eksistensinya diperkuat atau ditimbulkan kembali. Landmark merupakan elemen yang sangat penting pada bentuk kota karena bias membantu masyarakat untuk mengarahkan diri dan mengenali suatu daerah (tetenger kota). E. Nodes Nodes atau pusat kegiatan merupak area yang menjadi pudat aktifitas sehingga orang dapat merasakan suatu perubahan dari struktur ruang, misalnya simpul pertemuan pergerakan, ujung jalan. Fungsi nodes adalah aktif dan lebih berorientasi pada kegiatan, jika dibandingkan dengan landmark yang lebih berorientasi pada bentuk dan yang menjadi titik tolak perhatian adalah visualnya. Kawasan Bubakan dan Jurnatan Semarang sebagai Wilayah Studi KARAKTERISTIK UMUM KAWASAN BUBAKAN DAN JURNATAN Seperti telah diungkapkan didepan, bahwa pertumbuhan bubakan dimulai dengan bukanya Bubakan ini oleh bupati pertama Semarang Ki Ageng Pandan Arang. Bupati Pandan Arang membuka Bubakan sebagai kawasan permukiman. Sampai sekarang, kawasan Bubakan tersebut telah berkembang menjadi kawasan komersial walaupun masih terlihat pada daerah-daerah sekitarnya berupa kawasan pemukiman. Kota Semarang sendiri mempunyai struktur tata ruang kota yang merupakan perpaduan konsep paths and nodes dengan simpul-simpul yang merupakan titik pertemuan pada pola jalan ring and through road. Saat ini pusat kota Semarang dibatasi oleh tiga jalan utama, yaitu Jl. Pemuda, Jl Pandanaran dan Jl.M.T.Haryono yang membentuk segi ting pertumbuhan kawasan, dan sebagai akbat dari konsep path and nodes ini, maka titik-titik simpul tersebut timbul sebagai pusat perdagangan. Dikarenakan merupakan titik simpul dan aktifitas perdagangan, maka kawasan Bubakan dan Jurnatan ini menjadi kawasan yang sangat padat sebagai akibat bertumpuknya aktifitas perdagangan dan jasa yang akan terus berlanjut apabila tanpa dilakukan usaha penataan dan pengembangan kawasan. Sedangkan karakteristik daerah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : A. Kondisi Fisik Secara umum kondisi fisik daerah perancanaan ini berupa dataran yang landai dengan kemiringan tanah antar 0%-2%. Kemiringan ini membujur dari selatan menuju utara kawasan. Sedangkan kondisi jenis tanahnya, kawasan Bubakan dan Jurnatan ini mempunyai jenis tanah alluvial hidromorf. Sebagai kawasan perdagangan dan jasa, kawasan ini mempunyai cirri fisik yang terlihat dengan peralihan beberapa kawasa, dari fungsi pemukimanmenjadi perko taan. Perubahan fungsi ini menuntut perubahan tampak bangunnan menjadi beraneka ragam dan warna. Keanekaragaman tampak bangunan ini telah menjadikan kawasan Bubakan sendiri secara visual mencerminkan kawasan yang sibuk, apalagi didukung dengan lingkungan yang kurang tertata terutama kaki lima-kaki lima serta kemerosotan daya dukung jalan. B. Kondisi Perekonomian Pada kawasan ini, termasuk juga jalan-jalan yang menghubungkannya dengan kawasan disekitarnya, kegiatan bisnis/perdagangan dan jasa sangat mendominasi, kegiatan-kegiatan tersebut meliputi, perdagangan modern dan tradisional (pedagang grosir, pedagang kaki lima), jasa, perbankan, dan hotel, yang diantara satu dengan yang lain nya saling mendukung memenuhi kebutuhan pengguna kawasan ini. Kegiatan-kegiatan utama tersebut menyebabkan pertumbuhan pemukiman yang mempunyai kepadatan tinggi. Kecenderungan perkembangan kegiatan perdagangan pada kawasan ini adalah kesemua arah yang tampak nyata dengan mengikuti jalur lalu-lintas dari dan ke kawasan Bubakan dan Jurnatan ini. C. Kondisi Kependudukan Kawasan Bubakan dan Jurnatan menurut PP No. 50 Tahun 1992 termasuk dalam wilayah kecematan Semarang Tengah. Wilayah kecematan Semarang Tengah mempunyai luas 604,997 Ha, dengan jumlah penduduk (1993) sebanyak 83.858 jiwa. Sedangkan dari sekian jumlah penduduk pada kecematan tersebut, hanya 46.855 jiwa mempunyai mata pencaharrian dan 6.567 jiwa (14,01%) diantaranya berpencaharian sebagai pedagang. TATA GUNA LAHAN KAWASAN PERENCANAAN Menurut rencana tata guna lahan/land use yang disebut dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), kawasan daerah perencanaan Bubakan dan Jurnatan termasuk pada segmen dengan tata guna lahan bagi peruntukan perdagangan dan jasa. Bertolak dari struktur dan image kawasan ini, maka dapat ditentukan magnet-magnet pengembangan pada bagian-bagian tertentu dalam kawasan, yang selanjutnya selain akan menarik perkembangan kegiatan, juga akan menentukan nuansa kawasan. Sedangkan menurut rencana tata ruang kota kawasan perdagangan, kawasan perencanaan merupakan kawasan yang dikembangkan sebagai pusat perdagangan dengan lingkup pelayanan local da regional propinsi. PERAN DAN FUNGSI KAWASAN BUBAKAN DAN JURNATAN Secara umum kawasan perencanaan menurut tata guna lahannya merupakan daerah perdagangan dan jasa. Aktifitas perdagangan dan jasa pada daerah ini, secara regional telah menimbulkan image tersendiri baik bagi penduduk daerah di luar kawasan meupun penduduk didalam daerak kawasan sendiri. Bagi penduduk diluar kawasan, telah menempatkan kawasan sebagai salah satu daerah perdagangan yang dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan mereka. Sedangkan bagi penduduk kawasan ini, daerah perdagangan telah menciptakan matapencaharian bagi mereka. Sebagai kawasan yang berkembang menjadi kawasan pusat perdagangan dan jasa, kawasan perencanaan ini telah mempunyai berbagai fasilitas ayng berperan meningkatkan dan megaktifkan kawasan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain fasilitas perdagangan (ruko) dan perkantoran dalam bentuk retail bangunan, area parker kenderaan, PKL, dan aktifitas alin yang sifatnya menunjang kawasan seperti pejalan kaki dan pangkalan taxi. Fasilitas perdagangan dan perkantoran Fasilitas perdagangan yang berkembang pada daerah perencanaan, meliputi fasilitas perdagangan berupa perkantoran modern, pedagang tradisonal meliputi pedagang kaki lima (PKL), dan grosir. Fasilitas perkantoran disini, pada perkembangannya sampai sekarang tidak seluruhnya mengalami keberhasilan.Fasilitas perkantoran yang berhasil umumnya perkantoran yang terletak disepanjang Jl. K.H. Agus Salim, sedangkan perkantoran pada daerah pedalaman dari kawasan ada sebagian yang mengalami kematian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pey existing dari keadaan perkantoran yang masih aktif. Perkembangan fasilitas perkantoran pada kawasan perencanaan Bubakan dan Jurnatan, umumnya berupa perkantoran bagi fasilitas yang berhubungan dengan jasa. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain Bank, Jasa Agen dan Service. Dari data bangunan pertokoan dan perkantoran di area perencanaan terdapat 177 buah kapling dengan karakteristik : a. Kapling ukuran 6 m x 16 m : 171 buah b. Kapling ukuran 8 m x 16 m : 4 buah c. Kapling ukuran 16 m x 22 m : 22 buah Dari 177 buah kapling yang disiapkan, data pengamatan dilapangan menemukan sebanyak 76 buah kapling yang masih digunakan dengan macam aktifitas 2 buah Bank cabang, 7 buah perkantoran dan jasa, serta67 buah perdagangan. Pencapaian dan Pola Sirkulasi a. Pencapaian Perdapat lima akses yang dapat mencapai pada daerah perencanaan. Arah pencapaian tersebut dibagi menjadi arah pencapaian utama dan arah pencapaian sekunder. Terdapat dua arah pencapaian utama yaitu pencapaian melalui Jl. KH. Agus Salim dari arah barat, dan dari arah timur pencapaian dari Bundaran Taman Jurnatan Yang merupakan titik simpul dari Jl. MT Haryono, Jl. KH. Agus Salim, Jl. Ronggowarsito, dan Tentara Pelajar. Pencapaian ke kawasan perencanaan melalui akses-akses tersebut dapat menggunakan berbagai jenis angkutan, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum. Adapun angkutan umum yang mencapai pada kawasan Bubakan dan Jurnatan dapat berupa taxi, bis kota, angkutan kota, serta becak. b. Pola Sirkulasi Sirkulasi dan arah pergerakan disekitar kawasan perencanaan melalui arah pencapaian utama dan sekunder diatas, pada prinsipnya merupakan penggabungan/terakumulasinya berbagai cara pencapaian/sarana pada jalan-jalan tersebut baik yang menggunakan sarana angkutan ataupun pejalan kaki. Terakumulasinya berbagai sarana pencapaian tersebut dalam satu arah pencapaian akan menimbulkan masalah pada kelancaran arah sirkulasi. Masalah ini menjadi lebih jelas apabila penggunaan fasilitas jalur lalu lintas sebagai sarana parker kenderaan. Fasilitas Parkir Fasilitas parker pada kawasan perencanaan disediakan pada kantong yang dilingkupi oleh Ruko Cendrawasih Indah. Kantong parker ini dilayani oleh dua pintu masuk dan tiga pintu keluar. Selain itu, kantong parker tersebut juga ditambah dengan area parker yang aa di sepanjang Jl. KH Agus Salim dan Jl. Sendowo Timur. . Ruang Terbuka Hijau Pengadaan ruang terbuka hijau pada kawasan perencanaan dengan aktifitas perdagangan sangat kurang, sehingga kawasan ini terasa sangat panas pada siang hari. Kawasan ini sangat padat akan bangunan yang berorientasi pada bisnis tanpa dengan memperhitung ekologi lingkungan. Untuk bangunan yang bersifat perdagangan serta perkantoran sebenarnya dapat digunakan ruang terbuka hijau tanpa dengan mengabaikan nilai ekonomis lingkungan/kawasan. Namun pada kenyataan pengusaha sering mengabaikan akan hal ini, pada hal ruang terbuka hijau dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan seperti kenyamanan lingkungan yang akan menimbulkan daya tarik kawasan terhadap kemunitas masyarakat konsumen. Konsep Pengembangan Ruang Transisi pada Tata Ruang Kawasan Perencanaan Konsep Fungsional sebagai Pengembangan Aktifitas Perancangan ruang transisi dilakukan dengan melakukan redesain bangunan dengan fungsi lama berupa ruko dengan penambahan fasilitas-fasilitas lain yang nantinya akan merupakan bangunan utama kawasan yang bertujuan untuk menghidupkan kawasan perencanaan selama 24 jam. Bangunan ruko yang telah ada terbukti mampu untuk menghidupkan kawasan selama siang hari, walaupun pada malam hari aktifitas hanya berupa aktifitas penghuni ruko tersebut. Potensi ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan aktifitas masyarakat tersebut sehingga aktifitas malam lebih hidup. Perencanaan ruang transisi di kawasan Bubakan dan Jurnatan dengan fasilitas utama sebagai pusat perdagangan dan jasa dengan sifat komersial ini diharapkan menjadi kawasan yang mampu menjadi magnet bagi kawasan-kawasan sekitarnya, terutama kota lama sehingga dalam perkembangan ruang transisi ini secara aktif meningkatkan taraf hidup kawasan sektiar. Arah dari tujuan tersebut dapat dicapai dengan memberikan konsep yang mengoptimalkan penggunaan lahan sebagai lahan perdagangan dan jasa. Tata guna lahan sebagai perdagangan dan jasa ini dikembangkan dengan penggunaan ruang/space-use bersifat komersial rekreatif. Perdagangan dengan konsep ruang komersial rekreatif diharapkan mampu menciptakan magnet kawasan sendiri sehingga akan melahirkan aktifitas komunitas manusia pada kawasan tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, ruang transisi ini diharapkan memberikan upaya bagi kehidupan kota lama. Konsep Arsitektur Kawasan Dipandang secara fungsional dan letaknya, bentuk dan penampilan bangunan padas kawasan diorientasikan mempertahankan kawasan perencanaan sebagai ruang transisi dari kota modern dan kota lama. Sehingga bangunan yang ditampilkan berkarakter bangunan histories Kota Lama berupa bangunan colonial dan juga mempunyai citra sebagai bangunan modern. Pendekatan arsitektural yang dilakukak dengan menggunakan arsitektur Aliran Post-Modern Bangunan yang direncanakan akan mempunyai citra fungsionalnya sebagai bangunan perdagangan dengan konsep komersial-rekreatif. Konsep Ruang Terbuka Konsep tata ruang luar merupakan penciptaan ruang yang terbentuk baik akibat penataan massa-massa bangunan maupun karena sengaja dicipakan untuk keperluan tertentu. Konsep Tata Hijau a. Memberikan nilai tambah pada lingkungan secara estetis, visual, psikologis b. Menjaga dan mempertahankan kelestarian lingkungan, system ekologi secara klimatologis sebagai pengatur iklim, penyaring udara kotor, dan sebagai media konservasi tanah. c. Sebagai unsur pengarah pada koridor tertentu. d. Sebagai elemen pembentuk dan penguat figure ruang terbuka maupun fasade bangunan. Konsep Pemetaan (Figure Ground) a. Mengarahkan jalur pejalan kaki pada kawasan perencanaan dengan simpul pada tempat parker dan menciptakan ruang-ruang terbuka sebagai wadah kegiatan/ komunitas masyarakat. b. Mengarahkan jalur lintas dengan system hubungan antar kota modern dengan Axis Taman Jurnatan dan Kota Lama dengan axis kawasan depan Gereja Blenduk. c. Menempatkan konfigurasi bangunan dengan menyesuaikan dengan struktur masa bangunan perencanaan konservasi Kota Lama menurut RTBL. Konsep Sirkulasi dan Parkir a. Pemecahan sistem sirkulasi kenderaan di kawasan perencanaan yang tidak mengganggu aktifitas di public open space. b. Integrasi sarana pejalan kaki harus dikaitkan atau merupakan bagian yang integral dengan system transportasi umum, pemberhentian angkutan kota, ruang terbuka dan sebagainya. c. Pedestrian dicviptakan guna menghidupkan dan menigkatkan potensi kawasan. d. Melengkapi jalan bagi pejalan kaki dengan street furniture yang memadai, serta lampu pedestrian, sitting group, tempat ibadah, dan gardu telepon. PROGRAM RUANG Kelompok Aktifitas Utama 1. Kelompok pertokoan dan perkantoran Bangunan Pertokoan Luas Pertokoan permanent 6 x 16 m2 6464 m2 Pertokoan permanent 8 x 16 m2 384 m2 Pedagang Kaki Lima (PKL) 117 m2 Jumlah Sirkulasi 10% Total 20661 m2 6198,3 m2 26859,3 m2 Perkantoran Luas Jumlah 1 unit Bank 1280 m2 2 unit Bank 2560 m2 2. Arena Rekreatif a. Gedung Pertunjukkan Ruang Luas Ruang Tunggu 567 m2 Ruang Penonton 1050 m2 Ruang tiket 15 m2 Panggung 90 m2 Gudang 10 m2 KM/WC 27 m2 Wastafel 3,6 m2 R. Pakaian 10 m2 R. Tunggu penari 18 m2 Bengkel Kerja 40 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 1830,6 m2 549,18 m2 2379,78 m2 b. Open restaurant Ruang Luas Ruang Makan 131,25 m2 Ruang Pelayan 11,25 m2 Kasir 3 m2 Dapur dan Ruang cuci 25 m2 Lavatory 6,5 m2 Gudang kering 9 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 186 m2 55,8 m2 24,8 m2 c. Café, bar, dan bilyar Ruang Luas Resepsionis 6 m2 Kasir 3 m2 Ruang Keamanan 6 m2 Café dan bar 64,5 m2 Discotique 22,5 m2 Ruang permainan • Bilyar • Ruang Score 136,88 m2 31,5 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 270,38 m2 81,11 m2 351,49 m2 d. Galeri Ruang Luas Ruang Display a. 2D 30 m2 b. 3D 90 m2 Ruang Service 72 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 112 m2 33,6 m2 145,6 m2 Jadi luas total untuk ruang utama : 32537,97 m2 Kelompok Aktifitas Utama a. Ruang Pengelola Bangunan Rekreatif Ruang Luas R. Manager 25 m2 R. Sekretaris 10 m2 R. Staf 40 m2 R. Rapat 10,5 m2 Dapur 12 m2 KM/WC 2,6 m2 Gudang 6 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 106,1 m2 31,83 m2 137,93 m2 b. Mushola Ruang Luas Ruang Sholat 80 m2 Ruang Wudhu 12 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 92 m2 27,6 m2 119,6 m2 c. Warpostel Ruang Luas Ruang tunggu 36 m2 Ruang Administrasi 20 m2 Box telepon 7,2 m2 Lavatory 6,5 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Total 69,7 m2 6,97 m2 76,67 m2 Jadi luas untuk ruang penunjang : 334,2 m2 Kelompok Aktifitas Pelayanan Ruang Luas Pos Keamanan 16 m2 Tempat parker • Roda Dua • Roda Empat 793,6 m2 852,5 m2 Jumlah Sirkulasi 30% Jumlah 1646,1 m2 1646,1 m2 3292,2 m2 Total 3308,2 m2 Jadi Luas untuk ruang Pelayanan : 3308,2 m2 Luas Ruang yang dibutuhkan : a. Kelompok Ruang Utama : 32537,97 m2 b. Kelompok ruang penunjang : 334,2 m2 c. Kelompok Ruang Pelayanan : 3308,2 m2 Jumlah total kebutuhan Ruang = 36180,37 m2 Luasan seluruh tapak bagi ruang komersial + 33.000 m2 Jumlah kebutuhan ruang Terbuka (20% total area komersial) = 20% x 30.000m2 = 6000 m2 DAFTAR PUSTAKA 1. Bappeda Tingkat II Kotamadya Semarang, Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Semarang BWK I (Kecamatan Semarang Timur, Tengah, Selatan) Tahun Anggaran 1995/1996 – 2004/2005, Semarang 2. Bappeda Tingkat II Kotamadia Semarang, Rencana Teknik Ruang Kota Semarang, Kawasan Pusat Perdagangan Tahun Anggaran 1991/1992 – 2011/1012, Semarang. 3. Budihardjo Eko, Prof. Ir. Msc. Arsitektur Pembangunan dan Konservasi, Penerbit Djambatan, 1997. 4. Catanese, Anthony J., Snyder, Perencanaan Kota, Erlangga, Jakarta, 1986 5. D.K. Ching, Francis, Arsitektur, Bentuk & Susunannya. Erlangga, Jakarta, 1979. 6. Pemerintah Daerah Kotamadya Tingkat II Semarang, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Tahun Anggaran 1995/1996, Semarang.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:5932
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:28 Jan 2010 11:05
Last Modified:28 Jan 2010 11:05

Repository Staff Only: item control page