Indrosaptono, Djoko (2003) PENEKANAN DESAIN RIVERFRONT PARK PADA PERANCANGAN PENATAAN BANTARAN KALI BANJIR KANAL BARAT KOTA SEMARANG. Jurnal Jurusan Arsitektur, 1 . pp. 20-33. ISSN 0853 2877
| PDF - Published Version 68Kb |
Abstract
Kota-kota di wilayah Pantura (pantai Utara Pulau Jawa) merupakan kota-kota tepian air (waterfront cities) yang sarat dengan potensi dan masalah penyelesaian pengaliran air dari wilayah di daerah pegunungan ke arah laut. Semarang sebagai salah satu kota tepian air memiliki beberapa sungai / kali besar baik alami maupun buatan / rekayasa yang potensi dan masalah menarik untuk dikaji penataannya dalam lingkup perancangan kota / kawasan. Salah satu dari dua kanal / kali yang pada awalnya dirancang untuk mengatasi masalah banjir di kota Semarang adalah Banjir Kanal Barat. Kali Banjir Kanal Barat merupakan kelanjutan dari ruas kali Garang yang mengalir dari gunung Ungaran ke Utara pada pertemuan 2 cabang utama, yaitu sungai Kripik dan sungai Kreo, masing-masing kurang lebih 12 km dan 10 km dihitung dari hulu ke mulut sungai. Satuan Wilayah Sungai (SWS) kali Banjir Kanal Barat Semarang meliputi wilayah seluas ± 11.946,26 Ha. Pada pembahasan kajian penataan kawasan tepian Kali Banjir Kanal Barat ini menggunakan konsep pengembangan taman. Konsep pengembangan taman ini adalah menyediakan pelebaran jalan masuk publik riverfront yang berkualitas tinggi sebagai bagian dari pengembangan fungsi baru yang utama di jantung barat kota Semarang. Konsep Riverfront Park digunakan sebagai penekanan desain pada kawasan ini yang merupakan fasilitas umum. Taman ini merupakan bagian dari perkembangan fungsi gabungan yang luas di tepi cabang utama sungai Banjir Kanal Barat. Riverfront Park merupakan hasil kolaborasi desain ruang luar dari bantaran sungai Banjir Kanal Barat dengan unit-unit bangunan penunjang di antaranya restoran dan kefetaria outdoor yang merupakan pemandangan indah bagi pejalan kaki yang melewati taman ini. Kata kunci : bantaran, kanal, riverfront Latar Belakang Kota Semarang seperti halnya kota-kota di wilayah Pantura (pantai Utara Pulau Jawa) merupakan kota-kota tepian air (waterfront cities) yang sarat dengan potensi dan masalah penyelesaian pengaliran air dari wilayah di daerah pegunungan ke arah laut. Semarang sebagai salah satu kota tepian air memiliki beberapa sungai / kali besar baik alami maupun buatan / rekayasa yang potensi dan masalah menarik untuk dikaji penataannya dalam lingkup perancangan kota / kawasan. Salah satu dari dua kanal / kali yang pada awalnya dirancang untuk mengatasi masalah banjir di kota Semarang adalah Banjir Kanal Barat. Kali Banjir Kanal Barat merupakan kelanjutan dari ruas kali Garang yang mengalir dari gunung Ungaran ke Utara pada pertemuan 2 cabang utama, yaitu sungai Kripik dan sungai Kreo, masing-masing kurang lebih 12 km dan 10 km dihitung dari hulu ke mulut sungai. Keseluruhan area tangkapan kira-kira 204 km², yang termasuk area tangkapan 70 km² untuk sungai Kreo (panjang sungai berkisar 12 km) dan 34 km² untuk sungai Kripik (panjang sungai berkisar 8 km). Satuan Wilayah Sungai (SWS) kali Banjir Kanal Barat Semarang seluas ± 11.946,26 Ha. Konsep pengembangan taman ini adalah menyediakan pelebaran jalan masuk publik riverfront yang berkualitas tinggi sebagai bagian dari pengembangan fungsi baru yang utama di jantung kota Chicago. Riverfront Park merupakan fasilitas umum seluas 10 acre, taman ini merupakan bagian dari perkembangan fungsi gabungan yang luas di tepi cabang utama sungai Chicago. Riverfront Park merupakan hasil kolaborasi desain ruang luar dari Quaker Tower dan Nikko Hotel. Dengan restoran dan kefetaria outdoor yang merupakan pemandangan indah bagi pejalan kaki yang melewati taman ini Tinjauan Bantaran Kali Banjir Kanal Barat dan Lingkungan Sekitar A. Tinjauan Kali Banjir Kanal Barat terhadap kota Semarang 1. FISIK Kali Banjir Kanal Barat merupakan kelanjutan dari ruas kali Garang yang mengalir dari gunung Ungaran ke Utara pada pertemuan 2 cabang utama, yaitu sungai Kripik dan sungai Kreo, masing-masing kuran lebih 12 km dan 10 km dihitung dari hulu ke mulut sungai. Keseluruhan area tangkapan kira-kira 204 km², yang termasuk area tangkapan 70 km² untuk sungai Kreo (panjang sungai berkisar 12 km) dan 34 km² untuk sungai Kripik (panjang sungai berkisar 8 km). Satuan Wilayah Sungai (SWS) kali Banjir Kanal Barat Semarang seluas ± 11.946,26 Ha. Bendungan Simongan, berlokasi kira-kira 5,3 km dihitung dari hulu ke mulut sungai, adalah struktur sungai Mayor dari Kali Banjir Kanal Barat / kali Garang dan aliran di bawah kanal inilah yang disebut sebagai kali Banjir Kanal Barat yang langsung menuju ke Laut Jawa. Saat ini Banjir Kanal Barat berfungsi sebagai saluran pembuangan air (drainase) utama kota bagi kota Semarang yang akan meneruskan pembuangan air ke Laut Utara (Laut Jawa). Kali Banjir Kanal Barat memiliki lebar yang cukup besar, kurang lebih 50 m, dengan aliran air yang cukup tenang karena dasar sungainya yang landai. 2. NON FISIK Pemanfaatan ruang yang tidak teratur di sekitar bantaran kali Banjir Kanal Barat mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan di sekitar bantaran sungai. Kondisi ini dapat dijumpai dari kebiasaan masyarakat setempat yang menjadikan sebagian bantaran sebagai tempat pembuangan sampah akhir, pemanfaatan bantaran sungai yang mengabaikan fungsi kanal sebagai penahan banjir. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang baik dari seluruh kegiatan yang menggunakan bantaran kali Banjir Kanal Barat sebagai medianya. B. Bantaran Kali Banjir Kanal Barat Semarang 1. DEFINISI BANTARAN SUNGAI Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 1991 tentang sungai, pada pasal 1 menyebutkan tentang definisi-definisi sebagai berikut : a) Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. b) Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. 2. KONDISI FISIK BANTARAN KALI BANJIR KANAL BARAT SEMARANG Bantaran kali Banjir Kanal Barat terjadi sebagai akibat dari endapan sedimentasi yang merupakan lanjutan erosi yang dibawa aliran Kali Garang. Pengerasan sedimentasi ini juga terlihat pada tepi-tepi sungai, mengakibatkan penyempitan pada badan sungai. Pada daerah bantaran sungai, terdapat 2 area bantaran, yaitu bantaran sungai sebelah Barat dan Timur. • Bantaran Sungai Bagian Barat Bantaran sungai bagian Barat merupakan bagian lahan yang sering dimanfaatkan warga setempat sebagai sarana olahraga, tetapi semakin ke arah Utara pemanfaatan bantaran sebagai sarana olahraga semakin kurang hal ini disebabkan karena lebar bantaran yang mkin menyempit. Dari segi pemanfaatan, bantaran bagian Barat dekat dengan konsentrasi penduduk. Perbedaan ketinggian dengan tanggul berkisar antara 3.00 – 1.00 m, semakin ke Utara perbedaan ketinggian terhadap tanggul semakin kecil. Lebar bantaran sungai bagian Barat yang efektif dipergunakan selebar sekitar 10.00 – 70.00 m. • Bantaran Sungai Bagian Timur Bantaran bagian Timur mempunyai lebar antara 20.00 – 85.00 m, semakin ke Utara semakin lebar. Pada bantaran Timur ini sebagian dimanfaatkan warga untuk berdagang kaki lima (sekitar jembatan Karangayu) dan sebagian dimanfaatkan warga sebagai sarana olah raga (sekitar jalan Kokrosono s.d. Tanah Mas). Perbedaan ketinggian tanggul berkisar antara 3.00 – 1.00 m. Kelebihan bantaran bagian Barat dibandingkan dengan sebelah Timur adalah pada beberapa tempat terdapat lebih banyak lahan kosong dengan lebar efektif yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi. Selain itu area pencapaian ke arah kawasan rekreasi yang akan direncanakan tersebut juga lebih optimal untuk diolah. Analisa Potensi Bantarann Kali Banjir Kanal Barat Semarang Sebagai Kawasan Rekreasi Kota A. Kawasan Rekreasi sebagai Kebutuhan bagi Kota Semarang Kota Semarang yang berada di bagian Utara propinsi Jawa Tengah mempunyai karakter tersendiri dalam kegiatan, maupun dalam perkembangan fisik kota. Kota Semarang dilintasi jalan arteri primer yang menghubungkan kota Jakarta dan Surabaya, serta kearah Selatan dihubungkan dengan kota Surakarta dan Yogyakarta. Dengan disukung struktur jalan tersebut, serta daerah belakang propinsi Jawa Tengah maka perkembangan kota-kota besar di propinsi lain akan mendorong pertumbuhan kota Semarang. Dari segi kedudukan lokasional, kota Semarang mempunyai kesempatan memanfaatkan keuntungan-keuntungan lokasi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kondisi tersebut sangat memungkinkan kota Semarang akan berkembang pesat di bidang ekonomi menuju kota industri. Untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan psiko-logi masyarakat kota Semarang, perlu diperhatikan pula kebutuhan masyarakat Semarang terhadap ruang-ruang publik yang bersifat rekreatif. Berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Arus wisatawan Jawa Tengah 1997 yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah, menyebutkan bahwa jumlah pengunjung pada214 obyek wisata di Jawa Tengah pada tahun 1997 mencapai jumlah 14.266.188 orang, sehingga diperkirakan rata-rata tiap obyeknya dikunjungi 66.664 orang. Penyelenggaraan kegiatan paket wisata ke Jawa Tengah tahun 1997 mencapai 158 buah yang terdiri dari agen perjalanan dan lembaga swadaya masyarakat. Sedangkan 10 besar daerah yang paling banyak disinggahi paket wisata berturut-turut menurut ranking kunjungan adalah : • Kabupaten Magelang : 2. 459.013 orang ( 7 obyek wisata ) • Kabupaten Klaten : 1.400.208 orang ( 12 obyek wisata ) • Kabupaten Demak : 1.301.301 orang ( 2 obyek wisata ) • Kodia Semarang : 905.952 orang (19 objek wisata) • Kodia Surakarta : 708.705 orang (9 objek wisata) • Kabupaten Sragen : 698.978 orang (4 objek wisata) • Kabupaten Kebumen : 573.313 orang (7 objek wisata) • Kodia Magelang : 549.513 orang (5 objek wisata) • Kabupaten Jepara : 543.793 orang (12 objek wisata) • Kabupaten Kudus : 542.951 orang (10 objek wisata) Dari angka tersebut dapat diketahui bahwa Kotamadia Semarang termasuk dalam empat besar daerah yang paling banyak disinggahi paket wisata Di wilayah Kodia Dati II Kota Semarang pada akhir tahun 1996 terdapat 19 objek dan daya tarik wisata alam, enam buah objek dan daya tarik wisata/budaya sejarah dan sepuluh buah objek dan daya tarik wisata buatan. Secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel Penyebaran Objek dan Daya Tarik Wisata Di Kodia Dati II Semarang No.. Objek dan Daya Tarik Wisata Lokasi Jenis Keterangan 1 2 3 4 5 1 Taman Lele Semarang barat Buatan Bersifat alam 2 Taman Budaya Raden Saleh Semarang Selatan -Barat Budaya Sejarah 3 Marga Raya Tinjomoyo Semarang Selatan - Barat Buatan Bersifat alam 4 Museum Jamu Ny. Meneer Semarang Utara Budaya/Sejarah 5 Museum Jawa Tengah Semarang Barat Budaya/Sejarah 6 Museum Mandala Bhakti Semarang Utara-Tengah Budaya/Sejarah 7 Museum Jamu Jago (MURI) Semarang Selatan-Barat Budaya/Sejarah 8 Wisata Alam Gua Kreo Semarang Barat Alam 9 Taman Maerakaca Semarang Utara-Tengah Buatan 10 Taman Rekreasi Majapahit Semarang Timur-Selatan Alam 11 OASIS Swimming Pool Semarang Selatan-Tengah Buatan 12 Pondok Sehat Club Semarang Barat Buatan 13 Pantai Marina Semarang Utara-Tengah Buatan 14 Kolam Renang Stadion Semarang Tengah Buatan Telah dibuatkan di Semarang Timur-selatan (Gelanggang Remaja Majapahit) 15 KR. Tirta Indah Semarang Barat Buatan 16 ISC Semarang Tengah Buatan 17 KR. Villa Bukit Mas Semarang Selatan-Barat Buatan Bersifat Alam 18 Gelanggang Remaja Majapahit Semarang Timur-Selatan Buatan Sumber : Data Statistik Arus Pariwisata Jawa Tengah Dari data di atas dapat terlihat bahwa objek dan daya tarik wisata buatan menempati jumlah terbanyak tetapi ternyata objek buatan tersebut cenderung meniru alam atau menghadirkan nuansa alam sebagai daya tarik utamanya. Keberhasilan suatu penyelenggaraan kegiatan wisata antara lain ditunjukkan oleh semakin banyaknya jumlah pengunjung/wisatawan dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi juga di wilayah Kodia Semarang. Pada tahun 1995 jumlsh pengunjung ke seluruh objek dari daya tarik wisata adalah 457.504 orang, Pada tahun 1996 jumlah pengunjung mencapai 496.088 orang, pada tahun 1997 terjadi penurunan menjadi 296.562 orang Bila ditelaah lebih lanjut, hal ini disebabkan antara lain dengan ditutupnya objek rekreasi Pantai Tanjung Mas yang pada tahun-tehun sebelumnya telah memberikan kontribusi yang besar sebagai objek wisata yang potensial. Selain itu ditinjaumdari minat kunjungan, temoat rekreasi bersifat alam, baik pada objek alami maupun buatan, merupakan prioritas utama. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pengunjung sebenarnya lebih tertarik untuk mengunjungi objek-objek rekreasi yang bernuansa alam. Tuntutan ini seiring dengan fakta makin surutnya kuantitas dan kualitas objek-objek wisata di Semarang yang bernuansa alam (misalnya tidak berfungsinya Pantai Tanjung Mas dan perubahan fungsi Tman Tabanas di Gombel). Dengan jumlah penduduk kota Semarang yang terus meningkat, diproyeksikan pada tahun 2005 sebesar 1.450.133 jiwa (sumver : RDTRK Kodia Semarang 1995-2005), sebagai konsekuensinya adalah masih dibutuhkan peningkatan kuantitas dan kualitas kawasan rekreasi dengan nuansa alami. Rencana kebutuhan ruang untuk fasilitas olahraga dan rekreasi yang disediakan oleh Pmerintah Daerah Tingkat II Semarang pada tahun 2005 adalah ± 6.491 Ha. Sifat kegiatan pariwisata Regional di kawasan Semarang, diarahkan untuk maksud-maksud pendekatan di samping kebutuhan-kebutuhan relaksasi, antara lain akan dikembangkan kegiatan pariwisata yang berorientasi kepada kegiatan samudera dan pegunungan dan mempunyai kriteria-kriteria yang bersifat aktif maupun pasif. B. Potensi Bantaran Kali Banjir Kanal Barat dan Lingkungan Sekitar Sesuai dengan tujuan pembahasan adalah mengadakan penyusunan data dan penganalisaan segala permasalahan dan potensi yang terkait dengan penataan kali Banjir Kanal Barat dan lingkungan sekitar sebagai kawasan rekreasi kota, maka pada kajian ini diutamakan pada analisa potensi kepariwisataan. Kali Banjir Kanal Barat dengan panjang ± 5.3 km dan lebar bentangan 160 m merupakan ruang kota dengan view yang bisa dioptimalkan sebagai ruang rekreasi bagi kota Semarang. Pemandangan terhadap ruang yang lapang dengan aliran air yang stabil di tengah kota merupakan suasana lain yang berbeda dari pemandangan yang ada di kota Semarang. Berdasarkan Studi Master Plan dan Studi Kelayakan Banjir Kanal Barat yang dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 1993 menyebutkan bahwa debit air kali Banjir Kanal Barat untuk periode 100 tahunan adalah sebesar 980 m³/detik. Hal ini merupakan potensi alami yang menjamin kestabilan arus sungai tiap tahun. Debit sungai yang besar ini dapat dimanfaatkan oleh warga untuk melakukan kegiatan rekreasi air, seperti dayung, becak air. Letak kali Banjir Kanal Barat berada di jalur utama transportasi kota Semarang yang memungkinkan lokasi kali Banjir Kanal Barat mudah dicapai dari berbagai jurusan. Sarana transportasi yang menuju keli Bajir Kanal Barat relatif memadai dan memiliki waktu pelayanan yang panjang. Selain itu dengan loasi yang strategis ini, pemandangan di sekitar kali Banjir Kanal Barat dapat dinikmati oleh warga kota yang melalui jalan-jalan di sekitar kali. Sesuai dengan Rencana Induk dari JICA (1993), kali Banjir Kanal Barat direncanakan sebagai saluran drainase kota, bukan semata-mata sebagai banjir kanal (floodways). Bantaran sungai yang terbentuk dari proses pengendapan lumpur (sedimentasi) akibat banjir merupakan lahan yang dapat dioptimalkan untuk diolah sebagai kawasan rekreasi kota. Bantaran tersebut dapat dikembangkan sebagai taman kota, open space atau ruang olahraga bagi warga, sementara lingkungan di sekitar bbantaran dapat dikembangkan menjadi sarana pendukung bagi pengembangan bantaran sebagai kawasan rekreasi. C. Permasalahan Bantaran Kali Banjir Kanal Barat dan Lingkungan Sekitar Beberapa permasalahan yang saat ini yang ada di kali Banjir Kanal Barat Semarang kaitannya dengan rencana penataan bantaran kali sebagai kawasan rekreasi kota di antaranya : 1. PERMASALAHAN FISIK Permasalahan utama bagi pemanfaatan bantaran kali Banjir Kanal Barat adalah penanganan teknis terhadap bahaya banjir. Pemanfaatan lahan yang melanggar batas pengelolaan sungai dan sedimentasi merupakan penyebab bahaya banjir yang melanda kali Garang dan Banjir Kanal Barat Semarang pada tahun 1990. Besarnya sedimentasi yang terjadi, bila tidak ditangani sevara khusus dan menyeluruh akan menyebabkan saluran semakin menyempit dengan arah aliran yang semakin tidak teratur. Banyaknya limbah, terutama limbah industri hulu yang dibuang melalui kali Garang dan kali Banjir Kanal Barat membuat kualitas air sungai lambat laun menurun. Hal ini mempengaruhi potensi air sungai untuk dioptimalkan sebagai potensi rekreasi, karena kebersihan merupakan faktor utama menarik tidaknya suatu fasilitas rekreasi. Peremasalahan fisik lain yang berkenaan dengan tata aturan pemanfaatan sungai adalah ketentuan tentang jarak bangunan dari sungai, ketentuan pemanfaatan bantaran dan ketentuan tentang struktur bangunan. Hal ini tebtu harus diperhatikan secara seksama karena akan menyangkut penyesuaian aturan dan perlu terobosan khusus dalam pelaksanaannya. 2. PERMASALAHAN SOSIAL EKONOMI Permaslahan sosial ekonomi yang ada di sekitar bantaran kali Banjir Kanal Barat adalah tumbuhnya sektor ekonomi non formal di tepi bantaran. Pertumbuhan ini merupakan gejala alami dan bersifat non permanen. Bila tidak dikendalikan lebih lanjut, kondisi ini akan mempengaruhi kualitas ruang dan pemandangan bagi warga setempat. Permasalahan lain adlah kentalnya nuansa pemukiman padat dengan fungsi campuran di sepanjang bantaran kali Banjir Kanal Barat Semarang. Dengan adanya rencana penataan sebagai kawasan rekreasi kota, kondisi ini perlu dipertimbangkan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat diterima masyarakat setempat. 3. PERMASALAHAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN Pengelolaan operasional kali Banjir Kanal Barat saat ini dilakukan oleh Dinas PU Pengairan Propinsi Dati I Jawa Tengah. Untuk pemanfaatan lebih lanjut sebagai kawasan rekreasi kota diperlukan adanya penyesuaian kewenangnan pengelolaan, terutama pada fasilitas rekreasi. Diperlukan adanya pembagian kewenangan yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih tanggung jawab. 3. SISTEM JARINGAN UTILITAS Secara umum, sistem jaringan utilitas di tiga zona telah merata dalam hal penyediaan fasilitasnya, secara lengkap dapat diuraikan seperti di bawah ini : • Jaringan Listrik Ketiga zona dilalui oleh Jaringan Tegangan Ekstra Tinggi dan Jaringan Menengah. • Jaringan Air Bersih Ketiga zona dilalui oleh jaringan sekunder • Jaringan Telekomunikasi Ketiga zona dilalui oleh jaringan tersier. • Jaringan Sampah Kecuali di kelurahan Tawang Mas dan Bendungan, ketiga zona dilalui oleh rute angkutan container sampah dan masing-masing zona telah ditetapkan sebagai lokasi transfer depo kntainer sampah. Analisa : Untuk pengembangan lebih lanjut sebagai kawasan rekreasi, zona 2 memiliki potensi yang besar dlihat dari segi kelengkapan jaringan utilitas kota yang melayani zona ini. 4. LEBAR BANTARAN • Zona 1 Bantaran di sebelah Timur dan Barat dapat dimanfaatkan untuk diolah lebih lanjut dengan lebar masing-masing ± 25 m. Untuk rencana pengeembangan, lebar bantaran di zona 1 ini masih termasuk dalam kategori kecil. • Zona 2 Bantaran di sebelah Timur memiliki lebar yang lebih besar dibandingkan sebelah Barat. Bantaran di sebelah Timur memiliki lebar ± 85 m dan sebelah Barat memiliki lebar ± 10 m. Bantaran di zona 2 sebelah Timur lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi dan termasuk dalam kategori besar. Lebar bantaran di sebelah Timur (± 85 m) lebih lebar dibandingkan sebelah Barat (± 10 m). Bantaran sebelah Timur memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi (sumber : dokumentasi) • Zona 3 Bantaran di sebelah Timur memiliki lebar yang lebih besar dibandingkan sebelah Barat. Bantaran sebelah Barat memiliki lebar ± 70 m dan sebelah Barat memiliki lebar ± 10 m. Bantaran di zona 3 sebelah Timur dapat dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi kota dan termasuk dalam kategori sedang. Gambar 4.6 Lebar Bantaran di Zona 3 Lebar bantaran di sebelah Timur (± 70 m) lebih lebar dibandingkan sebelah Barat (± 10 m) (sumber : dokumentasi) Analisa : Berdasarkan analisa terhadap lebar pemanfaatan bantaran sungai, bantaran di zona 2 lebih berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi kota karena memiliki lebar bantaran yang cukup besar, yaitu ± 85 m. 5. KEGIATAN KAWASAN • Zona 1 Kegiatan yang menonjol di kawasan ini adalah PKL (informal) di ruas jalan Basudewo dan beberapa lokasi di jalan Bojong Salaman s.d. jalan Simongan. Intensitas kegiatan yang berlangsung termasuk dalam kategori sedang. • Zona 2 Kegiatan yang menonjol di kawasan ini adalah PKL Kokrosono, baik yang sudah ditata dalam kios maupun yang tumbuh di pinggir jalan Kokrosono, PKL Kokrosono memiliki karakter yang khas, seperti PKL yang telah eksis di Semarang, yaitu PKL Barito. Intensitas kegiatan yang berlangsung termasuk dalam kategori tinggi. Kegiatan PKL Kokrosono merupakan potensi bagi embrio kegiatan yang akan dikembangkan di kawasan rekreasi yang akan direncanakan, seperti pasar rakyat, festival market place. • Zona 3 Kegiatan yang menonjol di zona 3 adalah kegiatan permukiman, perkantoran pemerintah dan industri. Analisa : Berdasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan yang telah ada merupakan embrio yang akan dikembangkan pada kawasan rekreasi ini, maka kegiatan yang ada di zona 2 (PKL Kokrosono) merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai kegiatan pendukung kawasan rekreasi Banjir Kanal Barat. 6. VIEW • Zona 1 • View yang bisa dinikmati dari zona 1 adalah bendungan Simongan dengan panorama airnya. Sementara itu, aliran sungai di sekitar bendungan tidak bisa dinikmati karena pada badan sungai terjadi pengendapan yang menyebabkan arus sungai tidak bisa dinikmati sebagai pemandangan. Aliran sungai mulai bisa dinikmati setelah dari jembatan Simongan. • Zona 2 • View yang bisa dinikmati berupa aliran sungai yang stabil dan pemandangan sepanjang bantara yang cukup rata. Dari zona 2 dapat dinikmati kontinuitas pemandangan dari gunung Ungaran yang terlihat pada saat cuaca cerah. • Zona 3 • View yang dapat dinikmati dari zona 3 adalah aliran sungai yang stabil, bantaran yang rata dan fasade yang atraktif dari ruko perumahan Semarang Indah yang ada di sebelah Barat sungai. Analisa : Salah satu atraksi rekreasi air yang akan dikembangkan adalah berupa perjalanan wisata sungai, maka potensi view yang bisa dinikmati di sepanjang bantaran menjadi penekanan khusus. Zona 2 dan zona 3 memiliki potensi view yang optimal untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi. Analisa Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur A. Dasar Analisa 1. SISTEM DAN SIFAT PENGOLAHAN Mengingat pengelolaan suatu kawasan rekreasi sangat menentukan kesuksesan operasional kawasan rekreasi tersebut, oleh karena itu diperlukan adanya sistem pengelolaan yang profesional sehingga dapat berhasil dengan baik. Sistem pengelolaan kawasan rekreasi di bantaran kali Banjir Kanal Barat dilakukan secara bersama oleh beberapa pihak, yaitu Pemerintah Daerah Tingkat II Semarang sebagai pemilik, instansi/dinas terkait (Dinas PU Pengairan dan Dinas Pariwisata) sebagai pendamping dan pihak swasta sebagai pengelola operasional dan investor. Untuk lebih jelasnya, sistem pengelolaan tersebut dapat digambarkan pada skema berikut ini : Sifat pengelolaan kawasan rekreasi ini bersifat low profit oriented dan subsidi silang. Dengan sifat low profit oriented, akan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat di segala lapisan untuk dapat menikmati kawasan rekreasi ini, baik sebagai pengunjung maupun penyewa. Mengingat keterbatasan pendanaan serta masih kurangnya minat awal dari investor, maka diusulkan agar pendanaaan kawasan rekreasi ini dilakukan secara campuran, artinya didanai oleh berbagai pihak (dalam hal ini masing-masing pihak akan memperoleh keuntungan baik material maupu non material). Untuk pembangunan fasilitas penunjang bagi masyarakat dilakukan dengan cara subsidi silang. Subsidi silang ini dapat dilakukan dengan cara pihak yang membangun fasilitas profit oriented diharuskan juga membangun fasilitas penunjang bagi masyarakat. 2. FUNGSI Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, fungsi dari kawasan rekreasi kota yang akan direncanakan di sepanjang bantaran kali Banjir Kanal Barat Semarang dan Lingkungan sekitar ini adalah sebagai taman rekreasi bagi warga kota yang bernuansa sungai (air). Fungsi ini dilengkapi juga dengan keberadaan fasilitas penunjang yang mampu mewadahi aktivitas yang sudah ada maupun yang merupakan wahana baru. B. Analisa Arsitektur Kota 1. DESAIN KAWASAN Desain yang ditekankan adalah perencanaan alur kegiatan dan sirkulasi yang mampu memberikan kenyamanan terhadap pelayanan yang dilakukan di kawasan rekreasi yang direncanakan. Hal tersebut didukung pula dengan kelengkapan fasilitas dan utilitas bangunan yang memadai. Perencanaan ruang luar dan lansekap yang direncanakan diupayakan mampu memberikan kontribusi bagi arsitektur kota Semarang. Penataan bantaran kali Banjir Kanal Barat dan diakukan dengan cara mengembangkan kegiatan yang sudah ada sebagai penggerak awal dan didukung dengan kegiatan rekreasi lain yang diarahkan sesuai perencanaan sebagai kawasan rekreasi kota. Kawasan rekreasi yang akan direncanakan merupakan katalis bagi lingkungansekitarnya. 2. ANALISA DESAIN Pendekatan desain dilakukan terhadap dua aspek, yaitu tata ruang luar (lansekap) dan bangunan penunjang. Pendekatan terhadap penataan ruang luar (lansekap) dilakukan dengan studi komparasi yang telah dilakukan, dengan tema kawasan rekreasi kota di tepi sungai (river park) sedangkan pendekatan terhadap perencanaan bangunan-bangunan penunjang yang akan direncanakan, dilakukan melalui studi terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap ruang yang akan dibutuhkan. 3. ORIENTASI BANGUNAN Bangunan-bangunan penunjang yang direncanakan berorientasi pada pemandangan alam/vista, tumbuhan dan pepohonan yang direncanakan, topografi, dan iklim pada tapak. Elemen-elemen lingkungan dan elemen-elemen buatan yang direncanakan akan berpengaruh terhadap orientasi bangunan. Mengingat kali Banjir Kanal Barat memiliki peran yang sentral maka sebagian besar orientasi bangunan yang direncanakan akan mengarah pada alur sungai, sekalipun tidak menutup kemungkinan terdapat orientasi baru yang sengaja dibuat untuk meningkatkan kualitas ruang. 4. PENAMPILAN BANGUNAN Penampilan bangunan-bangunan penunjang pada kawasan rekreasi di sepanjang bantaran kali Banir Kanal Barat akan menentukan citra kawasan sebagai sarana hiburan dan rekreasi sebagai penekanan utama. Hal ini tersebut ditentukan dari berbagai konsep gaya serta karakter arsitektur yang atraktif dan dinamis tanpa meninggalkan konsep arsitektur tropis. Dalam perencanaan terhadap penampilan bangunan, digunakan dua macam pendekatan, yaitu : 4.1. Pendekatan Kontekstual Penampilan bangunan diupayakan menyesuaikan terhadap kondisi dan konteks lingungan dan manusia yang ada pada tapak. Pendekatan terhadap penampilan bangunan diupayakan mampu memenuhi faktor kenyamanan, keamanan, kekuatan, dan kekokohan bangunan, pemenuhan perencanaan di daerah konservasi serta tampak bangunan yang ada dalam wilayah perencanaan serta tema/konsep kawasan rekreasi. Skala bangunan disesuaikan dengan skala manusia kecuali bangunan tengeran (landmark building). Dengan skala di luar manusia untuk bangunan tengeran, akan menarik dan bangunan mudah dikenali/diingat. Dengan skala manusia, pengguna akan merasa akrab dengan fasilitas rekreasi. Menurut Richard Headman dalam Fundamentals of Urban Design (1984), ada lima kategori yangdapat memberikan gagasan untuk menentukan penampilan bangunan yang kontekstual terhadap lingkungan, yaitu : a) Bebas Pilihan. Untuk lingkungan dengan keragaman visual yang masih sederhana, samar-samar, dapat secara bebas memilih kualitas yang bermanfaat, yang dapat membantu pembangunan baru, sebagai buah “benchmark”. Hal ini dapat mendukung community sense yang ada, sehingga lingkungan tersebut mempunyai identitas dan kontinuitas visual. b) Gabungan Pilihan. Untuk lingkungan dengan keragaman visual begitu rumit, menyolok dan saling bertentangan, pendekatan secara kolektif sangat diperlukan. Elemen atau unsur-unsur rupa yang teridentifikasi dapat diperkuat atau hanya dengan sentuhan lunak dan seragam pada satu sisi, dapat menurunkan kerumitan visual dan mengakitkan kesatuan visualnya. c) Adaptasi Lunak. Kebebasan yang lebih luas dalam menanggapi rancangan memungkinkan pada lingkungan yang memiliki keragaman gaya bangunan. Dengan ciri-ciri komulatifnya, yang menjadi kunci rancangan yang sesuai dan mengikat, adalah memberi rasa lebih akan kesatuan dan keselarasan. Elemen-elemen atau unsur baru dapat diberikan dalam lingkungan tersebut dengan diikuti oleh ikatan rancangan yang kuat. d) Adaptasi Kuat. Ketelitian yang lebih cermat dalam menanggapi rancangan adalah penting pada lingkungan yang memilki keragaman gaya bangunan. Dengan ciri-ciri komulatifnya, yang menimbulkan kejenuhan dan monoton, perlu diberikan atribut-atribut khusus pada bangunan yang penting. Hal ini untuk memberikan kesatuan dan sensitifitas yang lebih baik dari lingkungan tersebut. e) Replikasi. Hal ini menyangkut rancangan pada lingkungan yang membutuhkan replikasi bangunan eksisiting atau yanng pernah ada dengan kecermatan dan ketelitian. Bangunan-bangunan eksisting tersebut dipertimbangkan atas dasar alasan-alasan historis, atribut kota, seperti gerbang masuk, kekuatan aksis dan lain-lain. Ketelitian dibutuhkan dalam menetapkan detail, penampilan bangunan secara arsitektural mewakili replikasi tersebut, terutama dalam studi dokumen dan pelaksanaannya. 4.2. Pendekatan Kontras Bentuk-bentuk yang paling baik dari suatu objek sering dapat diperkuat melalui kontras, dilakukan dengan mendramatisir nilai-nilai yang paling kuat dari masing-masing unsur lansekap dan bangunan penunjang. Kontras sebagai suatu hakekat merancang sebuah lingkungan kota, memerlukan kehati-hatian. Karena kalau tidak hati-hati, akibat kesalahan, kelebihan, kekurangan dalam memilih dan memutuskan dapat menjadikan lingkungan kota kacau dan tidak menarik. Menurut Richard Headman (1984), kunci untuk membuat keselarasan lingkungan fisik kota adalah pengertian tentang sifat-sifat dan batas-batas kontras. Keberhasilan penggunaan secara positif kontras, ditentukan oleh aturan-aturan dasar ukuran dan perletakan bangunan. Sebuah bangunan kontras tidak pernah dicoba hanya sebagai bangunan yanng berbeda terhadap sifat, kebutuhan, dan settingnya. Bangunan yang mempunyai energi yang kuat di unngkapkan dalam sebuah kerangka bangunan secara berurutan, lebih sebagai semi abstrak tampil pada posisi terbaik dalam settingnya. Bangunan-bangunan kontras yang menjadi satu dalam rancangan kawasan diperileh melalui bentuk-bentuk clusternya. Ada beberapa nilai yang diberikan oleh kontras, yanng dapat diterapkan dalam bentuk : • Mendekatkan kepentingan dari penggunaan secara komunitas penting • Memberikan sebuah fokus sentral ke sebuah ruangan terbuka. • Memberikan kebutuhan aksen ke area yang kurang menarik, atau • Memperkenalkan sebuah urutan yang lebih besar ke cityscape untuk membantu penentuan suatu lingkungan dan membantu kejelasan secara visual komunitas. 7. POLA PEDESTRIAN Perencanaan pola pedestrian pada kawasan rekreasi di bantaran kali Banjir Kanal Barat dan lingkungan sekitar merupakan teori-teori penunjang bagi jalur pejalan kaki : 7.1. Jarak Berjalan Kaki Menurut Unterman (1984), ada empat faktor penting yang mempengaruhi panjang/jarak orang untuk berjalan kaki, yaitu : a) Waktu. Berjalan kaki pada waktu-waktu tertentu mempengaruhi panjang/jarak berjalan yang mampu ditempuh. Misalnya berjalan kaki pada waktu rekreasi mempunyai jarak yang relatif dibandingkan waktu berbelanja. Di Amerika, orang berjalan kaki pada waktu makan siang panjang/jarak biasanya dilakukan tidak terlalu jauh dari tempat kerjanya, panjang/jarak tempuh berjalan kaki masih dianggap menyenangkan sampai jarak 500 yard (455 m), menurut mereka lebih panjang 500 yard maka orang akan berpikir untuk memilih metoda lain. b) Kenyamanan. Kenyamanan orang untuk berjalan kaki dipengaruhi oleh faktor cuaca dan jenis kegiatan. Di Indonesia (termasuk kota Semarang), dengan cuaca yang sangat panas akan mempengaruhi kenyamanan orang berjalan kaki di Indinesia ± 400 meter (Kompas 4 April 1989), sedang untuk kegiatan berbelanja membawa barang, berjalan kaki diharapkan tidak lebih dari 300 meter. Untuk kegiatan berbelanja sambil rekreasi, maka faktor kenyamanan berjalan sangat berpengaruh terhadap lamanya melakukan perjalanan. c) Ketersediaan Kendaraan Bermotor. Kesinambungan penyediaan angkutan kendaraan bermotor baik umummaupun pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh orang berjalan kaki. Ketersediaan fasilitas kendaraan angkutan umum yang memadai dalam hal penempatan penyediaannya akan mendorong orang untuk berjalan lebih jauh dibanding dengan apabila tidak tersedianya fasilitas ini secara merata. Termasuk juga penyediaan fasilitas transportasi lainnya seperti jaringan jalan yang baik, kemudahan parkir, dan lokasi penyebaran serta pola penggunaan lahan campuran ( mix use) dan sebagainya. d) Pola Tata Guna Lahan. Pada daerah dengan penggunaan lahan campuran (mix use) seperti yang banyak ditemui di pusat kota, perjalanan dengan berjalan kaki dapat dilakukan lebih cepat dibanding perjalanan dengan kendaraan bermotor karena dengan kendaraan bermotor sulit untuk berhenti setiap saat. Sebagai gambaran orang Eropa lebih terdorong untuk berjalan kaki dengan jangkauan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan orang Amerika karena kecenderungan kota-kota di Eropa dengan penggunaan lahan campuran (Unterman, 1984 : 24). Berjalan kaki di pusat kota terasa lenih menyenangkan dengan jarak 500 meter, lebih dari jarak ini diperlukan fasilitas lain yang dapat mengurangi perasaan lelah orang berjalan kaki (misal : adanya tempat duduk, kios/kafetaria dan sebagainya). Selain itu adanya kegiatan lain seperti rekreasi, keberadaan fasilitas kendaraan, kenyamanan fasilitas pejalan kaki dan adanya kegiatan campuran (mix use) akan menarik orang untuk berjalan kaki. 7.2. Sistem Pengaturan Lalu Lintas Lalu lintas jalan di sekitar bantaran sungai yang cukup padat membutuhkan penanganan berupa penyediaan jalur pejalan kaki yang terbebas dati beban ruang parkir. Penataan kawasan meliputi penyediaan area PKL di dalam kawasan, sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap perkembangan PKL di sepanjang jalur pejalan kaki. Perlu disediakan kantong parkir begi kegiatan kawasan sebagai konsekuensi solusi masalah kepadatan lalu-lintas. Area parkir direncanakan pada zone tersendiri agar tidak terjadi crossing dengan sirkulasipejalan kaki di dalam kawasan bantaran Kali Banjir Kanal Barat. Dugunakan sistem parkir bersama antar beberapa kegiatan yang memungkinkan dalam satu kawasan tersebut, yaitu : - kegiatan rekreasi dan hiburan - kegiatan perdagangan, retail dan pertokoan - kegiatan penunjang 7.3. Menghidupkan Nilai ekonomi Kawasan Penyediaan jalur pejalan kaki di sepanjang jalan membawa konsekuensi penataan terhadap pedagang informal (PKL) di sepanjang jalan itu, sehingga mampu menunjang fungsi kawasan, yaitu sebagai shopping street/festival market place. Dengan mempertimbangkan keberadaan PKL yang telah ada, diperlukan sistem shopping street yang memperhatikan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. 7.4. Perbaikan Citra Fisik Ruang Jalan Dengan cara pengaturan street furniture, penggunaan elemen pengaturan pencahayaan dengan suasana khas pejalan kaki, perencanaan lansekap, akan meningkatkan nilai fisik ruang kawasan. Kondisi fisik ruang dapat diperbaiki dengan tata hijau yang berfungsi memberikan skala manusiawi dan mengurangi tingkat polusi kendaraan bermotor. 8. PENATAAN JALAN SETAPAK Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan jalan setapak adalah sebagai berikut : • Penggunaan material yang menyatu dengan alam • Konstruksi yang sesuai dengan konservasi alam • Pola-pola dapat dibedakan menurut fungsinya. • Untuk pergerakan pola-pola yang berkesan mengalir dan mengarahkan pengunjung diberi ciri-ciri tertentu. • Pada tempat-tempat untuk berhenti (point of interest) dan beristirahat, pola-polanya cenderung lebih detail karena pengunjung berhenti untuk beberapa saat dan dengan adanya kesempatan untuk mengamati objek yang lebih lama memungkinkan pengunjung memperhatikan kepada hal-hal yang lebih bersifat desain detail. • Jalan setapak yang menghubungkan ruang-ruang utama dan ruang-ruang yang lebih kecil dimana pengunjung didistribusikan tanpa merasa terlalu diarahkan dan dipaksa menuju ke objek tertentu. 9. POLA TATA BANGUNAN Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penataan pola bangunan adalah : • Pengolahan massa bangunan yang dinamis, dengan memperhatikan potensi view, arah matahari, dan angin. • Pengelompokan massa bangunan yang sejenis pada zone-zone tertentu untuk memudahkan hubungan kegiatan. • Pengelolaan massa bangunan hendaknya memperhatikan bentuk topografi lingkungan, dengan upaya sekecil mungkin merusak kondisi alamiahnya. Beberapa pengendalian cahaya matahari dan angin dapat dikombinasikan dan dimodifikasi secara kreatif untuk mencapai, tidak hanya sesuai persyaratan tujuan, tetapi juga untuk memberikan surprise pada bentuk kota, di antaranya (Danisworo, 1991) : a Batas Ketinggian Batas ketinggian bangunan adalah mekanisme yang paling dasar bagi jaminan masuknya cahaya matahari dan angin ke ruang-ruang yang terbuka dan jalan-jalan. Ketinggian tidak saja dapat diambil dari sudut matahari yang diinginkan, tetapi sudut matahari dapat menghasilkan ketinggian dinding jalan yang diinginkan. Metoda ini tidak selalu cocok untuk perbedaan-perbedaan lintang utara-selatan dan timur-barat jalan. b Setback Melengkapi setback dari ketinggian bangunan, bila terdapat sepasang ketinggian bangunan yang mendekati batas ketinggian yang ditentukan. Menetapkan sudut matahari sama dengan batas ketinggian itu. Pengaturan ini memberikan dua jalan : pembangunan potensial dapat ditingkatkan sementara ketinggian bangunan tetap terpelihara dan setback dapat mengurangi pengaruh angin turbulence, karena angin terbagi adanya bidang-bidang yang maju mundur sebelum mencapai jalan-jalan atau ruang-ruang terbuka di bawahnya. c Ketinggian yang Kondisional Atas dasar pertimbangan kondisional, ketinggian bangunan dapat ditambah. Dengan catatan, bahwa tambahan ketinggian tersebut tidak menambah bayangan pada sisi jalan. Penambahan ketinggian bangunan untuk mempertemukan kriteria khusus bagi pencapaian keragaman, perlengkapan parkir, citra khusus penampilan bangunan. d Sudut Matahari Sudut matahari dirancang untuk menjamin cahaya matahai masuk ke area jalan-jalan dan ruang-ruang terbuka pada jam-jam tertentu. Perolehan akses tanpa memikirkan konsekuensi bentuk, kebutuhan sudut matahari dapat menghasilkan ruang kota yang ganjil. e Sudut Pandang Sudut pandang adalah perhatan yang utama untuk memelihara skala visual yang tidak diharapkan. Dari intensitas pembangunan dibelakang fasade dan ketinggian yang melampaui ketinggian fasade dihindari dari pedestrian. Sudut pandang bekerja sama seperti sudut matahari, tetapi biasanya lebih terbatas menurut ketinggian fasade yang dipilih. Keduanya sangat penting bagi pembangunan bangunan baru, karena keduanya membentuk rasa dan skala lingkungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Breen, Ann and Rigby, Dick; 1993 ; Waterfronts, Cities Reclaim Their Edges; Van Nostrand Reinhold Co, New York. 2. Charles A Chaney; 1974; Marinas, National Association of Engine and Boat Manufacturers; New York. 3. De Chiara, Joseph, Callender, John Hancock; 1973; Time Saver Standarts for Building Types; Mc Graw-Hill Book Company Inc. 4. Haryono, Wing, drs. M.Ed; 1978; Pariwisata Rekreasi dan Entertainmen; Ilmu Publiher, Bandung. 5. Japan Internatioanal Cooperation Agency (JICA); 1993; The Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for Urgent Flood Control and Urban Drainage in Semarang City and Suburb (Final Report). 6. Jeanne, M. Davern; 1976; Places for People; McGraw-Hill Book Company Inc. 7. Mahasiswa S2 Program Studi Perancangan Arsitektur Fakultas Pasca Sarjana ITB; 1990/1991; Teori Perancangan Urban; Editor : Dr. Ir. M. Danisworo, M.Arch, M. Up, Institut Teknologi Bandung. 8. Mars, M. William; 1983; Lanscape Planning Environmental Applications; Addison-Wesley Publishing Inc. 9. Neufert, Ernst/ Amril, Sjamsu; 1987; Data Arsitek; Erlangga. 10. Rutledge, Albert J; 1981; Visual Approach to Park Desagn; John Willey and Sons, New York. 11. Shirvani, Hamid; 1985; The Urban Design Procces; Van Nostrand Reinhold Co, New York. 12. Simond, John; 1978; Earthscape, A Manual of Environmental Planning; McGraw-Haill Book Company Inc. 13. Snyder, Catanese, Sangkoyo (ed); 1984; Pengantar Arsitektur; Penerbit Erlangga 14. Weinstein, Richard, Editor; 1994; Morphosis, Building and Projects 1989-1992; Rizzoli International Publications. 15. Zneider, Eberhard. H; 1983; Multi Use Architecture in The Urban Context; Van Nostrand Reinhold Company.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 5928 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 28 Jan 2010 11:01 |
Last Modified: | 28 Jan 2010 11:01 |
Repository Staff Only: item control page