SENGKETA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH KERATON KASEPUHAN DI KOTA CIREBON (SUATU KAJIAN TERHADAP PUTUSAN MA NO. 1825 K/PDT/2002)

Bakhrul , Amal (2016) SENGKETA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH KERATON KASEPUHAN DI KOTA CIREBON (SUATU KAJIAN TERHADAP PUTUSAN MA NO. 1825 K/PDT/2002). Masters thesis, Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
40Kb

Abstract

Undang-Undang Pokok Agraria dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan semangat pembaharuan atas undang-undang terdahulu yang memuat begitu banyak ketidakadilan. Undang-Undang Pokok Agraria dilahirkan untuk mengakhiri berbagai macam persoalan di bidang pertanahan. Diantara persoalan yang coba diselesaikan oleh UUPA tersebut adalah mengakhiri dualisme peraturan dan kepastian hukum akan Hak Milik atas tanah. Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria memberikan konsekuensi pada beberapa bidang tanah yang sudah ada sebelum adanya Undang-Undang Pokok Agraria. Tanah yang dimaksud antara lain adalah tanah eks-keraton atau tanah swapraja. Dalam diktum IV Undang-Undang Pokok Agraria tanah tersebut atau tanah swapraja menjadi tanah negara semenjak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria. Pihak keraton tidak berhak lagi atas tanah kekuasaannya semenjak sepakat bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada kepemilikan lagi atas tanah swapraja tersebut selain Pemerintah Pusat. Hal tersebut ternyata menimbulkan suatu persoalan. Pemerintah tidak bisa mengeksekusi seluruh tanah bekas tanah keraton meskipun diktum IV Undang- Undang Pokok Agraria telah mengatakan demikian. Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon adalah salah satu contohnya. Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon memiliki tanah bekas keraton yang akan tetapi tanah tersebut bukan tanah swapraja. Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon memiliki beberapa bukti yang menyebutkan bahwa tanah tersebut, pada masa Deandles, telah berubah alas hak menjadi tanah wewengkon yang setara dengan tanah adat. Hal itu terjadi karena tanah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon tidak lagi disebut sebagai kerajaan melainkan sebagai lembaga adat dan tradisi. Bukti selanjutnya adalah hasil kesimpulan dari penelitian panitia Landreform khusus untuk tanah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon yang menyebutkan tanah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon adalah tanah adat. Penelitian ini mencoba mengungkap hal baru dengan menggunakan metode socio-legal. Dari hasil keputusan Mahkamah Agung No. 1825 K/Pdt/2002 dan kenyataan historis setidaknya dapat ditemukan dua hal. Pertama adalah definisi antara tanah swapraja dan tanah adat yang memiliki arti berbeda. Kedua adalah kejernihan dalam melihat segala macam persoalan berdasarkan faktual yurudis dan juga faktual empiris. Tidak semua tanah bekas keraton dapat disebut dengan tanah swapraja karena perlu diperhatikan pula sisi historis daripada tanah itu sendiri, tanah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon adalah contohnya.

Item Type:Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords:Undang-Undang Pokok Agraria, Tanah Swapraja, Keraton Kasepuhan Cirebon, Putusan Mahkamah Agung No. 1825 K/Pdt/2002
Subjects:K Law > K Law (General)
L Education > L Education (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:57756
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:26 Oct 2017 11:58
Last Modified:26 Oct 2017 11:58

Repository Staff Only: item control page