GIFARI CHOLIS, ONDANG and Sudarwanto, Budi and Werdiningsih, Hermin (2017) Redesain Kampung Bustaman berbasis Kegiatan Kuliner Lokal. Undergraduate thesis, universitas Diponegoro.
| PDF 834Kb | |
| PDF 352Kb | |
PDF Restricted to Repository staff only 1663Kb | ||
PDF Restricted to Repository staff only 4Mb | ||
PDF Restricted to Repository staff only 1150Kb | ||
| PDF 896Kb | |
| PDF 354Kb | |
| PDF 582Kb |
Abstract
Pedagang kaki lima, perkampungan kota, bangunan peninggalan kuno, dan semacamnya yang nyaris selalu dilihat sebagai “kotoran mata” yang mengganggu pandangan barangkali sudah saatnya untuk ditilik dari segi positifnya sebagai “tahi lalat” yang justru menambah pesona kecantikan kota. Dari ide dasar tersebut konsep kampung kota yang hanya dilihat dari segi kumuh, miskin, dan kotor sudah saatnya lebih ditelisik dari beragam potensi yang ada di dalamnya. Terlebih lagi kampung sebagai model ruang dalam kota menyimpan kohesi sosial dimana keberagaman warga bukan menjadi penyekat kerukunan melainkan justru menjadi pondasi dasar menuju kebersamaan, kesetaraan, partisipasi, penerimaan, dan legitimasi individu mendukung tujuan bersama. Alhasil dari proses komunikasi sosial dalam kampung yang masih kuat tersebut sepatutnya prinsip-prinsip dan model dasarnya dapat diambil dan disebar-terapkan lebih luas sebagai alternatif pemecahan carut-marut pembangunan kota yang terlampau kaku, tidak hidup, lagi jauh dari menciptakan kekhasan gotong-royong negeri ini. Dari sekian banyak kampung yang tersisa di Kota Semarang terdapatlah Kampung Bustaman yang dikenal akan potensi hasil pengolahan daging kambingnya. Tidak terbatas pemotongan saja, tetapi masyarakat turut pula meracik bumbu hingga membuat bermacam-macam olahan daging kamping. Tentunya potensi dan ciri khas yang tidak kecil ini dapat dikembangkan lebih luas lagi. Tidak lupa, menjadi bagian unik di Kampung Bustaman karena hadirnya Gedong Sepuluh yang merupakan gang permukiman yang padat. Sebuah gang buntu yang dikanan-kirinya berderet sepuluh rumah dihuni dengan 29 KK dengan total 102 jiwa. Dengan lebar gang sekitar 1,5 meter dan rumah saling berhimpitan memaksa warga yang tinggal di dalamnya menjadi sangat inklusif. Rumah-rumah berukuran sekitar 3 meter x 7 meter dan bahkan ada yang lebih sempit 1,5 meter x 7 meter. Dengan luasan seperti itu terkadang satu rumah dihuni dari 1 KK hingga 4 KK. Ditambah lagi dengan fokus Pemerintah Kota Semarang yang kini sedang menargetkan 62 kelurahan yang masuk kategori kawasan kumuh untuk ditangani menjadi tidak kumuh dalam lima tahun yang mana diatur dalam Surat Keputusan Wali Kota Semarang No. 050/801/2014 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kota Semarang. Pengentasan kawasan kumuh Semarang itu dilaksanakan melalui program Kotaku alias Kota Tanpa Kumuh. Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLP-BK) tersebut disampaikan di Kelurahan Purwodinatan dimana Kampung Bustaman termasuk didalamnya. Dari ide dasar akan kekhawatiran tentang lenyapnya seluruh kampung di masa depan hingga harapan potensi yang dapat dikembangkan lagi lewat sebuah kampung, akhirnya memberikan masukan tentang sebuah perancangan ulang yang diharapkan dapat dieksekusi dengan banyak arah sebagai tools untuk menuju kampung kota yang semakin memiliki nilai keguyuban warga kota yang khas.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 55107 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 31 Jul 2017 08:08 |
Last Modified: | 31 Jul 2017 08:08 |
Repository Staff Only: item control page