KARAKTERISTIK BAHASA ANAK-ANAK DOWN SYNDROME DI KAMPUNG DOWN SYNDROME KABUPATEN PONOROGO (SUATU TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK)

Purnanto, Sumarlam Dwi and Pamungkas, Sri (2014) KARAKTERISTIK BAHASA ANAK-ANAK DOWN SYNDROME DI KAMPUNG DOWN SYNDROME KABUPATEN PONOROGO (SUATU TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK). In: " International Seminar Language Maintenance and Shiff " IV. ISSN; 2088-6799, 18 November 2014, Hotel NEO Semarang.

[img]
Preview
PDF
9Mb

Official URL: http://lamas.undip.ac.id

Abstract

Karakterstik bahasa anak-anak down syndrome yang dimaksud dalam makalah ini berkaitan dengan wujud bahasa pertama dan kedua yang dikuasai anak-anak down syndorme, baik secara leksikal maupun gramatikal. Keunikan bentuk-bentuk bahasa/pengungkapan menjadi titik tekan dalam riset ini. Penelitian ini dilakukan di kampung idiot/kampung down syndrome Kabupaten Ponorogo yang meliputi Desa Krebet Kecamatan Jambon, Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon, Desa Karangpatihan Kecamatan Sidoharjo, Desa Pandak Kecamatan Balong, dan Desa Dayakan Kecamatan Badegan. Tujuan penelitian ini adalah berusaha (1) menjelaskan karakteristik bentuk leksikal dan gramatikal bahasa pertama anak-anak down syndrome di Kabupaten Ponorogo; dan (2) menjelaskan kerakteristik bentuk leksikal dan gramatikal bahasa kedua anak-anak down syndrome di Kabupaten Ponorogo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penyediaan data dengan metode wawancara dan angket; analisis data dilakukan dengan metode identitas (padan) dan metode deskriptif melalui tahap mengidentifikasi, mengklasifikasi, menginterpretasi, dan mengeksplanasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak down syndrome yang berusia 7-15 tahun, yang menjadi objek penelitian, sampai saat ini baru menguasai bahasa pertama (bahasa ibu), yaitu bahasa Jawa ragam ngoko. Mereka tidak menguasai bahasa Jawa ragam krama dan tidak menguasai bahasa kedua (bahasa Indonesia). Karakteristik pemerolehan bahasa pertama berupa leksikon bentuk-bentuk unik, di antaranya penyebutan sebuah objek dengan sebutan unik seperti pisau disebut pangot, penyebutan benda berdasarkan bunyinya (onomatope), misalnya eong untuk menyebut kucing, penghilangan konsonan dan vokal awal, penghilangan konsonan tengah, penggantian konsonan dan lain-lain. Anak-anak down syndrom tidak mengenal kata depan, tidak mengenal kata ulang, tidak mengenal kata majemuk. Konsep-konsep yang dikuasai adalah the here and now, yakni hal yang ada di sekelilingnya dan sekarang, bukan hal yang lampau dan imajinasi. Selain itu, anak-anak down syndrome sering melakukan echolalia (menirukan ucapan orang lain), autoecholalia (mengulangi ucapannya sendiri), verbal auditory agnosia atau cogenital word deafness (salah satu problem fonologi persepsi). Sebagian informan juga mengalami gangguan bicara atau gagap dan mutisme selektif (tidak mau berbicara dalam situasi dan tempat tertentu). Respons anak down syndrome terhadap cerita bergambar sangat minim, yakni hanya 3 orang dari 14 informan. Tiga orang informan tersebut memberikan respons cerita bergambar dengan satu dan dua kata saja, yang untuk anak-anak normal hal demikian biasa terjadi pada anak usia 1 s.d. 2 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perkembangan anak down syndrome pada usia 7-15 tahun, apabila tanpa pendampingan belajar bahasa, sama dengan anak normal usia 1-2 tahun.

Item Type:Conference or Workshop Item (Paper)
Uncontrolled Keywords:karakteristik bahasa, anak down syndrome, psikolinguistik
Subjects:P Language and Literature > P Philology. Linguistics
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Linguistic
ID Code:54629
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:07 Jul 2017 10:17
Last Modified:19 Feb 2018 14:15

Repository Staff Only: item control page