FAKTOR RISIKO KONDILOMA AKUMINATA PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Kasus pada PSK Resosialisasi Argorejo Kota Semarang)

Aprilianingrum, Farida (2007) FAKTOR RISIKO KONDILOMA AKUMINATA PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Kasus pada PSK Resosialisasi Argorejo Kota Semarang). Jurnal Epidemiologi . (Unpublished)

[img]
Preview
PDF
132Kb

Abstract

1 FAKTOR RISIKO KONDILOMA AKUMINATA PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Kasus pada PSK Resosialisasi Argorejo Kota Semarang) Farida Aprilianingrum1, Soeharyo Hadisaputro2, Sakundarno Adi2, Kaboelrachman3, Bagoes Widjanarko4 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat UNSOED, Purwokerto 2 Magister Epidemiologi Program Pascasarjana UNDIP, Semarang 3 Bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang 4 Program Studi Promosi Kesehatan Pascasarjana UNDIP, Semarang ABSTRAK Latar belakang : Kondiloma Akuminata (KA) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh negara, termasuk Indonesia. Prevalensi KA pada PSK Resosialisasi Argorejo Semarang meningkat signifikan. Tujuan : Mengetahui faktor risiko internal, faktor risiko lingkungan pendukung, dan faktor risiko perilaku terjadinya KA pada PSK. Metode : Jenis penelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Pengumpulan data dengan metode indepth interview dan focus group discussion. Jumlah sampel sebanyak 46 kasus, 46 kontrol 1 dan 46 kontrol 2. Kasus adalah PSK penderita KA, kontrol 1 adalah PSK penderita IMS kandidiasis, kontrol 2 adalah PSK yang tidak menderita IMS, semua subyek didiagnosis pada kurun waktu Januari 2005 – Juni 2006. Data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil : Faktor risiko KA pada kontrol 1 adalah BMI < 18,5 kg/m2 (OR = 7,53; 95% CI = 1,11 – 50,68), jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang (OR = 3,74; 95% CI = 1,16 – 11,99) dan pemakaian kondom jarang (OR = 3,66; 95% CI = 1,05 – 12,79). Faktor risiko KA pada kontrol 2 adalah vaginal douching (OR = 153,2; 95% CI = 5,14 – 569,86), jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang (OR = 38,3; 95% CI = 3,18 – 462,03), pendapatan < Rp 1.600.000,00 sebulan (OR = 32,14; 95% CI = 2,50 – 411,98), memakai kontrasepsi (OR = 7,58; 95% CI = 1,31 – 43,67) dan pemakaian kondom jarang (OR = 6,33; 95% CI = 1,05 – 38,31). Kesimpulan : Faktor risiko KA (pada kontrol 1) adalah BMI < 18,5 kg/m2, jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang, pemakaian kondom jarang. Faktor risiko KA (pada kontrol 2) adalah vaginal douching, jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang, pendapatan < Rp 1.600.000,00 sebulan, memakai kontrasepsi, pemakaian kondom jarang. Faktor risiko KA pada kedua kontrol adalah banyaknya jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang (OR1 = 3,74; OR2 = 38,3) dan pemakaian kondom jarang (OR1 = 3,66; OR2 = 6,33). Saran : Monitoring prevalensi IMS termasuk KA secara berkesinambungan, diseminasi informasi yang tepat dan benar mengenai IMS termasuk KA, Pemakaian kondom 100% pada semua HUS promiskuitas, Meningkatkan status BMI dengan cara hidup sehat (makan makanan bergizi, tidak merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi narkoba), tidak melakukan vaginal douching. Kata Kunci : Faktor risiko, Kondiloma Akuminata, PSK. Kepustakaan : 67 (1993 – 2006) PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 2 ABSTRACT Background: Genital warts is a main problem of public health in all over the world, including Indonesia. The prevalence of genital warts among Female Sexual Workers (FSW) of Argorejo brothel complexes are increasing significantly in one year. Objectives : to asses the risk factors of genital warts among FSW : internal factors, enabling factors (and behavioural factors. Method : This is an observational research with a case control design. Data were collected through in depth interview and focus group discussion. Total number samples are 46 for each group. Case group consist of FSW with genital warts, 1st control consist of FSW with candidosis and 2nd control consist of FSW without STI’s. All samples were diagnosed at January 2005 – June 2006. Data analysis were univariate, bivariate, and multivariate. Results : The risk factors of genital warts for 1st control are low of BMI (OR = 7,53; 95% CI = 1,11 – 50,68), number of sexual partners ≥ 6 person/day (OR = 3,74; 95% CI = 1,16 – 11,99) and small number of condom use (OR = 3,66; 95% CI = 1,05 – 12,79). The risk factor of genital warts for 2nd control are vaginal douching (OR = 153,2; 95% CI = 5,14 – 569,86), number of sexual partners ≥ 6 person/day (OR = 38,3; 95% CI = 3,18 – 462,03), income < Rp 1.600.000,00 a month (OR = 32,14; 95% CI = 2,50 – 411,98), contraceptive use (OR = 7,58; 95% CI = 1,31 – 43,67) and small number of condom use (OR = 6,33; 95% CI = 1,05 – 38,31). Conclusion : Risk factors of genital warts (for 1st control) are low of BMI, number of sexual partners ≥ 6 person/day, small number of condom use. Risk factor of genital warts (2nd control) are vaginal douching, number of sexual partners ≥ 6 person/day, income < Rp 1.600.000,00 a month, contraceptive use, small number of condom use. Risk factors of genital warts for both controls are number of sexual partners > 6 person/day (OR1 = 3,74; OR2 = 38,3) and small number of condom use (OR1 = 3,66; OR2 = 6,33). Suggestion : Routine monitoring of STI’s prevalence include genital warts, information dissemination about STI’s include genital warts through high quality of outreach, 100% condom use in promiscuity, increasing the BMI with a healthy lifestyle and not doing vaginal douching. Key words : Risk factor, genital warts, FSW. Bibliography : 67 (1993 – 2006) PENDAHULUAN Kondiloma Akuminata (KA) adalah salah satu jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh negara, termasuk Indonesia i,ii. KA adalah IMS yang disebabkan oleh Humanpapilloma virus (HPV) tipe tertentu yang menyebabkan adanya kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa 1,iii,iv. KA merupakan faktor predisposing terjadinya kanker serviks, kehamilan ektopik, kemandulan, transmisi transvertikal pada janin, komplikasi selama kehamilan dan persalinan serta meningkatkan risiko infeksi HIV (co factor HIV) 1,4-7. v,vi,vii. Laju insidens KA pada populasi dapat diramalkan dengan formula R0 = βcD, dengan Ro adalah kasus KA yang mungkin terjadi; β adalah probabilitas transmisi KA dari masing-masing mitra seks (sebesar 30% pada wanita), c adalah jumlah mitra seks per satuan waktu dan D adalah durasi infeksi 4,viii,ix. Dari formula tersebut, dapat dipastikan salah satu kelompok risiko tinggi KA adalah pekerja seks komersial (PSK). Sebenarnya, insidens KA dan penyebarannya tidak dapat diperkirakan secara tepat. Insidens KA dari waktu ke waktu dilaporkan meningkat di banyak negara termasuk Indonesia1-2. Prevalensi KA di tiap negara berbeda, tergantung praktek seksual dan distribusi umur penduduk 7. Di negara maju, prevalensi KA di masyarakat berkisar 11 – 46% 1,4,x dan pada PSK berkisar 43 – 63% 1,7. Di Indonesia, prevalensi KA di masyarakat berkisar 5 – 19% dan pada pasien klinik IMS sebesar 27% 3. Di Propinsi Jawa Tengah hanya tercatat 17 kasus KA dari total 2329 kasus IMS pada tahun 2004 xi. Di Kota Semarang, kasus KA tahun 2003 tercatat sebesar 6,8% (total IMS 73 kasus), tahun 2004 sebesar 8,6% (total IMS 151 kasus) dan bulan Januari – Agustus 2005 kasus KA meningkat menjadi 12,2% (total IMS 131 kasus) 12-14. xii,xiii,xiv. Peningkatan insidens KA dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko yang mempermudah transmisi KA. Para peneliti mengemukakan bahwa faktor risiko KA adalah umur muda, status janda, ras, pendidikan rendah, lama menjadi PSK, umur saat HUS pertama kali, kontrasepsi oral, riwayat paritas, banyaknya jumlah mitra seksual, jarang menggunakan kondom, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi narkoba, ada riwayat KA, ada riwayat servisitis, ada riwayat herpes genitalis, ada riwayat IMS lain, ada riwayat penyakit imunosupresif, kebiasaan tidak cuci tangan, kebersihan genital perorangan jelek, HIV positif, status gizi / body mass index (BMI) kurang, imunitas tubuh rendah dan pasangan seks belum khitan,5,7,15-30. Di Kota Semarang terdapat resosialisasi Argorejo dengan jumlah PSK yang terus meningkat. Tahun 2003 terdapat ± 325 PSK PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 3 meningkat menjadi ± 510 PSK pada akhir Mei 2006 xv. HUS promiskuitas pada PSK resosialisasi Argorejo tidak aman dari penyebaran KA, karena tingkat pemakaian kondom di resosialisasi ini hanya 20 – 32% 31,32,xvi,xvii. Terjadi peningkatan signifikan prevalensi KA dalam waktu satu tahun yaitu semula 0% (tahun 2004) meningkat menjadi 5% pada tahun 2005 dari total 3.674 kasus IMS xviii. Penelitian ini merupakan studi epidemiologi analitik dengan menggali lebih banyak faktor yang diduga sebagai faktor risiko, yang bertujuan menghitung besar nilai risiko faktor yang dicurigai mendukung terjadinya KA pada PSK. DESAIN PENELITIAN Metode penelitian adalah metode observasional dengan pendekatan case control study xix,xx. Dilakukan perbandingan kelompok kasus terhadap 2 kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah positif IMS KA, kelompok kontrol adalah IMS non KA (kandidiasis) dan non IMS. Ketiga kelompok penelitian ditelusuri secara retrospektif terhadap berbagai paparan yang mempengaruhi terjadinya KA pada PSK. Sampel 1. Sampel diambil dari populasi studi yaitu seluruh PSK Resosialisasi Argorejo Kota Semarang, yang terpilih untuk masuk ke dalam kelompok kasus atau kelompok kontrol, dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang pada masing-masing kelompok penelitian. 2. Dalam pemilihan sampel, diagnosis IMS dan non IMS ditegakkan secara sindrom maupun laboratoris oleh seorang dokter di klinik IMS yang telah mendapatkan pelatihan manajemen IMS dari Depkes RI dan telah mempunyai sertifikat. Selanjutnya, dilakukan konfirmasi ulang diagnosis IMS pada sampel oleh dokter residen ilmu penyakit kulit dan kelamin FK UNDIP / RS dr. Kariadi semarang yang telah lulus stase IMS. 3. Tehnik sampling a. Kelompok kasus 1). Kriteria inklusi : PSK yang terdiagnosis menderita KA selama kurun waktu tahun 2005 – Juni 2006 oleh dokter terlatih di klinik IMS dan bersedia menjadi subyek penelitian. 2). Kriteria eksklusi : PSK yang terdiagnosis menderita KA selama kurun waktu tahun 2005 – Juni 2006 namun pada saat penelitian berlangsung sudah tidak menjadi PSK. b. Kelompok kontrol I (IMS kandidiasis) 1). Kriteria inklusi : PSK yang terdiagnosis menderita kandidiasis selama kurun waktu tahun 2005 – Juni 2006 oleh dokter terlatih di klinik IMS dan bersedia menjadi subyek penelitian. 2). Kriteria eksklusi : PSK yang terdiagnosis menderita KA, servisitis, herpes selama kurun waktu tahun 2005 – Juni 2006 oleh dokter terlatih di klinik IMS. c. kelompok kontrol II (Non IMS) 1). Kriteria inklusi : PSK yang terdiagnosis tidak menderita IMS selama kurun waktu tahun 2005 – Juni 2006 oleh dokter terlatih di klinik IMS dan bersedia menjadi subyek penelitian. d. Tahapan pengambilan sampel : 1). Peneliti mendaftar semua PSK yang positif menderita KA atau kandidiasis atau non IMS (berdasarkan hasil CM Klinik IMS). 2). Jika jumlah penderita KA melebihi 46 orang, maka sampel dipilih secara random. 3). Jika jumlah sampel kurang dari 46 orang, maka semuanya diteliti dan kekurangannya akan dilaksanakan pada PSK Resosialisasi Rowosari Semarang dengan kriteria PSK yang diteliti homogen (umur, sosial ekonomi) dengan PSK Resosialisasi Argorejo Semarang. Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indepth interview) dan Focus Group Discussion (FGD). Analisis Data Data dianalisis secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS for windows version 13.0. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, uji chi square dan uji regresi logistik ganda. HASIL PENELITIAN Pada tiga kelompok penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Analisis Univariat a. Faktor internal (lampiran 1) 1). Karakteristik responden : 65% responden berumur > 20,1 tahun, ras Jawa sebesar 93%, status perkawinan > 80% adalah berpisah. 2). BMI responden > 60% tergolong kurang dan 17 – 23 % tergolong normal/berlebih. 3). Reproduksi : Umur saat HUS I < 17 tahun sebesar 57 – 70%, responden yang pernah melahirkan sebesar 60 – 70%, dengan riwayat paritas berulang hanya 3 – 14%, responden yang memakai kontrasepsi sebesar 70 - 96%. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 4 4). Riwayat IMS : pernah menderita KA sebelumnya dialami oleh 50% responden, pernah menderita servisitis sebelumnya dialami oleh 90% responden, pernah menderita herpes genitalis sebelumnya dialami oleh 5% responden. b. Faktor lingkungan pendukung (lampiran 2) 1). Sosial Ekonomi : Tingkat pendidikan responden sebesar 80 – 96% adalah pendidikan dasar. Pendapatan responden < Rp 1.600.000,00 sebesar 72%, Lama menjadi PSK < 2,5 tahun sebesar 50 – 74%. 2). Lingkungan sosial : 50 - 70% responden mempunyai kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol, dan 28% responden pernah mengkonsumsi narkoba. c. Faktor perilaku (lampiran 3) 1). Aktivitas seksual : Jumlah mitra seks per hari rata-rata adalah > 6 orang, dengan proporsi 20 – 50%, Lama HUS > 30 menit 5 detik sebesar 40 – 63% dan cara HUS > 2 cara sebesar 20%. 2). Higiene perseorangan : hanya 5% responden tidak selalu mencuci tangan setelah HUS, 70% responden tidak mengganti celana dalam setelah HUS, frekuensi mengganti celana dalam 1 kali per hari sebesar 10%. 3). Vaginal douching sangat populer di kalangan responden, lebih dari 80% responden melakukannya. 4). Kondom : responden yang tidak menggunakan kondom sebesar 25%, frekuensi pemakaian kondom jarang sebesar 50 – 80%. 2. Analisis Bivariat a. Variabel yang berhubungan dengan KA pada kontrol 1 (IMS Kandidiasis) adalah : umur, status perkawinan, BMI, kontrasepsi, pernah menderita KA, pernah menderita servisitis, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi narkoba, jumlah mitra seks per hari, , vaginal douching dan konsumsi antibiotika. b. Variabel yang berhubungan dengan KA pada kontrol 2 (non IMS) adalah umur, kontrasepsi, tingkat pendidikan, pendapatan, lama menjadi PSK, pernah menderita KA, pernah menderita servisitis, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi narkoba, jumlah mitra seks per hari, vaginal douching , tidak memakai kondom, pemakaian kondom jarang dan sumber kondom dari tamu atau persediaan sendiri. Hasil selengkapnya ditampilkan dalam lampiran 4. 3. Analisis Multivariat a. Kasus terhadap kontrol 1 1). Faktor risiko KA pada kontrol 1 (IMS kandidiasis) adalah : (lampiran 5) · BMI < 18,5 kg/m2 (OR = 7,53; 95% CI = 1,11 – 50,68). · Jumlah mitra seks per hari > 6 orang (OR = 3,74; 95% CI = 1,16 – 11,99). · Pemakaian kondom jarang (OR = 3,66; 95% CI = 1,05 – 12,79). 2). Tingkat risiko PSK yang menderita kandidiasis untuk terinfeksi KA adalah 92,3% apabila PSK tersebut mempunyai BMI kurang, jumlah mitra seks > 6 orang per hari dan pemakaian kondom jarang b. Kasus terhadap kontrol 2 1). Faktor risiko KA pada kontrol 2 (non IMS) adalah (Lampiran 6) : · Vaginal douching (OR = 153,2; 95% CI = 5,14 – 569,86) · Jumlah mitra seks ≥ 6 orang/hari (OR = 38,3; 95% CI = 3,18 – 462,03). · Pendapatan < Rp 1.600.000,00 sebulan (OR = 32,14; 95% CI = 2,50 – 411,98) · Memakai kontrasepsi (OR = 7,58; 95% CI = 1,31 – 43,67) · Frekuensi pemakaian kondom jarang (OR = 6,33; 95% CI = 1,05 – 38,31). 2). Probabilitas seorang PSK untuk terinfeksi KA apabila PSK tersebut melakukan vaginal douching, jumlah mitra seks ≥ 6 orang per hari, pendapatan < Rp 1.600.000,00, memakai kontrasepsi dan frekuensi pemakaian kondom jarang adalah 99,9%. PEMBAHASAN 1. Kontrol 1 a. BMI < 18,5 kg/m2 Hasil penelitian menunjukkan BMI < 18,5 kg/m2 merupakan faktor risiko terjadinya KA (p = 0,03; OR = 7,53; 95% CI = 1,11 – 50,68), hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yaitu BMI mempunyai asosiasi erat dengan terjadinya KA karena BMI berkorelasi dengan imunitas tubuh dalam melawan infeksi HPV. Subyek pada kontrol 1 adalah penderita IMS kandidiasis, dengan proporsi BMI kurang sebesar 76%. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 5 Berdasarkan teori, kandidiasis yang disebabkan oleh jamur Candida albicans berpengaruh terhadap imunitas selular dan humoral tubuh karena jamur kandida dapat tumbuh di dalam sel, mampu membentuk perlindungan terhadap pertahanan tubuh, merupakan supresor pada sel yang memodulasi respon imunitas selular dan humoral serta mengakibatkan respons imunitas tubuh melemah 65,66. Pada penderita kandidiasis terjadi elisitasi respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S – IgA), pada beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah, tidak ada respon baik terhadap terapi dan mudah timbul infeksi kronik 65,67. Status BMI kurang sangat berpengaruh terhadap kerentanan tubuh dalam melawan infeksi HPV, sehingga tubuh lebih mudah diserang oleh HPV. b. Mitra seks per hari ≥ 6 orang Hasil penelitian memaparkan bahwa mitra seks per hari ≥ 6 orang merupakan faktor risiko terjadinya KA (p = 0,02; OR = 3,74; 95% CI = 1,16 – 11,99), Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Amo (2005) yang menyatakan banyaknya jumlah mitra seks baru meningkatkan risiko KA dengan RR sebesar 2,23; 95% CI : 1,0 – 5,0 7 sedangkan Todd (2001) menyatakan bahwa banyaknya mitra seks berisiko 4,5 kali (95% CI = 1,5 – 13,8) terkena KA. Laju IMS KA adalah berbanding lurus dengan jumlah mitra seks per satuan waktu, sehingga semakin banyak jumlah mitra seks, makin besar risiko paparan KA yang dialami oleh responden. Banyaknya mitra seks tidak diimbangi dengan pemakaian kondom pada semua HUS promiskuitas dan ditunjang dengan pola hidup tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol, konsumsi narkoba) maka memperbesar risiko terinfeksi KA. c. Pemakaian kondom jarang Hasil penelitian menyatakan bahwa HUS dengan frekuensi pemakaian kondom jarang berisiko 3,6 kali terkena KA dibandingkan HUS yang sering / selalu menggunakan kondom (p = 0,04; OR = 3,66; 95% CI = 1,05 – 12,79). Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Wen (1999) yang menyatakan HUS tanpa kondom berisiko 1,8 kali terkena KA. Hasil penelitian mengungkap bahwa mitra seks responden kontrol 1 yang jarang memakai kondom sebesar 61%. Masih jarangnya pemakaian kondom disebabkan berbagai faktor, diantaranya adalah pemakaian kondom saat HUS diputuskan oleh mitra seks selaku “pembeli” dan juga belum adanya sangsi yang tegas pada HUS yang tidak menggunakan kondom. Sudah sepatutnya, regulasi pemerintah tentang penggunaan kondom 100% pada semua HUS promiskuitas dilaksanakan semenjak dari sekarang dan dapat diberikan sangsi tegas bagi yang melanggar regulasi tersebut. 2. Kontrol 2 a. Vaginal douching Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang melakukan vaginal douching mempunyai besar risiko 153 kali terkena KA dibandingkan yang tidak melakukan vaginal douching (p = 0,004; OR = 153,2; 95% CI = 5,14 – 569,86). Responden melakukan vaginal douching dengan menggunakan cairan sabun sirih, betadine, sabun mandi bahkan sabun tawas. Berdasarkan hasil FGD, terungkap bahwa responden telah melakukan kebiasaan douching semenjak pertama kali menjadi PSK dengan alasan mencegah IMS, membersihkan sperma, mencegah kehamilan dan bau. Cara douching yang mereka lakukan umumnya hampir seragam yaitu dengan mengorek-ngorek vagina menggunakan jari tangan sebelah kiri. Kebiasaan douching dengan cara memasukkan jari ke dalam vagina ini dapat menyebabkan iritasi vagina dan merubah keseimbangan kimiawi dan flora vagina, yang akhirnya dapat terjadi perlukaan kulit vagina sehingga lebih rentan terinfeksi KA. b. Mitra seks per hari ≥ 6 orang Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak menderita IMS dengan jumlah mitra seks ≥ 6 orang per hari berisiko 38,3 kali terkena KA dibandingkan responden yang tidak menderita IMS dengan jumlah mitra < 6 orang per hari (p = 0,004; OR = 38,3; 95% CI = 3,18 – 462,03). Tingkat risiko ini 12 kali lebih besar dibandingkan besar risiko pada responden penderita kandidiasis yang mempunyai mitra seks ≥ 6 orang/hari. Hal ini disebabkan responden pada kontrol 2 mempunyai jumlah mitra seks yang lebih banyak dibandingkan responden pada kontrol 1 dan 50% responden kontrol 2 menjadi PSK dalam waktu > 2,5 tahun dengan kisaran jumlah mitra seks 2 – 21 orang/hari sehingga paparan KA yang dialami lebih besar. Selain itu, responden juga melakukan HUS secara genital dan PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 6 oro atau ano genital, cara HUS ini berisiko meningkatkan infeksi KA c. Pendapatan < Rp 1.600.000,00 Hasil penelitian memaparkan bahwa pendapatan merupakan faktor risiko KA dengan besar risiko 32 kali pada PSK yang mempunyai pendapatan < Rp 1.600.000,00 sebulan (p = 0,008; OR = 32,14; 95% CI = 2,50 – 411,98). Responden rata-rata menggunakan penghasilannya untuk dikirim ke orang tua, anak atau kerabat di tempat asal. Tetapi, banyak juga responden yang tidak mampu menghindari gaya hidup boros dan konsumtif sehingga penghasilannya tidak ditabung, bahkan pada kelompok kasus dan kontrol 1, ada juga yang terlibat hutang sehingga mereka tetap menekuni menjadi PSK. Pendapatan yang kurang ini menyebabkan PSK semakin lama berisiko terpapar KA, tidak selektif dalam menerima tamu dan jarang menggunakan kondom sehingga lebih mudah tertular KA. d. Pemakaian kontrasepsi Besar risiko PSK yang tidak menderita IMS yang menggunakan kontrasepsi adalah 7,5 kali untuk terkena KA dibandingkan PSK yang tidak menggunakan kontrasepsi (p = 0,02; OR = 7,58; 95% CI = 1,31 – 43,67). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Amo (2005) yang mengemukakan bahwa kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko KA yaitu sebesar 19,45; 95% CI : 2,45 – 154,27 7 sedangkan kontrasepsi oral berisiko sebesar 1,7; 95% CI : 1,3 – 2,2 untuk terjadinya KA 18. Risiko terjadinya KA pada pengguna kontrasepsi dikarenakan penggunaan kontrasepsi, baik oral maupun hormonal, akan berpengaruh terhadap keadaan reproduksi sehingga tubuh lebih rentan tertular KA. e. Pemakaian kondom jarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar risiko terkena KA pada HUS yang jarang menggunakan kondom 6,3 kali dibandingkan HUS yang sering / selalu menggunakan kondom (p = 0,04; OR = 6,33; 95% CI = 1,05 – 38,31). Nilai risiko ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian Wen (1999), yang melaporkan bahwa risiko HUS berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom sebesar 1,8 kali (adjOR 1,8; 95% CI : 0,9 – 3,6) untuk terinfeksi KA 15 atau penggunaan kondom yang jarang berisiko sebesar 1,77; 95% CI : 0,93 – 3,36 untuk menularkan KA. Penelitian oleh Wright (2003) memaparkan bahwa pemakaian kondom dipengaruhi : a). Faktor individu : persepsi individu (PSK atau mitra seks) tentang bahaya HUS promiskuitas, persepsi individu tentang kondom, b). Faktor komunitas : kemudahan akses kondom, budaya perilaku HUS. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan prevalensi KA pada PSK resosialisasi Argorejo tahun 2005 meningkat signifikan dibandingkan tahun 2004, yaitu meningkat sebesar sebesar 5%, Faktor risiko KA pada kontrol 1 (IMS kandidiasis) adalah BMI < 18,5 kg/m2 (OR = 7,53), jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang (OR = 3,74) dan pemakaian kondom jarang (OR = 3,66), Faktor risiko KA pada kontrol 2 (non IMS) adalah vaginal douching (OR = 153,2), jumlah mitra seks per hari ≥ 6 orang (OR = 38,3), pendapatan < Rp 1.600.000,00 sebulan (OR = 32,14), memakai kontrasepsi (OR = 7,58) dan pemakaian kondom jarang (OR = 6,33). Sedangkan Faktor risiko KA pada kedua kontrol adalah jumlah mitra seks per hari > 6 orang (OR1 = 3,74; OR2 = 38,3) dan pemakaian kondom jarang (OR1 = 3,66; OR2 = 6,33). SARAN Bagi Dinas Kesehatan dan Klinik IMS : Kegiatan monitoring prevalensi IMS termasuk KA dilaksanakan secara berkesinambungan baik melalui kegiatan skrining atau survei prevalensi IMS, Diseminasi informasi yang tepat dan benar mengenai IMS termasuk KA sehingga dapat menghilangkan mitos yang salah tentang IMS termasuk KA. Bagi pengurus resosialisasi : Pengawasan pelaksanaan regulasi kewajiban pemakaian kondom 100% pada PSK dan mitra seksnya serta memberikan sangsi tegas jika ada yang melanggar, Kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Klinik IMS guna monitoring prevalensi IMS termasuk KA pada PSK. Bagi PSK : Pemakaian kondom 100% pada semua HUS promiskuitas, Meningkatkan status BMI dengan cara hidup sehat (makan makanan bergizi, tidak merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi narkoba), Tidak melakukan vaginal douching. KEPUSTAKAAN 1. Koutsky LA, Kiviat NB. Genital Human Papillomavirus. In Holmes : Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 25; p 347 – 356. 2. Brandt AM, Jones DS. Historical Perspectives on Sexually Transmitted Diseases : Challenges for Prevention and Control. In Holmes : Sexually Transmitted PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 7 Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 2; p 15 – 20. 3. FK UI. Infeksi Menular Seksual. Jakarta : FK UI. 2005; edisi ketiga. 4. Mayo Clinic. Genital Warts. Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). 2005; February. http://www.mayo clinic.com 5. Moscicki A, Hills N, Shiboski S. Risk for Incident Human Papillomavirus Infection and Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion Development in Young Females. J Am Med Assc. 2001; vol 285; no 23. 6. Sandikot RT, Andrew AC, et al. Recurrent Respiratory Papillomavirus with Pulmonary Cystic Disease in a Child, Following Maternal Genital Warts. Genitourinary Med. 1997; vol 73, no 1, p 63 – 65. 7. Amo J, Gonzalez, Losana, et al. Sex Workers : Influence of age and geographical origin in the prevalence of high risk human papillomavirus in migrant female sex workers in Spain. Sex Transm Infect. 2005; vol 81; p 79 – 84. 8. Anderson RM. Transmission Dynamics of Sexually Transmitted Infections. In Holmes : Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 3; p 25 - 37. 9. Golden, Matthew. Vaginitis and Sexually Transmitted Diseases in Infectious Diseases. WebMD Inc. 2003; chapter xxii. 10. Medical Institute. Human Papilloma Virus. The Medical Ins Fact. 2004. http://www.medinstitute.org 11. Subdin P3 Dinkesprop Jateng. Laporan Kasus IMS di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004. Semarang : Dinkesprop Jateng. 2005 12. Subdin P2M DKK Semarang. Laporan Kasus IMS di Kota Semarang Tahun 2003. Semarang : DKK Semarang. 2003. 13. Subdin P2M DKK Semarang. Laporan Kasus IMS di Kota Semarang Tahun 2004. Semarang : DKK Semarang. 2004. 14. Subdin P2M DKK Semarang. Laporan Kasus IMS di Kota Semarang Tahun 2005. Semarang : DKK Semarang. 2005. 15. Wen LM, Estcourt CS, et al. Risk Factors for the Acquisition of Genital warts : are Condoms protective?. Sex Transm Inf. 1999; vol 75; p 312 – 316. 16. Samoff, Koumans, Markowitzs et al. Association of Chlamydia trachomatis with Persistence High Risk Types of Human Papillomavirus in a Cohort of Female Adolescents. Am J of Epidemiology. 2005. vol 162, no 7, p 668 – 675. 17. Wahyuni, Chatarina. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi HPV 16/18. 2003. http://adln.lib.unair.ac.id 18. Ross JD. Is Oral Contraceptive Associated With Genital Warts?. Genitourinary Med. 1996. vol 72; no 5; p 330 – 333. 19. Todd, Haase & Stoner. Emergency Department Screening for Asymptomatic Sexually Transmitted Infections. Am J Public Health. 2001; vol 91; no 3. 20. Minerd J. Smoking increases papillomavirus risk in HIV-infected women.. Medilexicon Int Ltd. 2006. 21. Sun, Kuhn, Ellerbrock, et al. Human Papillomavirus Infection in Women Infected with the Human Immunodeficiency Virus. New England J Med. 1997; vol 337; no 19; p 1343 – 1349. 22. Hankins, Coutlee, Lapointe, et al. Prevalence of risk factors associated with human papillomavirus infection in women living with HIV. Canadian Med Ass J. 1999; vol 160 (2); p 185 – 1991. 23. Ferenczy, Coutlee, Franco, et al. Human papillomavirus and HIV coinfection and the risk of neoplasias of the lower genital trac : a review of recent developments. Canadian Med Ass J. 2003; vol 169 (5); p 431 – 434. 24. Sedjo, Roe, Abrahamsen, et al. Vitamin A, Carotenoids and Risk of Persistent Oncogenic Human Papillomavirus Infection. Ca Epidemiology, Biomarkers & Prevention. 2002; vol 11; p 876 – 884. 25. Soong, Alvarez, Butterworth. A longitudinal analysis of human papillomavirus 16 infection, nutritional status and cervical dysplasia progression. Ca Epidemiology, Biomarkers & Prevention. 1995; vol 4; no 4; p 373 – 380. 26. Giuliano, Siegel, Roe, et al. Dietary intake and risk of persistent human paplillomavirus (HPV) infection : the Ludwig – McGill HPV Natural History Study. J Infect Dis. 2003; vol 188 (10; p 1508 – 1516. 27. Butterworth, Hatch, Macaluso, et al. Folate deficiency and cervical dysplasias. JAMA. 1999; vol 267 (4); p 528 – 533. 28. Heard, Tassie, Schmitz, et al. Increased Risk of Cervical Disease among Human Immunodeficiency Virus – Infected Women with Severe Immunosupression and High Human Papillomavirus Load. J of Obs & Gyn. 2000; vol 96; no 3; p 403 – 409. 29. Castellsague, Bosch, Munoz, et al. Male Circumcision, Penile Human Papillomavirus Infection and Cervical Cancer in Female Partners. New England J Medicine. 2002; vol 346, no 15. 30. Cook, Koutsky, Holmes. Clinical Presentation of Genital Warts among Circumcised and Uncircumcised Heterosexual Men Attending an Urban STD Clinic. Genitourinary Med J. 1993; vol 69; no 4; p 262 – 264. 31. Resosialisasi Argorejo. Data Anak Asuh. Resosialiasasi Argorejo. 2005. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 8 32. Aprilianingrum, Farida. Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV Pada Pekerja Seks Komersial Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun 2002. 2002. http://www.health-lrc.com 33. BPS & Depkes. Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku (SSP) Tahun 2003 Jawa Tengah. Jawa Tengah : BPS Jateng. 2003. 34. Griya ASA PKBI Kota Semarang. Laporan Program Outreach Griya ASA tahun 2005. Semarang : PKBI Kota Semarang. 2005. 35. Griya ASA PKBI Kota Semarang. Laporan Klinik IMS Griya ASA Tahun 2005. Semarang : PKBI Kota Semarang. 2006. 36. Subdin P2M DKK Semarang. Laporan Survei Sero Sentinel Kota Semarang Tahun 2001 – 2005. Semarang : DKK Semarang. 2006. 37. Gilson R and Mindel A. Recent Advances : Sexually Transmitted Infections. British Med J. 2001; vol 322; p 1160 – 1164. 38. World Health Organization. Facts sheet : Sexually Transmitted Infections. Department of Reproductive Health and Research (RHR) – WHO. http://www.who.org 39. Bachmann, Lewis, Allen, et al. Risk and Prevalence of Treatable Sexually Transmitted Diseases at a Birmingham Substance Abuse Treatment Facility. Am J Public Health. 2000;vol 90; no 10. 40. Kerani, Handcock, Handsfield & Holmes. Comparative Geographic Concentrations of Sexually Transmitted Infection. Am J Public Health. 2005; vol 95; no 2. 41. Wang, Jiang, Siegal, et al. Sexual Behaviour and Condom Use Among Patients With Sexually Transmitted Diseases in Jinan, China. Am J Public Health. 2001; vol 91, no 4. 42. KPAN. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual Lainnya di Indonesia : Tantangan dan Peluang untuk Bertindak. Jakarta : KPAN. 2001. 43. ASA FHI dan Depkes RI. Penelitian Prevalensi IMS yang Ditularkan Melalui Darah dan Prevalensi ISR pada PSK Wanita di Indonesia. Jakarta : Depkes RI – ASA FHI. 2003. 44. Family Health International. Effectiveness for Preventing Pregnancy and Sexually Transmitted Infections. FHI Research Briefs on the Female Condom. 2003; no 2. http://www.fhi.org 45. Smith EJ. Public Health Initiative Nearly Halves STI Rates. FHI Publications Networks. 2003; vol 22; no 4. http://www.fhi.org/en/RH/Pubs/Network/v22 _4/nt2244.htm 46. PPM & PL Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Depkes RI. 1996. 47. Family Health International. Control of Sexually Transmitted Infections. FHI – USAID. 2003. 48. Erbelding EJ, Zenilman J. Toward Better Control of Sexually Transmitted Diseases. New England J Med. 2005; vol 352; no 7; p 720 – 721. 49. Munoz N, Bosch X, Sanjose S, et al. Epidemiologic Classification of Human Papillomavirus Types Associated with Cervical Cancer. New England J Med. 2003; vol 348; p 518 – 527. 50. Sonnex C, Straus S, Gray JJ. Detection of Human Papillomavirus DNA on the Fingers of Patients with Genital Warts. Sex Transm Inf. 1999; vol 75; p 317 – 319. 51. Galloway DA. Biology of Genital Human Papillomaviruses. In Holmes : Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 24; p 335 – 342. 52. Simms & Fairley. Epidemiology of Genital Warts in England and Wales : 1971 to 1994. Sex Transm Inf. 1997; vol 73; p 365 – 367. 53. Miller PJ, Law M, et al. Incident Sexually Transmitted Infections and Their Risk Factors in an Aboriginal Community in Australia : a Population Based Cohort Study. Sex Transm Inf. 2001; vol 77; p 21 – 25. 54. La Pona. Pekerja Seks Jalanan : Potensi Penularan Penyakit Seksual. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan UGM. 1998. 55. Allgeier, R Albert; Allgeier, R Elizabeth. Sexual Interactions. 4th Edition. Toronto : D.C Heath & Company. 1995. 56. Qomariyah Siti. Douching. http://www.bkkbn.go.id 57. Cates W. The ABC to Z Approach : Condoms are element in comprehensive approach to HIV/STI prevention. FHI Publications Networks. 2003; vol 22; no 4. http://www.fhi.org/en/RH/Pubs/Network/v22 _4/nt2244.htm. 58. Best Kim. Hormonal Contraception and STIs research continue to investigate a possible relationship. FHI Publications Networks. 2003; vol 22; no 3. http://www.fhi.org/en/RH/Pubs/Network/v22 _4/nt2244.htm 59. Steinbrook R. The Potential of Human Papillomavirus Vaccines. New England J Med. 2006; vol 354; p 1109 – 1112 60. Gordis, Leon. Epidemiology. USA : WB Saunders Company, 1996; 3th edition. 61. Sastroasmoro, S & Ismael, S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto. 2002; ed 2. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 9 62. Lemeshow, Hosmer, Klar. Adequacy of Sample Size in Health Studies. WHO. 1990. 63. Kleinbaum David. Logistic Regression : a Self Learning Text. New York : Springer – Verlag Inc. 1994. 64. KL, Wright. Dual Protection and Consistency of Condom Use. FHI Publications Networks. 2003; vol 22; no 4. http://www.fhi.org/en/RH/Pubs/Network/v22 _4/nt2244.htm). 65. Winarto, H dan Wibowo, H. Peran Imunitas Selular Lokal pada Kandidosis Vulvovaginal Rekurens. Jakarta. FK UI. http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.o nline.old/pus-2.htm 66. Ashman RB, Papadimitriou JM. Production and function of cytokines in natural and acquired immunity to Candida albicans infection. Microbiol Rev. 1995; Dec; 59 (4) : 646 – 672. 67. Darmana, EH. Hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUP dr. Pringadi Medan. Universitas Sumatera Utara. 2003. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 10 no Variabel Kasus Kontrol 1 Kontrol 2 f (%) f (%) f (%) Faktor internal Karakteristik PSK 1. Umur a. £ 20 tahun b. > 20 tahun 16 30 (34,8) (65,2) 8 38 (17,4) (82,6) 4 42 (8,7) (91,3) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 2. Ras a. Jawa b. Sunda c. Sumatera d. Kalimantan 43 2 0 1 (93,5) (4,3) (0) (2,2) 43 2 1 0 (93,5) (4,3) (2,2) (0) 42 3 1 0 (91,3) (6,5) (2,2) (0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 3. Status Perkawinan a. Belum / pernah menikah (janda) b. Menikah 44 2 (95,7) (4,3) 37 9 (80,4) (19,6) 41 5 (89,1) (10,9) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) Karakteristik reproduksi 4. Umur saat HUS I a. £ 17 tahun b. > 17 tahun 32 14 (69,6) (30,4) 28 18 (60,9) (39,1) 26 20 (56,5) (43,5) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 5. Riwayat paritas a. Pernah b. Tidak pernah 27 19 (58,7) (41,3) 31 15 (67,4) (32,6) 33 13 (71,7) (28,3) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 6. Jumlah paritas a. Berulang b. Tidak berulang 4 23 (14,8) (85,2) 1 30 (3,2) (96,8) 3 30 (9,1) (90,9) Total 27 (100,0) 31 (100,0) 33 (100,0) 7. Kontrasepsi a. Ya b. Tidak 44 2 (95,7) (4,3) 37 8 (80,4) (19,6) 32 14 (69,6) (30,4) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) Riwayat IMS 8. Pernah menderita KA sebelumnya a. Ya b. Tidak 21 25 (45,7) (54,3) 0 46 (0) (100,0) 0 46 (0) (100,0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 9. Pernah menderita servisitis sebelumnya a. Ya b. Tidak 42 4 (91,3) (8,7) 0 46 (0) (100,0) 0 46 (0) (100,0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 10. Pernah menderita herpes genitalis sebelumnya a. Ya b. Tidak 2 44 (4,3) (95,7) 0 46 (0) (100,0) 0 46 (0) (100,0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 11. BMI a. Kurang b. Normal/berl ebih 42 4 (91,3) (8,7) 35 11 (76,1) (23,9) 38 8 (82,6) (17,4) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) No Variabel Kasus Kontrol 1 Kontrol 2 f % f % f % Faktor Lingkungan Pendukung 1. Sosial Ekonomi Tingkat pendidikan a. £ 9 tahun b. > 9 tahun 44 2 (95,7) (4,3) 37 9 (80,4) (19,6) 38 8 (82,6) (17,4) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 2. Pendapatan a. < Rp 1.600.000 b. > Rp 1.600.001 33 13 (71,7) (28,3) 30 16 (65,2) (34,8) 22 24 (47,8) (52,2) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 3. Lama menjadi PSK a. ≤ 2,5 tahun b. > 2,5 tahun 34 12 (73,9) (26,1) 32 14 (69,6) (30,4) 23 23 (50,0) (50,0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) Lingkungan sosial 4. Merokok a. Ya b. Tidak 33 13 (71,7) (28,3) 21 25 (45,7) (54,3) 22 24 (47,8) (52,5) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 5. Alkohol a. Ya b. Tidak 32 14 (69,6) (30,4) 19 27 (41,3) (58,7) 18 28 (39,1) (60,9) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 6. Narkoba a. Ya b. Tidak 10 36 (21,7) (78,3) 2 44 (4,3) (95,7) 2 44 (4,3) (95,7) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) No Variabel Kasus Kontrol 1 Kontrol 2 f % f % f % Faktor perilaku Aktivitas Seksual 1 Σ mitra seks (orang/hari) a. ≥ 6 b. < 6 21 25 (45,7) (54,3) 14 32 (30,4) (69,6) 9 37 (19,6) (80,4) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 2 Lama HUS a. > 30 menit 5 detik b. < 30 menit 4 detik 29 17 (63,0) (37,0) 18 28 (39,1) (60,9) 16 30 (34,8) (65,2) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 3 Cara HUS Lampiran 1. Deskripsi faktor internal responden Lampiran 2. Deskripsi faktor lingkungan pendukung responden PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 11 a. ≥ 2 cara HUS b. Genital 9 37 (19,6) (80,4) 2 44 (4,3) (95,6) 4 42 (8,7) (91,3) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 4 Pelicin a. Ya b. Tidak 23 23 (50,0) (50,0) 22 24 (47,8) (52,2) 22 24 (47,8) (52,2) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 5 Jenis pelicin a. Hand body b. Jelly 21 2 (91,3) (8,7) 22 0 (100,0) (0) 18 4 (81,8) (18,2) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) Higiene Perseorangan 6 Cuci tangan setelah HUS a. Tidak b. Ya 1 45 (2,2) (97,8) 0 46 (0) (100,0) 0 46 (0) (100,0) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 7 Ganti celana dalam setelah HUS a. Tidak b. Ya 35 11 (76,1) (23,9) 35 11 (76,1) (23,9) 34 12 (73,9) (26,1) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 8 Frekuensi ganti celana dalam per hari a. 1 kali/hari b. ≥ 2 kali/hari 2 44 (4,3) (95,7) 2 44 (4,3) (95,7) 5 41 (10,9) (89,1) Total 46 100,0 46 (100,0) 46 (100,0) 9 Vaginal Douching a. Ya b. Tidak 44 2 (95,7) (4,3) 38 8 (82,6) (17,4) 36 10 (78,3) (21,7) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 10 Kondom Pakai kondom a. Tidak b. Ya 11 35 (23,9) (76,1) 5 41 (10,9) (89,1) 3 43 (6,5) (93,5) Total 46 (100,0) 46 (100,0) 46 (100,0) 11 Frekuensi pemakaian kondom a. Jarang b. Sering 28 7 (80,0) (20,0) 25 16 (61,0) (39,0) 21 22 (48,8) (51,2) Total 35 (100,0) 41 (100,0) 41 (100,0) 12 Saat pakai kondom a. Akhir / tengah HUS b. Awal HUS 12 23 (34,3) (65,7) 7 34 (17,1) (82,9) 9 34 (21,0) (79,0) Total 35 (100,0) 41 (100,0) 43 (100,0) Lampiran 3. Deskripsi faktor perilaku responden PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 12 Lampiran 4. Hasil uji bivariat variabel bebas terhadap KA pada kontrol 1 dan kontrol 2 Kasus * Kontrol 1 Kasus * Kontrol 2 No Variabel Nilai p OR 95% CI Nilai p OR 95% CI 1. Faktor internal Karakteristik PSK a. Umur 0,05* 2,53 0,96-6,70 0,002* 5,60 1,70-18,43 b. Ras 0,32 0,61 0,23-1,63 0,63 0,79 0,31-2,03 c. Status perkawinan 0,02* 5,35 1,08-26,32 0,23 2,63 0,49-14,60 d. BMI 0,04 3,30 0,96-11,28 0,21 2,21 0,61-7,93 Karakteristik reproduksi e. Umur saat HUS I 0,38 1,46 0,62-3,48 0,19 1,76 0,75-4,14 f. Riwayat paritas 0,38 0,68 0,29-1,60 0,18 1,78 0,74-4,26 g. Jumlah paritas 0,11 5,21 0,54-49,88 0,49 1,74 0,35-8,55 h. Kontrasepsi 0,02* 5,35 1,08-26,32 0,001* 9,63 2,04-45,35 IMS sebelumnya i. KA 0,0001* 2,84 2,07-3,89 0,0001* 2,84 2,07-3,89 j. Servisitis 0,0001* 12,50 4,88-31,99 0,0001* 12,50 4,88-31,99 k. Herpes genitalis 0,15 2,04 1,65-2,52 0,15 2,04 1,65-2,52 2. Faktor lingkungan pendukung Sosial ekonomi l. Tingkat pendidikan 0,02* 5,35 1,08-26,33 0,04* 4,63 0,92-23,15 m. Kebutuhan keuangan 0,50 1,35 0,56-3,27 0,01* 2,77 1,16-6,57 n. Lama menjadi PSK 0,64 1,24 0,49-3,07 0,01* 2,83 1,18-6,80 Lingkungan sosial o. Merokok 0,01* 3,02 1,27-7,17 0,01* 2,77 1,17-6,57 p. Konsumsi alkohol 0,006* 3,24 1,37-7,67 0,003* 3,56 1,50-8,43 q. Konsumsi narkoba 0,01* 6,11 1,25-29,7 0,01* 6,11 1,26-29,7 3. Faktor perilaku Aktivitas seksual r. Jumlah mitra seks per hari 0,02* 2,76 1,11-6,89 0,007* 3,65 1,39-8,76 s. Cara HUS 0,14 1,85 0,80-4,24 0,14 1,85 0,80-4,24 t. Lama HUS 0,02* 2,65 1,14 - 6,16 0,007* 3,19 1,30-7,50 u. Pelicin 0,83 1,09 0,48-2,47 0,83 1,09 0,48-2,47 Higiene perseorangan v. Cuci tangan setelah HUS 0,31 2,02 1,64-2,48 0,31 2,02 1,64-2,48 w. Ganti celana dalam setelah HUS 1,00 1,00 0,38-2,60 0,81 1,12 0,43-2,88 x. Frekuensi mengganti celana dalam per hari 1,00 1,00 0,38-2,60 0,23 2,68 0,49-14,60 Vaginal douching y. Vaginal douching 0,04* 4,63 0,92-23,15 0,004* 7,76 1,62-37,04 Kondom z. Pemakaian kondom 0,09 2,57 0,81-8,13 0,02* 4,50 1,16-17,41 aa. Frekuensi pemakaian kondom 0,07 2,56 0,90-7,23 0,005* 4,19 1,50-11,63 bb. Saat pemakaian kondom 0,14 2,22 0,75-6,57 0,29 1,73 0,62-4,82 *. Nilai p signifikan secara statistik pada p < 0,05. Lampiran 5. Hasil uji regresi logistik ganda variabel bebas terhadap KA pada kontrol 1 No Variabel B Nilai p Exp (B) 95% CI exp (B) Bawah Atas 1. BMI < 18,5 kg/m2 2,018 0,03* 7,526 1,118 50,680 2. Σ mitra seks per hari ≥ 6 orang 1,320 0,02* 3,743 1,168 11,996 3. Pemakaian kondom jarang 1,298 0,04* 3,663 1,048 12,796 Konstan - 2,158 0,01 0,116 *. Nilai p signifikan secara statistik pada p < 0,05. Lampiran 6. Hasil uji regresi logistik ganda variabel bebas terhadap KA pada kontrol 2 No Variabel B Nilai p Exp (B) 95% CI exp (B) Bawah Atas 1. Kontrasepsi 2,025 0,02* 7,576 1,314 43,670 2. Vaginal douching 5,032 0,004* 153,187 5,135 569,864 3. Pendapatan kurang 3,470 0,008* 32,140 2,507 411,981 4. Σ mitra seks ≥ 6 orang / hari 3,646 0,004* 38,335 3,181 462,029 5. Pemakaian kondom jarang 1,845 0,04* 6,329 1,046 38,305 Konstan -8,337 0,000 0,000 *. Nilai p signifikan secara statistik pada p < 0,05. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 9 i Koutsky LA, Kiviat NB. Genital Human Papillomavirus. In Holmes : Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 25; p 347 – 356. ii iii iv v vi vii viii ix x xi xii xiii xiv xv xvi xvii xviii xix xx PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Item Type:Article
Subjects:R Medicine > R Medicine (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Epidemiology
ID Code:5266
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:23 Jan 2010 09:17
Last Modified:23 Jan 2010 09:17

Repository Staff Only: item control page