BAYI BERAT LAHIR RENDAH SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BAYI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA )

Wiwoho, Sadono (2005) BAYI BERAT LAHIR RENDAH SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BAYI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA ). Jurnal Epidemiologi . (Unpublished)

[img]
Preview
PDF
60Kb

Abstract

1 BAYI BERAT LAHIR RENDAH SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BAYI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA ) Sadono W.1), M. Sakundarno Adi2), M. Sidhartani Zain3) Low Birth Weight as One of the Risk Factors of Acute Respiratory Tract Infection in Baby ( Case Study in Blora Regency ) Abstract Background : Low Birth Weight (LBW) is a risk for acute respiratory tract infection ( ARI). In Cepu, Blora Regency prevalence of LBW was 20,4. The estimated was corelation between LBW and ARI in the community. Objective: to define LBW as a risk factor for ARI and the role of several variables that contribute to ARI such as exclusive breastfeeding, immunizations status on the incidence of ARI. Methods : A cross sectional study to define of ARI on LBW. Multistage sampling method were 216 babies. Result : There were 42 (19.4 %) LBW. LBW as a risk factor of ARI POR, 3, 95% CI = 1.434, 6.664. The other variables which significant for ARI were : no exclusive breastfeeding POR, 2.4 95% CI = 1.144, 4.882), early solid food feeding POR, 2,2 95% CI = 1.035, 4.508), immunization status POR, 2.6 95 % CI = 1.403, 4.911, inadequate ventilation POR, 2.7 95% CI = 1.447, 4.871. Probability with overall variable to suffering from ARI was 90 %. Discussion : LBW as babies who susceptible for infectious diseases, in particular ARI. Because of the organ of LBW, like lungs were not mature yet. This condition, in fact can cause the LBW suffering from ARI easily. Conclusion: LBW was a risk factor of ARI. To decrease the incidence of ARI, there were many program that should be enhanced to decrease the incidence of LBW in the community and increase exclusive breastfeeding by better cooperation between profesional organization and active of cadre of ARI in community. Keywords : Low birth weight, acute respiratory tract infection, risk factor. 1. Master Programme of Epidemiology, University of Diponegoro, Semarang, Indonesia. 2. Master Programme of Epidemiology, University of Diponegoro, Semarang, Indonesia. 3. Departement of Pediatric, Dr. Kariadi Hospital, Semarang, Indonesia. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut ( yang selanjutnya disebut ISPA ), merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura 1). Infeksi saluran pernafasan akut merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada balita di negara berkembang. Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam kategori infeksi berat 2, 3 ). Dari riset di negara berkembang menunjukkan bahwa 20 – 35 % kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan 2 – 5 juta bayi dan anak balita di berbagai negara setiap tahun mati karena infeksi saluran pernafasan akut. Dua per tiga dari kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi usia 2 bulan pertama sejak kelahiran 4). Bayi berat lahir rendah ( yang selanjutnya di sebut BBLR ) merupakan bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Pertumbuhan dan pematangan ( maturasi) organ dan alat – alat tubuh belum sempurna, akibatnya bayi berat lahir rendah sering mengalami komplikasi dan infeksi yang dapat berakhir dengan kematian 5). Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita oleh bayi berat lahir rendah adalah penyakit pada membran hielin, infeksi saluran pernafasan akut, aspirasi pnemonia, pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan karena pusat pernafasan di medulla belum matur 6). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bayi berat lahir rendah sebagai salah satu faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap variabel yang diduga sebagai confounding terhadap kejadian ISPA pada bayi. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 2 Metode Penelitian dilakukan dengan desain cross section, di Kabupaten Blora, pada bulan Desember 2004 sampai dengan Pebruari 2005. Pengambilan sampel dilakukan dengan multistage dan diperoleh 216 sampel. Pengumpulan data dilakukan oleh tenaga perawat dan bidan, yang telah dilatih. Alat pengumpul data adalah kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat, stratifikasi dan analisis multivariat dengan logistik regresi berganda, dengan µ = 0,05 dan 95% Confidence Interval. Untuk mengetahui estimasi besar risiko digunakan Prevalence – Odds Ratio (POR ). Hasil Dari hasil penelitian diperoleh BBLR sebanyak 42 (19,4 % ). dan bayi dengan sakit ISPA sebanyak 100 ( 46,3 % ). Distribusi infeksi saluran pernafasan akut berdasarkan berat lahir terlihat pada grafik 1. 27 15 73 101 0 50 100 150 BBLR 27 15 BBLN 73 101 ISPA TDK ISPA Grafik 1. Distribusi ISPA pada BBLR Infeksi saluran pernafasan akut lebih banyak terjadi pada golongan umur ³ 4 bulan yaitu 67 (54,9 % ). Hal ini kemungkinan pada bayi umur ³ 4 bulan, telah terjadi penurunan antibodi bawaan dari ibu dan kemungkinan adanya kontak dengan penderita ISPA di lingkungan. 33 67 61 55 0 50 100 < 4 BLN 33 61 >= 4 BLN 67 55 ISPA TDK ISPA Grafik 2. Distribusi ISPA berdasar Golongan Umur Hasil analisis bivariat mendapatkan BBLR, ASI eksklusif, MP-ASI, status imunisasi, ventilasi signifikan terhadap kejadian ISPA pada bayi. Hasil selengkap pada tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis bivariat 95 % CI Variabel bebas POR Batas bawah Batas atas Nilaip BBLR 2,5 1,238 5,012 0,009 Tidak mendapat ASI Eksklusif ) 2,1 1,122 4,056 0,019 Mendapat MP – ASI 2,4 1,191 4,633 0,012 Status imunisasi tidak lengkap 1,8 1,068 3,168 0,027 Tidak mendapat vitamin – A 0,7 0,394 1,399 0,356 Status gizi buruk 1,6 0,343 7,186 0,558 Pendidikan ibu rendah 1,6 0,890 2,990 0,112 Penghasilan keluarga rendah 0,9 0,512 1,584 0,717 Lantai tanah / pasir 1,2 0,672 2,115 0,547 Ventilasi < 10 % 2,5 1,470 4,412 0,001 Obat nyamuk bakar 1,2 0,626 2,180 0,626 Merokok di dalam rumah 0,8 0,479 1,399 0,463 Bahan bakar memasak ( kayu bakar ) 0,7 0,436 1,276 0,284 Jumlah orang yang tidur sekamar dengan bayi ( > 3 orang ) 1,7 0,953 2,947 0,072 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 3 Bayi berat lahir rendah, mempunyai kecenderungan sering menderita ISPA (episode), nilai – p 0,025 dan POR = 3,8 pada 95 %CI 1,096 – 13,063. Hasil analisis stratifikasi, diperoleh semua nilai – p seragam (signifikan), cPOR = aPOR. Sehingga semua variabel tidak sebagai perancu terhadap besar risiko ISPA pada BBLR. Hasil selengkapnya pada tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis stratifikasi terhadap besar risiko ISPA pada BBLR. POR Nilai- Variabel 1 2 cPOR aPOR P Tidak mendapat ASI Eksklusif ) 5,3 2,0 2,5 2,5 0,015 Mendapat MP – ASI 10, 7 1,7 2,5 2,4 0,010 Status imunisasi tidak lengkap 1,7 4,3 2,5 2,5 0,012 Tidak mendapat vitamin – A 2,6 2,1 2,5 2,5 0,010 Status gizi buruk 2,5 2,0 2,5 2,5 0,012 Pendidikan ibu rendah 2,7 2,9 2,5 2,7 0,006 Penghasilan keluarga rendah 2,8 2,4 2,5 2,5 0,011 Lantai tanah / pasir 4,2 1,7 2,5 2,5 0,012 Ventilasi < 10 % 5,0 1,9 2,5 2,5 0,009 Obat nyamuk bakar 4,8 1,4 2,5 2,5 0,010 Merokok di dalam rumah 2,4 2,4 2,5 2,4 0,013 Bahan bakar memasak ( kayu bakar ) 3,7 2,7 2,5 3,1 0,003 Jumlah orang yang tidur sekamar dengan bayi (> 3 orang ) 1,4 9,2 2,49 2,44 0,013 Keterangan : Nilai – p dihitung dengan dengan X2 Mantel Haenszel . Pada analisis multivariat dengan logistik regresi, dari 7 variabel yang mempunyai nilai – p < 0,25 diperoleh 5 variabel yang signifikan. Hasil keseluruhan pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Variabel B Nilai- POR 95 % CI p lower upper BBLR 1,129 0,004 3,0 1,434 6,664 Bayi tidak mendapat ASI eksklusif 0,860 0,020 2,4 1,144 4,882 Bayi mendapat MP-ASI 0,770 0,040 2,2 1,035 4,508 Status imunisasi tidak lengkap 0,965 0,003 2,6 1,403 4,911 Ventilasi (< 10 % ) 0,976 0,002 2,7 1,447 4,871 Untuk mengetahui peluang terjadinya ISPA pada BBLR, dilakukan perhitungan dengan persamaan regresi sebagai berikut : 1 P = 1+ e –(b0+Îbn.Xn) 1 = 1+e–(-2,517)+1,129+0,86+0,965+0,77+ 0,976 = 90 %. Bayi berat lahir rendah yang tidak mendapat ASI eksklusif, mendpata MP-ASI sebelum usia 4 bulan, status imunisasi tidak lengkap, dan tinggal di rumah dengan ventilasi < 10 %, peluang untuk terkena infeksi saluran pernafasan akut adalah 90%. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 4 Diskusi Bayi berat lahir rendah secara statistik terbukti merupakan faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada bayi. Selain itu, ada kecenderungan semakin rendah berat lahir, semakin sering sakit ISPA. Hasil ini sesuai dengan teori, bahwa organ pada BBLR belum sempurna, sehingga sering mengalami komplikasi, termasuk infeksi. Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita oleh bayi berat lahir rendah adalah penyakit pada membran hielin, infeksi saluran pernafasan akut, aspirasi pnemonia, pernafasan periodik dan apnea yang disebabkan karena pusat pernafasan di medulla belum matur 6). Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh : Darmage SC (1996), Baqui A ( 2001 ) yang mengatakan : BBLR merupakan faktor risiko ISPA dan mempunyai hubungan negatif dengan berat lahir 7 8). ASI Eksklusif Pemberian ASI eksklusif pada BBLR dapat melindungi dari infeksi saluran pernafasan akut. Pada penelitian ini terbukti bahwa, bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif merupakan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menderita ISPA dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hasil penelitian sama dengan yang dilakukan di Meksiko oleh Fajardo (1999), yang mengatakan bahwa lama pemberian ASI berhubungan dengan kejadian ISPA dan diare pada bayi9). Penelitian lain di Banglades oleh Shams dan Robert ( 2001 ) mendapatkan hasil ASI eksklusif dapat mencegah penyakit infeksi dan menurunkan ISPA dan diare10). Dengan bukti – bukti tersebut, penelitian ini relevan dengan penelitian – penelitian terdahulu sehingga ASI eksklusif terbukti merupakan faktor risiko ISPA tidak hanya signifikan secara statistik, tetapi juga mempunyai tingkat konsistensi yang baik 11 12). MP-ASI Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (usia bayi kurang dari 4 bulan ) merupakan faktor risiko terjadinya pnemonia aspirasi. Pada penelitian ini, pemberian MP-ASI ( usia bayi kurang dari 4 bulan ) merupakan faktor risiko ISPA. Pemberian MP-ASI terlalu dini, dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Sehingga MP-ASI terlalu dini sangat merugikan bagi bayi. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Departemen Kesehatan RI (2000) yang mengatakan bahwa, MP-ASI dini merupakan faktor risiko ISPA13). Hal yang sama dikemukakan Hananto Wiryo (1999), MPASI dini dapat meningkatkan morbiditas pada bayi 14). Status Imunisasi Pada penelitian ini, status imunisasi tidak lengkap merupakan faktor risiko ISPA. Bayi yang tidak mendapat imunisasi sesuai dengan umurnya, mempunyai risiko menderita ISPA sebesar 2,6 kali. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan World Bank (1999), yang menyatakan bahwa : imunisasi dapat mencegah kematian akibat infeksi saluran pernafasan akut sebesar 25 %. Imunisasi, peningkatan gizi dan menyusui memberi kontribusi dalam menurunkan kejadian ISPA, sehingga tidak berlanjut menjadi pnemonia 15). Ventilasi Ventilasi < 10 % merupakan faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada bayi. Bayi yang tinggal di rumah dengan ventilasi < 10 % mempunyai risiko menderita ISPA sebesar 2,7. Dengan ventilasi yang cukup, dapat mengurangi indoor polution yang berasal dari asap bahan bakar memasak, pemakaian obat PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 5 nyamuk bakar dan perokok aktif di dalam rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harijanto (1997), Semedi (2001 ) dan Zuraidah S. (2003). Pada penelitian – penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa : ventilasi merupakan faktor yang turut berperan dalam kejadian ISPA / pnemonia pada balita 16 17 18). Luas ventilasi minimal adalah 10 %. Rumah dengan ventilasi kurang dari 10 % akan berdampak pada sirkulasi udara yang tidak lancar, pencahayaan yang tidak baik, serta dapat meningkatkan kelembaban. Sedangkan rumah dengan ventilasi cukup (10 % ) akan berdampak pada kondisi yang memungkinkan sirkulasi udara lancar dan pencahayaan yang baik 19). Pendidikan Ibu Pada penelitian ini, pendidikan ibu tidak merupakan faktor risiko ISPA. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristensen IA ( 2004 ) yang menyatakan bahwa kepadatan rumah ( crowding ) dan pendidikan ibu berhubungan dengan peningkatan kasus acute respiratory infection (ISPA) pada bayi 20). Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pola pencarian pengobatan dan pola asuh. Penelitian yang dilakukan jajaran Ditjen. PPM dan PL Departemen Kesehatan RI, mendapatkan bahwa di wilayah pedesaan yang tingkat pendidikan masih rendah, cenderung terdapat praktik yang merugikan kesehatan, khususnya bayi / balita. Bayi berusia kurang dari 6 bulan jarang mendapat pengobatan di bandingkan anak – anak yang lebih tua 21) . Penelitian ini tidak signifikan dengan kejadian ISPA, hal ini disebabkan oleh karena adanya informasi / komunikasi terkait bidang kesehatan. Di daerah penelitian, ibu – ibu dengan pendidikan formal rendah, pengetahuan tentang kesehatan belum tentu rendah. Mereka sudah sering mendapat penyuluhan dari petugas dan kader kesehatan. Jumlah Orang Tinggal Satu Rumah Pada penelitian ini, jumlah orang yang tinggal satu rumah dengan bayi dapat tidak merupakan faktor risiko ISPA. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristensen IA (2004) yang menyatakan bahwa kepadatan penghuni rumah (Crowding ), pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan kasus infeksi saluran pernafasan akut pada bayi. Penelitian sejenis juga pernah dilakukan di Jepang oleh Sikolia ( 2002 ) dengan hasil kepadatan hunian memegang peranan yang cukup penting dalam peningkatan kasus infeksi saluran pernafasan akut pada bayi 22). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh karena dalam penelitian ini tidak memperhitungkan luas kamar yang ditempati bayi dan keluarga. Sehingga bayi yang tidur satu kamar dengan lebih dari 3 orang, tidak berarti tingkat kepadatan penghuni rumah lebih (crowding) jika dibandingkan dengan bayi yang tidur satu kamar dengan < = 3 orang. Selain itu, adanya keluarga bayi yang menderita ISPA ( riwayat kontak ), merupakan faktor yang ikut mempengaruhi hasil penelitian ini. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan desain yang lebih konklusif, sehingga mampu menghasilkan informasi yang lebih baik. Kesimpulan Bayi berat lahir rendah terbukti sebagai faktor risiko infeksi saluran pernafasan akut pada bayi. Faktor risiko lain yang terbukti secara statistik dan relevan dengan penelitian – penelitian terdahulu adalah : ASI eksklusif, MPASI, status imunisasi dan ventilasi. Besar risiko BBLR untuk menderita ISPA adalah sebesar 3 kali. Sedangkan probabilitas BBLR untuk menderita ISPA jika tidak mendapat ASI eksklusif, mendapat MPASI sebelum usia 4 bulan, status imunisasi tidak PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com 6 lengkap dan tinggal di rumah dengan ventilasi < 10 % adalah sebesar 90 %. Untuk mengurangi risiko infeksi saluran pernafasan akut pada BBLR, perlu diberikan ASI eksklusif, memberi MP-ASI setelah usi a4 bulan, memberi imunisasi yang sesuai umur dan membuat ventilasi yang adekuat ( > 10 % ). Untuk itu perlu dilakukan kerja sama lintas program dan lintas sektor. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita. Jakarta, 2000 : 4 – 20. 2. Wiknjosastro H, Saifudin AB, dan Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi III. Cet. 5. Jakarta. 1999 : 739. 3. Surodiprojdo S. Infeksi dalam Periode Neonatal. dalam : Kumpulan Makalah Penataran Bidang Perinatologi. RSDK. Semarang, 1998 : 126. 4. Djaja S, Ariawan I, dan Afifah T. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas ( ISPA ) pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan. 2001 : 1. 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesehatan Neonatal. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta, 1995 : 12. 6. Saifudin AB, dan Rachimhadhi T. Bayi Dengan Berat Lahir Rendah. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi III. Cet. 5. Jakarta. 1999 : 771 – 790. 7. Dharmage SC, Chandrika R, Lalani F, Dulitha N. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop.Med Public Health. 27 (1). 1996. p : 107 – 110. 8. Baqui A. Some Low Birth Weight Infant Destined to be Small to Life. March, 1 2001. http://www.jhsph.edu/publichealth. 9. Lopez M, Salvador V, and Fajardo A. Breast Feeding Lowers the frequency and Duration of Acute Respiratory Infection and Diarrhea in Infants under Six Months of Age. Journal of Community and International Nutrition. Mexico, 1998 : 436 – 437. 10. Arifeen S, Robert EB, Antelman G, Baqui A, Caulfiel L, and Becker S. Exclusive Breastfeeding Reduce Acute Respiratory Infection and Diarrhea Deaths Among Infants in Dhaka Slums. Journal of Pediatrics, Vol. 108, No. 4, 2001 : 1 - 8. 11. Murti B. Kausasi Dalam : Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Cet. I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003 : 84 - 113. 12. Sastromiharjo S, Aminullah A, Rukman Y, Munasir Z. Variabel dan Hubungan Antar Variabel. Dalam : Sastroasmoro S. dan Ismael S. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke – 2. CV Sagung Seto. Jakarta, 2002 : 220-237. 13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta, 2002 : 9 – 10. 14. Wiryo H. Effect or Early Solid Food Feeding and the Absence of Colostrum Feeding on Neonatal Mortality and Its Possible Intervention Strategy. Depertemen of Pediatrict. Mataram general Hospital. 1999. p : 151 – 258. 15. Anonymous. Acute Respiratory Infection. http://www.worldbank.org/ html/hnp/hddflash/hm004/html. 16. Harijanto P. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Pnemonia Bayi di Wilayah Puskesmas Grabag 1 Kabupaten Magelang. Tesis. Yogyakarta, 1997. 17. Suripto. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pnemonia pada Anak Balita di Kabupaten Pekalongan. Tesis S-2. 2003. 18. Zuraidah S. Risiko Kejadian Pnemonia pada Balita Kaitannya dengan Tipe Rumah. Tesis. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. 2002. 19. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Depkes RI. Jakarta. 2000 : 6 – 15. 20. Kristensen IA. Community Study of Acute Respiratory Infections in Children Less than One Year of Age. 2004. http://www. danmedbul. ak/DMB.2004. 21. Anonymous. Kepercayaan Tradisional Meningkatkan Jumlah Korban Pnemonia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Warta Kesmas, Edisi 3 tahun 2002. 22. Sokalia, Mwololo, Husein, Bwiko, Seki, Osaki dkk. A Study of Children Under 5 th of Age in Karibia Lindi Village http:///www.shoroku.niph.gojp/kosyu/ 2002/pdf. PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Item Type:Article
Subjects:R Medicine > R Medicine (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Epidemiology
ID Code:5249
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:23 Jan 2010 08:34
Last Modified:23 Jan 2010 08:34

Repository Staff Only: item control page