KAJIAN POLA PEMANFAATAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN DAYA DUKUNG SUMBER DAYA AIR BAWAH TANAH DI KABUPATEN TANGERANG

Abstract

Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang merupakan salah satu faktor utama yang memberikan kontribusi terhadap perubahan pola pemanfaatan ruang dalam bentuk tata guna lahan dari kegiatan pertanian menjadikegiatan non pertanian seperti industri, perdagangan dan jasa serta perumahan dan permukiman. Hal ini berdampak pada terjadinya penurunan sumberdaya lingkungan. Kecenderungan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang berkonsekuensi meningkatnya kebutuhan akan air bersih mengakibatkan terjadinya eksploitasi air bawah tanah secara besar-besaran tanpa memperhatikan kemampuan daya dukung yang ada. Pola pemanfaatan lahan yang berdampak berkurangnya jumlah air yang dapat diresapkan dan eksploitasi secara semena-mena terhadap air bawah tanah berakibat terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air bawah tanah sehingga di beberapa tempat seperti Kecamatan Mauk, Teluknaga, dan Kecamatan Kosambi sulit untuk mendapatkan air bersih dari sumber air bawah tanah. Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keterkaitan pola pemanfaatan ruang, khususnya pola perubahan tata guna lahan terhadap kemampuan daya dukung sumberdaya air bawah tanah. Dalam penelitian ini dilakukan kajian pola perubahan tata guna lahan, perhitungan potensi dan karakteristik air bawah tanah, dan kebutuhan sumberdaya air tanah dengan menggunakan metoda deskriptif eksplanatif. Kriteria yang digunakan menyangkut kondisi iklim dan hidrologi kawasan, perubahan penggunaan lahan, serta standar kebutuhan air untuk kegiatan rumah tangga, industri, dan pertanian. Daya dukung sumberdaya air bawah tanah di identifikasi dengan menggunakan analisis keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan (supply – demand). Dari hasil penelitian ini, sampai dengan tahun 2005 masih tersedia sumber air bawah tanah sebesar 9.061.290 m3 air tanah yang belum termanfaat, namun pada tahun 2015 Kabupaten Tangerang mengalami defisit sumber air bawah tanah sebesar 200.291.780 m3. Ditinjau secara menyeluruh penempatan kawasan industri, permukiman, perdagangan dan jasa yang terpusat pada di Selatan kabupaten, dimana daerah ini merupahan recharge area berdampak pada semakin berkurangnya jumlah volume air yang berpotensi diserapkan sebagai air tanah karena semakin berkurangnya luas areal terbuka. Hal ini terjadi karena pola penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak berpihak pada kemampuan daya dukung sumberdaya air bawah tanah, terlihat pada prakiraan luas areal pemanfaatan lahan dengan pola rencana tata ruang wilayah,luasan pemanfaatan lahan pada kondisi eksisting berada jauh di bawah pola pemanfaatan ruang yang telah direncanakan dalam RUTR Agar potensi ketersediaan sumberdaya air bawah tanah dapat tetap tersedia dan mendukung perkembangan kawasan, diperlukan upaya untuk melestarikan keberadaan air bawah tanah, antara lain dapat ditempuh dengan upaya melestarikan ketersediaan sumberdaya air tanah melalui perlindungan daerah resapan, pembuatan sisitem resapan air, rehabilitasi situ/rawa; pengontrolan dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya air bawah tanah oleh sektor industri dalam bentuk menciptakan sistem monitoring fluktuasi muka air tanah dengan sumur pantau; pembenahan kelembagaan dan instansi teknis terkait secara terkoordinasi dan penetapan kebijakan pola pemanfaatan ruang yang lebih berpihak pada kelestarian sumberdaya air bawah tanah disamping mengoftimalkan pemanfaatan air permukaan yang cukup melimpah di Kabupaten Tangerang.