Trilistyo, Hendro (1991) PARTISIPASI SWASTA DALAM PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH DI SEMARANG. Modul Arsitektur Fakultas Teknik Undip, 1 (1). pp. 36-43. ISSN 0853 - 2877
| PDF - Published Version 12Kb |
Abstract
PEMUKUMAN KUMUH DAN PENGHUNI PEMUKIMAN KUMUH Kota mempunyai fasilitas lebih baik serta kesempatan kerja lebih banyak disbanding desa merupakan daya tarik urbanisasi penduduk desa kekota, disamping adanya factor pendorong dari desa itu sendiri. Urbanisasi ini bersama-sama dengan pertambahan penduduk alami menjadi kota-kotta berkembang lebih cepat, seperti halnya kota-kota Jakarta, Surabaya, bandung, Medan dan semarang. Perkembangan kota yang lebih cepat ini menjadikan timbulnya berbagai masalah terhadap penyediaan prasarana, sarana dan lingkungan perumahan kota, karena tidak diimbangi dengan pengdaan lapangan kerja yang memadai. Akibatnya penduduk yang berpenghasilan rendah akan menempati lingkungan pemukiman yang sesuai dengan penghasilannya. Mereka menempati dan mendirikan rumah-rumah ditanah yang tak bertuan, tanah-tanah yang belum dipergunakan, atau pada lingkungan pemukiman kumuh. Disamping penghasilan yang rendah, ketidak pastian tanah yang mereka tempati, menjadikan mereka ragu untuk memperbaiki rumah yang dihuninya. Hal ini menjadikan lingkungan pemukiman kumuh tersebut semakin memburuk. Pemukiman kumuh (drakakisSmith) adalah : pemukiman yang abash “legal” dan permanent, namun kondisi fisik lingkungan semakin memburuk, terbagi bagi menjadi unit-unit rumah (dan pekarangannya) yang semakin kecil karena kepadatan yang semakin tinggi. Pemukiman ini disebut “slums area” atau perkampungan yang kotor dan miskin (JM. Echols dan Hssan Shadily). disamping pemukiman kumuh tersebut terdapat pula pemukiman liar atau “squatter” yaitu : pemukiman yang menempati tanah yang “tak sah/illegal” yang bukan diperuntukan untuk pemukiman seperti tanah-tanah : kuburan, tepi rel KA, bantaran sungai, dibalik dinding tembok bangunan milik orang lain atau lahan lahan yang belum digunakan. Disamping status tanah tersebut diatas, tanah-tanah pemukiman kumuh mempunyai tata guna tanah yang tetap atau berbeda sesuai dengan perkembangan tata guna tanah kota yang dinamis, dalam rangka mendukung pembangunan yang berlanjut. Akibat terdapat beberapa tanah pemukiman kumuh yang mempunyai nilai komersial menguntungkan. Sifat-sifat pemukiman lain yang menonjol antara lain adalah : 1. Kepadatan penduduk yang tinggi. (Kalianyar, Jakarta Barat = 881 jiwa/Ha, Bangunharjo, Surabaya 1000 jiwa/Ha, Kec.Semarang Tanah / rata-rata 319 jiwa/Ha, kec. Semarang Selatan 33 jiwa/Ha). Di Kodya Semarang terdapat beberapa kelurahan yang mempunyai kepadatan yang tinggi seperti Kelurahan Bangunharjo (90 jiwa/Ha), pada beberapa RT di kelurahan pendeanlamper 820 jiwa/Ha. Kepadatan yang tinggi inilah merupakan sala satu penyebab rumah terbagi menjadi unit-unit yang lebih kecil. 2. Prasarana dan sarana lingkungan yang kurang memenuhi syarat dan kurang terpelihara. Kurang terpeliharanya ini diakibatkan kurangnya penghasilan yang sebagian besar dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan dan perlengkapan rumah tangga, pendidikan dan sandang. 3. Bentuk dan luas rumah. Bentuk rumah sebagian rumah merupakan rumah deret/ bersambung, dengan luas antara 9 m² - 30 m². bahan bangunan yang dipergunakan kurang memenuhi syarat. Demikian pula organisasi ruangnya. Oleh karena itu ada yang menyebut dengan “Rumah kardus” atau “Rumah kurcaci”. 4. penghasilan penghuni pemukiman kumuh. Kebanyakan penghuni mempunyai pekerjaan sebagi buruh bangunan, tukang becak, pembantu rumah tangga, penjual bakso dll. Dengan penghasilan harian. Penghasilan mereka berkisar antara Rp. 2000,- hingga Rp. 6000,- setiap harinya. Banyak pula istri mereka mempunyai penghasilan tambahan dengan menjual makanan di rumah, mengerjakan konveksi pakaian dll, yang menambah penghasilan setiap bulannya. 5. Sikap penghuni pemukiman kumuh Sikap penghuni pemukiman kumuh terhadap gotong royong kampong (yang mengeluarkan sedikit biaya) sangat baik. Dengan demikian pula tolong menolong antar sesama warga, hubungan kekeluargaan yang baik. Terhadap upacara yang bersifat tradisi dan ritual, mereka sangat memperhatikan dan timbul kesan “ngnakake (jawa)” dengan serius.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 4461 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 19 Jan 2010 14:46 |
Last Modified: | 19 Jan 2010 14:46 |
Repository Staff Only: item control page