KECENDERUNGAN KEARAH RUANG KOTA MULTI FUNGSIONAL

Darmawan, Eddy (1991) KECENDERUNGAN KEARAH RUANG KOTA MULTI FUNGSIONAL. Modul Arsitektur Fakultas Teknik Undip . p. 26. ISSN 0853 - 2877

[img]
Preview
PDF - Published Version
11Kb

Abstract

Kota merupakan wilayah geografis yang dpadati oleh penduduk dan tempat konsentrasi dari segala macam kegiatan kehidupan penghuninya, baik dalam bekerja, sekolah, berbelanja, rekreasi dan lain-lain, demikian kta pakar kota proshansky (1976). Kalau seorang ibu berperan ganda, sebagai pekerja dan sebagai ibu rumah tangga, disamping perannya sebagai manusia biasa yang menuntut kebutuhan lain seperti rileks, komunikasi antar teman dan lain-lain, maka mereka akan memilih tempat fasilitas pelayanan umum tersebut yang dekat dengan lingkungan kerjanya. Barang kali semua orang akan bersikap demikian, dengan catatan fasilitas tersebut terjangkau oleh kemampuan golongan tersebut. Karena restoran yang mapan dan nyaman tempat dan pelayanannya cukup mahal, maka tidak jarang dilingkungan gedung perkantoran yang boleh dibilang elite, banyak bermunculan warung-warung makan kecil atau pedagang kaki lima yang dipadati oleh karyawan dan karyawati golongan tertentu dari kawasan perkantoran tadi. Suasana demikian sering terlihat dikota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, bahkan Semarang di kompleks perkantoran Pasar Johar. Keadaan ini adalah sifat manusiawi suatu kota yang patut kita renungkan bersama. GEJALA KOTA MODERN. Perubahan menuju kota modern, ditandai oleh adanya sikap penghuni kota yang menuntut serba cepat, perkembangan teknologi dan industri yang semakin meningkat, demikian kata planolog Jhom Lang dalam bukunya Creating Architectura Theory (1987). Kalau kita lihat kota-kota besar di dunia seperti Paris, London, New York, Sidney atau Tokyo Jepang, sikap dan perilaku masyarakat begitu sibuk, berjalan cepat menuju kekantor-kantor atau sekolah, meskipun sampai ditempat kerjanya kadang-kadang juga biasa biasa saja, hanya masalah spirit dan tahan dalam melakukan pekerjaan mereka, serta disiplin waktu memang patut kita hargai. Masalah kaki lima boleh dikatakan tidak ada, kalaupun ada hanya sedikit jumlahnya. Karena segala kebutuhan sehari-hari sudah dipenuhi oleh fasilitas yang tersedia dikompleks perkanoran,disamping tingkat kemampuan yang memadai. Dan anehnya fasilitas tersebut justru diekspose didepan seperti di Lobby atau hall, terutama kantor yang melayani kebutuhan public atau kantor sewa (rental Office), kantor Imigrasi, kantor Kecamatan dan lain-lain. Dan fasilitas yang tersedia tersebut memang terjangkau oleh kantor mereka. Kota-kota besar di Jepang memiliki struktur kota yang terdiri dari simpul kota atau pusat keramaian yang dapat ditempuh dengan kereta listrik yang merupakan tulang punggung transportasi umum kota. Dan simpul-simpul kota tersebt terdapat segala fasilitas umum, mulai dari perkantoran, pasar swalayan, pertokoan, tempat hiburan, arel komunikasi, sekolah yang semuanya cenderung mendekat stasiun kereta sebagai titk pusatnya. Oleh dimitri Psrocos dalam bukunya Mixed Land Use mengatakan bahwa hal ini merupakan Economic Integration dalam kegiatan kota, dan ditinjau dari segi eksesibilitas hubungan kegiatan, model ini sangat praktis kalau didukung oleh aturan main yang disepakati oleh berbagai pihak yang terlibat. Hal ini didukung oleh teori Malcolm J Moseley dalam bukunya Growth Centres in Spatial Planning yang menyatakan bahwa pusa pertumbuhan (Growth Pole) suatu kota ditentukan oleh suatu jarak ketempat kerja yang pendek dan pertumbuhan penduduk serta kegiatan perekonomian.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:4452
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:19 Jan 2010 14:33
Last Modified:20 Jan 2010 08:52

Repository Staff Only: item control page