STUDI PENGALAMAN NEGOSIASI IDENTITAS ANTARA ANAK YANG MELAKUKAN PERPINDAHAN AGAMA KEPADA ORANG TUANYA

Fauziah, Devinta Hasni (2013) STUDI PENGALAMAN NEGOSIASI IDENTITAS ANTARA ANAK YANG MELAKUKAN PERPINDAHAN AGAMA KEPADA ORANG TUANYA. Undergraduate thesis, Ilmu Komunikasi FISIP UNDIP.

[img]
Preview
HTML
21Kb
[img]
Preview
PDF
21Kb

Abstract

STUDY ABOUT IDENTITY NEGOTIATION BETWEEN CHILDREN DOING RELIGIOUS CONVERSION AND HIS/HER PARENTS Abstract Selecting and religion are protected by laws in Indonesia. There is an interesting phenomenon about it is the phenomenon of religious conversion. However, religious conversion remains a surprising phenomenon, especially in Indonesia. Not always occur in individuals who do it, it could be happening to the family, the other party concerned, or even the people around the neighborhood. This course requires negotiation of identity, where one has the motivation to deliver the expectations of identity that they want to be appreciated by others. The study included parents with young couples who make the shift beliefs. The purpose of this study was to determine the identity of the child's experience of negotiation that does the conversion to his parents. Theory approach in this study is the theory Parenting Style (Le Poire, 2006) and Identity Negotiation Theory (Gudykunst, 2005). Through a phenomenological approach in qualitative methods, researcher used an indepth interview as a data collection technique. Negotiation is a process of interaction identity transactional trying to convey, confirm, defend, support or maintain a desired self-image related parties. The background of each family is different so its of course make generate knowledge and communication skills are different. In this study it was found that obedience in religious and personal variations of family members is the most influential factor in the process of identity negotiation is done. Parenting style in the family also affect the identity negotiation. Parenting style that contribute to the competent of identity negotiation is permissive and authoritative parenting. Negotiations between the identity of the child who did the religious conversion with parents can say competent if it is able to interact with the knowledge and good interaction skills and do it appropriately and effectively. Have the motivation to continually strive to achieve satisfactory results said if both sides can understand each other, respect and appreciate. Feelings can be demonstrated with actions such as mutual respect for religious activities with each other and still maintain a good relationship with the family. Keywords: Religion, Religious Conversion, Identity Negotiation, Parenting Style STUDI PENGALAMAN NEGOSIASI IDENTITAS ANTARA ANAK YANG MELAKUKAN PERPINDAHAN AGAMA KEPADA ORANG TUANYA Abstraksi Memilih dan memeluk agama adalah hak asasi yang dilindungi undang-undang di Indonesia. Adanya fenomena menarik mengenai hal tersebut adalah fenomena pindah agama. Tetapi, pindah agama tetap menjadi fenomena yang mengejutkan, terutama di Indonesia. Tidak selalu terjadi pada individu yang melakukannya, bisa jadi terjadi pada keluarga, pihak lain yang bersangkutan, atau bahkan orang-orang disekitar lingkungan. Hal tersebut tentu saja membutuhkan negosiasi identitas, dimana seseorang memiliki motivasi untuk menyampaikan harapan terhadap identitas yang yang mereka inginkan untuk dihargai oleh pihak lain. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini melibatkan pasangan orang tua dengan anak yang melakukan perpindahan keyakinan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengalaman negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama kepada orang tuanya. Pendekatan teori dalam penelitian ini adalah Teori Pola Asuh Orang Tua (Le Poire, 2006) dan Teori Negosiasi Identitas (Gudykunst, 2005). Melalui pendekatan fenomenologi dalam metode kualitatif, peneliti menggunakan indepth interview sebagai teknik pengumpulan data. Negosiasi identitas adalah proses interaksi transaksional yang berusaha menyampaikan, menegaskan, mempertahankan, mendukung atau mempertahankan citra diri yang diinginkan pihak-pihak yang terkait. Latar belakang masing-masing keluarga yang berbeda tentu saja menghasilkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa ketaatan dalam beragama serta variasi pribadi dan situasional anggota keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam proses negosiasi identitas yang dilakukan. Pola asuh dalam keluarga juga mempengaruhi negosiasi identitas. Pola asuh yang mendukung terjadinya negosiasi identitas yang kompeten adalah pola asuh permisif dan otoritatif. Negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama dengan orang tuanya dapat dikatakan kompeten jika mampu melakukan interaksi dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan interaksi yang baik dan melakukannya secara tepat dan efektif. Memiliki motivasi untuk terus-menerus berusaha dapat dikatakan mencapai hasil yang memuaskan jika kedua belah pihak dapat saling mengerti, menghormati dan menghargai. Perasaan tersebut dapat ditunjukkan dengan tindakan nyata seperti saling menghormati kegiatan agama satu sama lain dan tetap menjaga hubungan yang baik dengan keluarga. Kata kunci : Agama, Pindah Agama, Negosiasi Identitas, Pola Asuh Summary Studi Pengalaman Negosiasi Identitas antara Anak yang Melakukan Perpindahan Agama kepada Orang Tuanya Penyusun Nama : Devinta Hasni Fauziah NIM : D2C008021 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro 2012 I. Latar Belakang Kebebasan yang dibangun dalam masyarakat Indonesia saat ini menimbulkan tren baru yang kemudian muncul, yaitu pacaran beda agama. Pacaran merupakan aktifitas dua individu yang belum menikah dan memiliki ketertarikan emosi serta kasih sayang didalamnya. Masalah kemudian timbul ketika kedua pasangan tersebut menuju jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Di Indonesia pernikahan beda agama belum bisa disahkan secara hukum, sehingga kemudian muncul fenomena pindah agama karena alasan pernikahan. Pindah agama selalu menjadi fenomena yang mengejutkan, terutama di Indonesia. Tidak selalu terjadi pada individu yang melakukannya, bisa jadi terjadi pada keluarga, pihak lain yang bersangkutan, atau bahkan orang-orang disekitar lingkungan. Jonathan Frizzy adalah seorang pesinetron yang sedang marak diperbincangkan karena pernikahannya dengan Dhena Devanka. Dhena Devanka merupakan seorang muslim yang kemudian memutuskan berpindah agama karena menginginkan hubungan yang lebih serius dengan Jonathan. Perpindahan agama tersebut tidak mendapat persetujuan dari keluarga Dhena, hal tersebut berakibat tidak ada satupun keluarganya datang pada pernikahannya dengan Jonathan yang diadakan secara tertutup. (http://www.tabloidbintang.com/berita/gosip/54451-calon-istripindah- agama-pernikahan-jonathan-frizzy-tak-dihadiri-keluarga-mempelai-wanita.html.) Hal tersebut adalah sebuah contoh nyata bahwa fenomena pindah agama tidak selalu diterima dengan baik oleh orang terdekat. Lain halnya dengan Dhena, Rianti yang juga melakukan perpindahan agama justru melaksanakan pernikahanya di Gereja Old St. Patrick, New Yok Amerika Serikat. Meskipun melakukan pernikahan dengan tertutup, tetapi pernikahannya dihadiri oleh ayahnya yang merupakan WNA serta keluarganya yang lain. Memilih agama, pada dasarnya, adalah hak setiap individu. Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk memilih agama sesuai dengan kehendak dan agama masing-masing. Dalam UUD RI 1945 Pasal 28I ditegaskan bahwa hak untuk bebas beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dengan diaturnya kebebasan beragama sedemikian rupa, menunjukkan bahwa negara ini dibangun atas dasar keberagaman begitu juga dengan pemilihan agama masing-masing warga negara. Pindah agama bukan merupakan suatu kesalahan yang dilakukan seseorang, tetapi merupakan pilihan yang memerlukan banyak pertimbangan dalam hidup individu. Tetapi pada kehidupan nyata, individu bersinggungan dengan pihak-pihak lain yang bisa saja mempermasalahkan perpindahan tersebut. Pihak lain tersebut bisa jadi adalah pihak yang paling dekat dengan individu yaitu keluarga. Reaksi masing-masing keluarga mungkin saja berbeda. Hal tersebut dikarenakan berbagai hal, salah satunya adalah latar belakang keluarga. Latar belakang itu sendiri terdiri dari bermacam faktor, seperti pendidikan, ekonomi, suku, pemahaman agama dan berbagai faktor lainnya. Dikarenakan berbagai macam faktor yang melatarbelakangi, maka reaksi pun menjadi sangat beragam. Faktor lain yang dapat mempengaruhi reaksi keluarga adalah pola asuh dalam keluarga. Perbedaan pola asuh menyebabkan perbedaan pola komunikasi antara orang tua dan anak. Hal tersebut juga mempengaruhi sifat atau watak seorang anak itu sendiri, sehingga mempengaruhi kemampuan komunikasinya kepada orang tua. Hal tersebut dapat menyebabkan penyampaian serta penerimaan yang berbeda bagi masing-masing keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan, termasuk dalam permasalahan agama serta agama. Identitas merupakan jembatan antara komunikasi dan budaya (Martin & Nakayama, 2004:148). Hal ini merupakan suatu yang penting karena individu mengkomunikasikan identitas pada orang lain, dan belajar mengenai diri sendiri melalui komunikasi. Identitas dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan serta ditantang melalui komunikasi dengan orang lain. Identitas muncul saat pesan-pesan dipertukarkan dengan orang lain (Martin & Nakayama, 2004:148). Individu yang melakukan pindah agama mempunyai identitas baru sebagai penganut agama barunya tersebut. Hal tersebut perlu dikomunikasikan sehingga pihak lain mampu mengetahui serta bersikap terhadap identitasnya itu. Oleh karena itu dibutuhkan proses negosiasi identitas untuk mengkomunikasikannya. Konsep negosiasi didefinisikan sebagai interaksi transaksional dimana individuindividu dalam situasi antar budaya berusaha menetapkan, memaknai, mengubah, menantang dan atau mendukung identitasnya sendiri maupun identitas orang lain (Gudykunst, 2005: 217). Dalam kasus pindah agama dapat diartikan bahwa perundingan antara anak dengan orang tua tentang perpindahan agama atau agama sehingga tercipta suatu jalan atau kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak. Negosiasi identitas dalam keluarga dapat berbeda satu dengan yang lainnya, hal tersebut dapat dipengaruhi salah satunya oleh pola asuh dalam keluarga. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbedaan pola asuh menyebabkan perbedaan pola komunikasi antara orang tua dan anak. Maka hal tersebut tentu saja berpengaruh pada proses negosiasi identitas dalam keluarga. . II. Rumusan Masalah Membuat sebuah keputusan besar dalam hidup tentu saja tidak selalu mudah bagi masing-masing individu. Pengambilan keputusan tersebut mungkin berbenturan dengan pihak lain yang terkait. Seperti dalam kasus pindah agama yang merupakan sebuah keputusan yang besar dalam hidup seseorang. Benturan sangat mungkin terjadi terutama dalam keluarganya selaku pihak terdekat. Perihal agama adalah hal yang sangat sensitif dalam keluarga. Apabila salah satu anggota keluarganya memutuskan untuk berpindah agama maka akan terjadi reaksi dalam keluarga. Reaksi tersebut dapat berbeda satu sama lain, tergantung beberapa faktor antara lain pola asuh dalam keluarga serta latar belakang keluarga. Negosiasi identitas merupakan prasyarat berlangsungnya komunikasi antarbudaya yang sukses. Negosiasi identitas sendiri merupakan proses interaksi transaksional di mana individu-individu yang berada dalam situasi antarbudaya berusaha untuk menegaskan, mendefinisikan, mempertentangkan atau mendukung citra yang diinginkan mereka dan orang lain. Agama merupakan identitas pribadi. Pada kasus individu yang pindah agama maka dia memiliki identitas baru yang perlu dinegosiasikan kepada pihak lain, dalam hal ini keluarga. Identitas perlu dinegosiasikan karena identitas itu sendiri sangat penting bagi eksistensi individu. Hal tersebut menarik untuk dikaji, bagaimanakah negosiasi identitas yang dilakukan oleh anak pindah agama kepada orang tuanya? Apa saja kendalakendala yang di alami selama proses tersebut berlangsung. III. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama dalam usahanya untuk meyakinkan orang tuanya. IV. Signifikansi Penelitian • Signifikansi Teoritis Secara akademis atau teoritis penelitian ini merupakan usaha untuk mengembangkan pemikiran teoritik tentang negosiasi identitas. Peneliti memanfaatkan teori negosiasi identitas, teori pola asuh keluarga dan teori komunikasi identitas tersebut untuk memperoleh gambaran mengenai negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan keyakinan kepada orang tuanya serta faktor-faktor pendukung lainnya. • Signifikansi Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menyajikan gambaran mengenai pengalaman negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama dalam usahanya untuk meyakinkan orang tuanya. • Signifikansi Sosial Secara sosial penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan gambaran mengenai pengalaman tentang bagaimana negosiasi identitas dalam keluarga yang terjadi dalam masyarakat. Terutama dalam melakukan negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama dengan orang tuanya sehingga dapat meminimalisir konflik dalam keluarga yang mungkin terjadi karena perpindahan agama tersebut. V. Metode Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dasar teoritis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian adalah anak yang telah memasuki usia 18 tahun ke atas dan berpindah agama serta orang tuanya. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada empat informan. Tahap analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data pada pendekatan fenomenologi Moustakas (dalam Creswell, 2007:159). VI. Kesimpulan Negosiasi identitas adalah proses interaksi transaksional yang berusaha menyampaikan, menegaskan atau mempertahankan citra diri yang diinginkan pihak-pihak yang terkait. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa negosiasi identitas didukung oleh faktor latar belakang keluarga dan pola asuh keluarga. Latar belakang masing-masing keluarga yang berbeda menghasilkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa ketaatan dalam beragama serta variasi pribadi orang tua merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam proses negosiasi identitas yang dilakukan. Keluarga dengan ketaatan keluarga yang semakin tinggi membuat proses negosiasi identitas menjadi lebih sulit, karena dalam keluarga tersebut sudah memiliki dasar yang kuat mengenai agama. Variasi pribadi orang tua membuat penerimaan menjadi berbeda satu sama lain. Pola asuh dalam keluarga juga mampu mendukung negosiasi identitas dalam hal ketrampilan dan kemampuan interaksi. Pola asuh yang mendukung terjadinya negosiasi identitas yang kompeten adalah pola asuh permisif dan otoritatif. Sedangkan pola asuh otoriter dapat menghasilkan negosiasi identitas yang kompeten jika baik orang tua maupun anak memiliki motivasi untuk mengembangkan ketrampilan serta kemampuan komunikasi. Negosiasi identitas antara anak yang melakukan perpindahan agama dengan orang tuanya dapat dikatakan kompeten jika mampu melakukan interaksi dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan interaksi yang baik dan melakukannya secara tepat dan efektif. Dapat dikatakan mencapai hasil yang memuaskan jika kedua belah pihak dapat saling mengerti, menghormati dan menghargai. Hasil yang memuaskan tersebut dapat ditunjukkan dengan tindakan nyata seperti saling menghormati kegiatan agama satu sama lain dan tetap menjaga hubungan yang baik dengan yang dimiliki ketiga keluarga informan tersebut hingga saat ini. DAFTAR PUSTAKA Buku: Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry & Research Design: Choosing Among Five Approaches 2nd Edition. Beverly Hils: Sage Publications. Gudykunst, William B. 2005. Theorizing About Intercultural Communication. California: Sage Publication LePoire, Beth A. 2006. Family Communication, Nurturing and Control in a Changing World. California: Sage Publications. Littlejohn, Stephen W. 2005. Theories of Human Communication – 8rd. California: Wadsworth Publishing Company. Martin, Judith N & Thomas K Nakayama. 2004. Intercultural Communication in Context (3rd edition). New York: McGraw-Hill Lain-lain: Chariri, A. 2009, Juli 31. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif. Universitas Diponegoro: 5. http://www.beritaunik.net/unik-aneh/7-artis-indonesia-yang-rela-pindah-agamademi- cinta.html, diakses tanggal 3 Mei 2012 pukul 21.30 WIB. http://www.i-berita.com/selebriti/rianti-cartwright-agama.html, diakses tanggal 3 Mei 2012 pukul 21.45 WIB. http://www.tabloidbintang.com/berita/gosip/54451-calon-istri-pindah-agamapernikahan- jonathan-frizzy-tak-dihadiri-keluarga-mempelai-wanita.html, diakses tanggal 20 Juli 2012 pukul 22.00 WIB.

Item Type:Thesis (Undergraduate)
Subjects:H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Divisions:Faculty of Social and Political Sciences > Department of Communication
ID Code:37744
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:02 Mar 2013 22:08
Last Modified:02 Mar 2013 22:08

Repository Staff Only: item control page