PERKEMBANGAN KOMUNITAS SAMIN DI KUDUS DAN PERLAWANANNYA TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN IRIGASI TAHUN 1986

ROSYID, Moh. (2012) PERKEMBANGAN KOMUNITAS SAMIN DI KUDUS DAN PERLAWANANNYA TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN IRIGASI TAHUN 1986. Masters thesis, Program Pascasarjana Undip.

[img]
Preview
PDF
409Kb
[img]
Preview
PDF
114Kb
[img]
Preview
PDF
162Kb

Abstract

Tesis ini menelaah perlawanan petani Samin akibat pembangunan irigasi di Dukuh Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah tahun 1986. Komunitas ini dipilih karena penulis belum mendapatkan hasil telaah dari penulis lain dengan topik gerakan perlawanannya sebagai petani terhadap penguasa. Perlawanan tersebut dipahami khalayak umum secara dangkal sebagai bentuk pembangkangan semata. Metode dalam tesis ini berupa metode eksplanatif mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Teknik perolehan data didominasi sejarah lisan (oral history) karena warga Samin Kudus tidak memiliki sumber tertulis kaitannya dengan ajarannya, peristiwa perlawanan terhadap pembangunan irigasi tahun 1986 tidak ditemukan data tertulis oleh peneliti, sebagian pelaku masih hidup dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber lisan, dan dokumen tertulis kaitannya dengan pembangunan irigasi dan perlawanannya diduga lenyap karena Kantor Unit Pelaksana Teknis Pengairan Wilayah II Kantor Dinas Energi Sumber Daya Minieral (ESDM) Kabupaten Kudus pada tahun 1993 dan pada 27 Desember 2007 s.d 3 Januari 2008 dilanda banjir bandang yang ketinggiannya melebihi almari arsip, sehingga data tidak penulis temukan. Perlawanan komunitas Samin dilatarbelakangi pembelian tanah dipergunakan pematang (kanan-kiri yang aliran di tengahnya untuk irigasi) pada lahan sawah warga Samin oleh Jratunseluna. Perjanjian awal antara warga Samin yang difasilitasi oleh Pemerintah desa Karangrowo dan pelaksana pembangunan, Jratunseluna memanfaatkan tenaga keamanan dari Babinsa Koramil Undaan. Semula warga Samin keberatan terhadap program pembelian lahan untuk irigasi karena desakan Pemerintah Desa jika tidak memenuhi program dianggap pembangkang pembangunan. Warga Samin dan non-Samin akhirnya menyetujui. Sebelum pembangunan dilaksanakan, pada 1985 pihak Jratunseluna, warga pemilik lahan rencana lokasi irigasi, dan Pemerintah Desa bermusyawarah di Balai Desa Karangrowo untuk menyepakati rencana kerja. Pertama, penggalian tanah lahan sawah sekitar rencana lokasi irigasi dikeruk dengan 2 dozer dan 1 bechu kedalamannya 25 cm. Kedua, penyelesaian irigasi selama setahun. Ketiga, lahan sawah per meter dibeli oleh Jratunseluna seharga Rp 25. Kesepakatan tersebut realisasinya bertolak belakang (1) kedalaman tanah yang dikeruk hingga 4 m, perjanjian semula 25 cm, (2) pembangunan irigasi hingga dua tahun, kesepakatan awal setahun. Akibat kedalaman penggalian lahan sawah hingga 4 m, lahan sawah tidak dapat ditanami padi karena tergenang air dan penyelesaian pekerjaan hingga 2 tahun karena terbatasnya alat berat untuk pengerjaan dan sering rusak. Hal tersebut menyebabkan warga Samin yang hidup di wilayah yang selingkungan dan adanya ikatan kekerabatan mengklarifikasi realita perjanjian dengan pelaksanaan pembangunan irigasi. Pemerintah desa tidak mampu menyelesaikan tuntutan warga Samin, selanjutnya 11 lelaki warga Samin tanpa peralatan menghadang alat berat di lahan pembangunan irigasi. Operator melarikan diri dan menginformasikan pada mandor Jratunseluna dan anggota Babinsa Koramil Undaan (Sutikno) selanjutnya berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Karangrowo, akhirnya mengundang warga Samin yang menghentikan alat berat. Musyawarah menyepakati bahwa tuntutan warga Samin disetujui. Realitasnya, lahan warga Samin yang kedalamannya masih 4 m, tetapi alat berat meninggalkan lahan persawahan, di tengah perjalanan, warga Samin menghadang dan naik pada alat berat agar operator kembali meratakan lahan yang kedalaman masih 75 cm. Ulah warga Samin direspon anggota Babinsa Koramil Undaan berpakaian dinas TNI-AD meletuskan pistol ke udara. Karena hari telah senja, akhirnya warga Samin menghadap Kepala Desa (Petinggi) Karangrowo. Selanjutnya berkoordinasi dengan Muspika Undaan dan Muspida Kudus turun tangan menginstruksikan agar kedalaman tanah dikembalikan sebagaimana perjanjian perdana dan memberi dana pengganti kerugian per meter seharga Rp 80,-. Bagi warga non-Samin yang tidak melawan karena pertimbangannya perlawanannya dianggap pembangkang. Begitu pula warga Samin yang tidak melawan dengan pertimbangan bahwa hal tanah adalah urusan duniawi yang sangat sederhana sifatnya sehingga tidak perlu konflik. Mereka tidak mendapat ganti rugi dan pengurukan lahan sawah dilakukan dengan biaya mandiri. Perlawanan dilakukan warga Samin karena warga Samin beranggapan bahwa melawan atau tidak melawan, dianggap sebagai pembangkang sejak era penjajah merupakan hal biasa, jika tidak melawan maka sumber perekonomiannya akan musnah, pelaku perlawanan memiliki temperamen tinggi karena memiliki bekal ilmu kanuragan, dan adanya dukungan dari warga Samin yang berada di lingkungan Dukuh Kaliyoso untuk melakukan perlawanan secara kompak. Adapun faktor warga non-Samin tidak melawan karena takut dianggap pembangkang pembangunan dan dilabeli pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Dua label tersebut merupakan julukan yang menakutkan di era Orde Baru. Sedangkan sebagian kecil warga Samin tidak melakukan perlawanan dengan dalih melakukan perlawanan jika hanya mempertahankan lahan persawahan dianggap tabu. Perbedaan warga Samin yang melawan dan tidak melawan sangat dipengaruhi oleh cara memahami ajaran ‘dalam’ Samin bagi warga Samin itu sendiri. Warga Samin yang melakukan perlawanan hanya berjenis kelamin lelaki karena mayoritas perempuan Samin, sebagaimana perempuan pedesaan yang non-Samin, aktivitasnya mayoritas seputar rutinitas di dalam rumah tangga. Agenda utama topik yang sederhana dan sifatnya mikro lokal diangkat sebagai tesis oleh penulis dengan tujuan utama memberikan data pada pembaca bahwa warga Samin Kudus yang melakukan perlawanan bukan serta-merta sebagai bentuk pembangkangan terhadap pembangunan, tetapi menegaskan bahwa warga Samin menjadi pemberani sejak nenek moyangnya melawan penjajah bila harga dirinya diperlakukan tidak sesuai prosedur yang benar. Hal tersebut di atas sebagai bagian kecil mewujudkan sejarah orang pinggiran yang berani dan kokoh dengan prinsip hidupnya mempertahankan sejengkal tanah sebagai urat nadi kehidupannya jika diganggu oleh kekuatan apapun. Kata Kunci: Perkembangan, Perlawanan, Samin Kudus, Jratunseluna, dan irigasi.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:H Social Sciences > H Social Sciences (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Administration Science
ID Code:37089
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:20 Nov 2012 15:09
Last Modified:02 Mar 2013 22:13

Repository Staff Only: item control page