BAHASA PEREMPUAN SEBAGAI KAJIAN BUDAYA WARNA LOKAL JAWA DALAM CENTHINI 40 MALAM MENGINTIP SANG PENGANTIN DAN MADAM KALINYAMAT: PENENTUAN SASTRA MARGINAL

Puji Retno , Hardiningtyas (2010) BAHASA PEREMPUAN SEBAGAI KAJIAN BUDAYA WARNA LOKAL JAWA DALAM CENTHINI 40 MALAM MENGINTIP SANG PENGANTIN DAN MADAM KALINYAMAT: PENENTUAN SASTRA MARGINAL. In: Seminar Nasional Pemertahanan Bahasa Nusantara, 6 Mei 2010, Hotel Pandanaran Semarang.

[img]
Preview
PDF - Published Version
186Kb

Official URL: http://mli.undip.ac.id

Abstract

Kaitan budaya dan sastra, dalam hal ini novel yang mengangkat budaya lokal Jawa pada hakikatnya berbicara soal perempuan dan laki-laki. Sekarang secara luas diterima bahwa perempuan dan laki-laki berbicara secara berbeda. Bahasa perempuan pada hakikatnya adalah sebuah wacana sebagai sistem representasi, yakni cara mengatakan, cara menuliskan, atau membahasakan peristiwa, pengalaman, pandangan, dan kenyataan hidup tertentu. Bahasa perempuan selalu mempresentasikan model pandangan hidup tertentu, yakni gambaran sebuah konstruksi dunia yang bulat dan utuh tentang ide hidup dan kehidupan yang sudah ditafsirkan dan diolah oleh perempuan. Novel Centhini 40 Malam Mengintip Sang Pengantin dan Madam Kalinyamat terdapat proses institusional dan sosiokultural untuk menunjukkan ideologi tertentu, seorang perempuan, seperti Tambangraras, Centhini, dan Ratu Kalinyamat. Dalam konteks ini terdapat proses institusional yang cukup kompleks dalam wacana perempuan. Proses ini berupa “pertarungan” atau “perebutan” lintas institusi yang akhirnya bermuara ke dalam pilihan kosakata tertentu. Pilihan dan pemaknaan terhadap ideologi perempuan amat ditentukan oleh asumsi-asumsi yang dibangun elite perempuan. Elit perempuan yang “diuntungkan oleh sistem” atau “elite perempuan yang terkurung” cenderung berada pada perspesktif “keterakitan pada struktur”. Sementara itu, proses sosiokultural berupa pertarungan sistem sosiobudaya oleh sistem budaya ‘tradisional” mendapat tantangan dari sistem budaya “baru” yang didominasi budaya-budaya global dan mondial. Hal ini secara tersurat ada dalam novel Centhini 40 Malam Mengintip Sang Pengantin dan Madam Kalinyamat. Oleh karena itu, tokoh perempuan dalam novel warna lokal Jawa dilakukan dengan melihat sikap, sifat, dan tingkah laku tokoh tersebut ketika berhadapan dengan konflik; bagaimana Tambangraras, Centhini, dan Ratu Kalinyamat menghadapi permasalahan, menyikapinya, menyelesaikannya, dan menindaklanjuti yang pada akhirnya bermuara pada konsepsi tentang kehidupannya dalam masyarakat lama, kesetiaan untuk menjalani kehidupan berdasarkan konvensi, norma, dan kesepakatan yang telah diakuai bersama. Di sisi lain, novel Centhini 40 Malam Mengintip Sang Pengantin dan Madam Kalinyamat merupakan sastra yang mengambil orientasi daerah atau sastra berwarna lokal akan memungkinkan munculnya sastra marginal. Permasalahan ini menarik untuk dikaji sebagai salah satu wujud pemertahanan bahasa (budaya) daerah, termasuk di dalam sastra nya.

Item Type:Conference or Workshop Item (Speech)
Uncontrolled Keywords:bahasa perempuan, budaya, sastra marginal, Centhini, Madam Kalinyamat
Subjects:P Language and Literature > P Philology. Linguistics
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Linguistic
ID Code:36922
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:14 Nov 2012 11:47
Last Modified:14 Nov 2012 11:47

Repository Staff Only: item control page