Setiawan, Aji Nur (2009) Studi Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Semarang (Policy Implementation Study on Street Vendor Regulations in the City of Semarang). Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
PDF Restricted to Repository staff only Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial. 9Mb |
Abstract
The existence of street vendors is one of people’s major concerns in the City of Semarang. The Local Government of Semarang's policy in regulating street vendors has not satisfied both citizens and street vendors. Public opinion and articles in local newspapers demonstrate that the policy of the local government has not succeeded in addressing the problem. This research aims to analyze the factors that support and impede the effectiveness of policy implementation on street vendor regulation. The data analysis is based on the models proposed by Donald. S. Van Meter and Carl E. Van Horn, George C. Edwards III, Merilee S. Grindle, and Paul Sabatier and Daniel Mazmanian. These factors are divided into categories as follows: (1) policy; (2) policy implementer; (3) policy object; (4) relations between implementer and policy object; and (5) environmental conditions that affect policy. In order to explore the data and phenomena, this research used mixed qualitative and quantitative methods. Qualitative methods were employed as the principal approach. Bureaucrats were studied by qualitative methods, using interviews, while street vendors were studied principally by quantitative methods, using questionnaires. The conclusions that can be drawn from this research are: First, the goal of the policy has been to restrict street vendors. The Government considers street vendors to be a disruption to city order. Hence, street vendors tend to defy the policy, because their effort to earn money will be hampered. Second, the bureaucracy as the policy implementer institutions have been designed in keeping with the policy goals. Political elites and government officials have a quite similar point of view regarding how street vendors should be managed. Satuan Polisi Pamong Praja, as the enforcement institution, and Kecamatan and Kelurahan, as the district institutions, have significant roles in the implementation of the policies, along with Unit Pengelola Pedagang Kaki Lima (Administrative Unit for Street Vendor Affairs). Third, street vendors’ responses to the policy can be divided into two categories, namely the obedient and the rebellious. The results show that policy is easier to be implemented on the obedient. Furthermore, collective actions by street vendors exert an influence as well. The stronger the action, the greater its impact on policy implementation. Fourth, the policy is publicized in two principal ways, which can be categorized into: (1) face to face communication, and (2) communication through particular media. Most of these are the government’s initiatives. Additionally outsiders have a capacity to passively participate in determining the proper locations for street vendors. Fifth, environmental conditions tend to conform with the policy goal, which is to restrict street vendors. Social conditions, technological advancements, public support and the attitudes of constituency groups are matched with the policy. On the other hand, economic and political conditions can be compatible if policy goals are directed towards supporting street vendors. Keberadaan pedagang kaki lima merupakan salah satu perhatian utama masyarakat di Kota Semarang. Kebijakan Pemerintah Kota Semarang untuk menata pedagang kaki lima belum bisa sepenuhnya memuaskan warga dan pedagang kaki lima. Opini publik dan artikel di koran lokal memperlihatkan bahwa kebijakan pemerintah belum berhasil memecahkan masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang berpengaruh pada keberhasilan kebijakan penataan pedagang kaki lima. Analisis data berdasarkan pada model-model yang dikemukakan oleh Donald. S. Van Meter dan Carl E. Van Horn, George C. Edwards III, Merilee S. Grindle, dan Paul Sabatier dan Daniel Mazmanian. Faktor-faktor tersebut dikategorikan menjadi : (1) kebijakan; (2) pelaksana kebijakan; (3) obyek kebijakan; (4) hubungan antara pelaksana dan obyek kebijakan; dan (5) lingkungan yang mempengaruhi kebijakan. Untuk memperoleh data dan fenomena, penelitian ini menggunakan metode campuran, antara kualitatif dan kuantitatif, dengan kualitatif sebagai pendekatan utama. Birokrat diteliti dengan metode kualitatif, menggunakan wawancara, dan pedagang kaki lima diteliti utamanya dengan metode kuantitatif, menggunakan kuesioner. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, tujuan kebijakan penataan adalah untuk membatasi pedagang kaki lima. Pemerintah cenderung berpandangan bahwa pedagang kaki lima merupakan gangguan bagi keteraturan kota. Oleh karena itu, pedagang kaki lima cenderung menentang kebijakan, karena usaha mereka mencari nafkah akan terganggu. Kedua, birokrasi sebagai lembaga pelaksana kebijakan dirancang sesuai dengan tujuan kebijakan. Elit-elit politik dan para pejabat pemerintah memiliki sudut pandang yang cenderung sama mengenai bagaimana seharusnya menangani pedagang kaki lima. Satuan Polisi Pamong Praja sebagai lembaga penegak peraturan, dan Kecamatan serta Kelurahan sebagai lembaga kewilayahan, memiliki peran penting, selain Unit Pengelola Pedagang Kaki Lima. Ketiga, tanggapan pedagang kaki lima pada kebijakan dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yang patuh dan yang menentang. Kebijakan lebih mudah diimplementasikan pada pedagang yang patuh. Selain itu, tindakan kolektif juga berpengaruh. Semakin kuat suatu aksi, semakin besar pengaruhnya pada kebijakan. Keempat, kebijakan dipublikasikan dengan beberapa cara, yang dapat dikategorikan menjadi : (1) komunikasi langsung, dan (2) komunikasi melalui media. Sebagian besar merupakan prakarsa pemerintah. Selain itu, pihak-pihak luar memiliki akses untuk berpartisipasi secara pasif dalam menentukan lokasi pedagang kaki lima. Kelima, kondisi lingkungan cenderung sesuai dengan tujuan kebijakan, yaitu membatasi pedagang kaki lima. Kondisi sosial, kemajuan teknologi, dukungan publik dan perilaku kelompok pemilih cenderung sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kota Semarang. Di sisi lain, kondisi ekonomi dan politik cenderung sesuai apabila tujuan kebijakan diarahkan untuk mendukung keberadaan pedagang kaki lima.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Pedagang Kaki Lima, Kebijakan, Implementasi, Birokrasi, Street Vendors, Policy, Implementation, Bureaucracy |
Subjects: | H Social Sciences > HV Social pathology. Social and public welfare |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Political Science |
ID Code: | 35712 |
Deposited By: | Mr. Sugeng Priyanto |
Deposited On: | 06 Jul 2012 07:25 |
Last Modified: | 06 Jul 2012 07:25 |
Repository Staff Only: item control page