Paradigma Sosiologis dan Implikasinya terhadap Pengembangan Ilmu Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia

Yusriadi , Yusriadi (2006) Paradigma Sosiologis dan Implikasinya terhadap Pengembangan Ilmu Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia. Documentation. Diponegoro University Press, Semarang.

[img]
Preview
PDF - Published Version
1354Kb

Abstract

Ada dua permasalahan utama yang dianalisis. Pertama, paradigma sosiologis dan implikasinya terhadap pengembangan ilmu hukum. Kedua, implikasi ilmu hukum berparadigma sosiologis terhadap penegakan hukumnya. Analisis dua permasalahan tersebut penting dilakukan, sebab hakikat pengembangan ilmu hukum terletak dan ditentukan oleh paradigma. Paradigma, menentukan pandangan fundamentil mengenai apa yang menjadi pokok persoalan (subject-matter) ilmu hukum, sehingga paradigma yang dianut dalam pengembangan ilmu hukum mempunyai implikasinya tersendiri terhadap penegakan hukumnya Meskipun telah mendapat kritik intern para eksponen pengikutnya, paradigma positivisme mendominasi pemikiran-pemikiran hukum di Indonesia. Paradigma ini dianut begitu kuat bahkan mentradisi sebagai satu-satunya paradigma dalam pengembangan ilmu hukumnya. Implikasinya, hukum difahami sebagai bangunan normatif semata, terlepas dengan realitas yang melingkupinya. Dalam pengembangan ilmu hukum, paradigma positivisme menempatkan ilmu hukum "terjatuh" pada practical science yang kering. Pengembangan ilmu hukum, hanya bersifat teks sentries dan membatasi model interpretasi teks, sehingga mengandung kelemahan. Paradigma positivisme, tidak membantu pengembangan ilmu hukum sebagai sebenar ilmu (genuine science). Ilmu hukumnya, tidak mampu memberikan penjelasan yang lengkap dan benar mengenai hukum. Yang ideal adalah bahwa ilmu hukum harus tampil segai sebenar ilmu (genuine science), sehingga hukum harus diterima sebagai realitas yang utuh. Ilmu hukum harus melakukan pencairan, pembebasan dan pencerahan. Pengembangan ilmu hukum berparadigma positivisme, bukan memahami hukum sebagai realitas bahkan mereduksi realitas lain dari hukum. Dominasi paradigma positivisme, mempunyai implikasi terhadap penegakan hukumnya. Penegakan hukumnya, berhenti pada prosedur, peraturan dan administrative, sehingga bukan pencarian keadilan. Para penegak hukum, terjebak pada absolutisme yang sangat legal positivistic. Paradigma positivisme, melahirkan legisme, sehingga hakim diibaratkan sebagai mesin semata (subsumptie automaat), tidak secara kreatif memandu dan melayani masyarakat. Memasuki dunia peradilan, bukan medan pencarian keadilan melainkan menjadi memasuki rimba peraturan, prosedur dan administrasi. Banyak permasalahan hukum yang timbul sekalipun menusuk rasa keadilan masyarakat, penyelesaiannya hanya berhenti pada prosedur. Di sini prosedur ditempatkan di atas idealisme penegakan hukum. Keadilan terdistorsi sehingga yang dihasilkan adalah keadilan prosedural. Kelemahan penegakan hukum yang diderivikasi dari paradigma positivisme mendorong lahirnya paradigma sosiologis. Paradigma ini menempatkan posisi alami dari hukum, sehingga berbeda dengan paradigma positivisme. Paradigma ini menempatkan posisi alami dari hukum, sehingga berbeda dengan paradigma positivisme, akan tetapi tidak berkehendak menggeser apalagi memfalsifikasi paradigma positivisme. Paradigma sosiologis, justru lahir karena adanya berbagai kelemahan yang diderivikasi dari paradigma positivisme. Di antara paradigma, tidak boleh ada sekat tertutup melainkan saling melengkapi satu sama lain dengan paradigma ini pengembangan ilmu hukum menampilkan hukum sebagai realitas yang utuh dan kompleks. Kondisi ideal yang ingin dicapai, baik dalam pengembangan ilmu hukum maupun dalam penegakan hukumnya yakni ada keseimbangan antara positivisme (legal positivistic) dan yang sosiologis, sehingga paradigma sosiologis, mutlak diperlukan. Derajat dan kematangan ilmu hukum, diukur dengan kesediaan menghadapi dan menggarap realitas secara penuh. Ilmu hukum harus bersedia menerima hukum sebagai realitas dan menjadikan sebagai objek keilmuannya. Pengembangan ilmu hukum berparadigma sosiologis, akan mempunyai implikasi positif dalam penegakan hukumnya. Dengan paradigma sosiologis, pengembangan ilmu hukum secara mendasar menjadi berbeda dengan cara-cara yang lama yakni menuju terciptanya ilmu hukum sebagai sebenar ilmu (genuine science). Penegakan hukum senantiasa melihat hukum sebagai institusi yang utuh dan memahami dalam dimensinya yang lengkap. Ke depan, tidak ada lagi dominasi status di antara komunitas ilmuan hukum bahkan sudah saatnya saling terbuka untuk bersama secara kontruktif memahami hukum sehingga mempunyai implikasi yang positif terhadap penegakan hukumnya. Para penegak hukum, tidak lagi berkutat pada pembicaraan hukum yang abstrak melainkan lebih terlibat pada pekerjaan-pekerjaan menyelesaikan problem-problem sosial dalam masyarakat.

Item Type:Monograph (Documentation)
Additional Information:Pidato Pengukuhan Guru Besar
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:Faculty of Law > Department of Law
ID Code:337
Deposited By:Mr. Sugeng Priyanto
Deposited On:22 Jul 2009 13:04
Last Modified:22 Jul 2009 13:04

Repository Staff Only: item control page