Pengelolaan Kolaboratif Sebagai Model Pengelolaan Cagar Alam Gunung Butak di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah

Abstract

ABSTRAK Kebijakan pengelolaan cagar alam sampai saat ini masih ditujukan bagi pelestarian ekosistem secara murni tanpa campur tangan dan rekayasa manusia. Terjadinya penjarahan yang dilanjutkan perambahan kawasan untuk budidaya pertanian sejak 1997 di Cagar Alam Gunung Butak yang terletak di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mendorong penelitian ini untuk memahami beberapa hal, yaitu: (1) kondisi eksisting Cagar Alam Gunung Butak saat ini; (2) seperti apakah persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap manfaat dan fungsi cagar alam? dan (3) bagaimanakah model pengelolaan Cagar Alam Gunung Butak yang tepat yang mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak khususnya masyarakat sekitar kawasan, tanpa mengabaikan fungsi, peruntukan dan kelestariannya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan focus group discussion (FGD), yang menunjukkan pentingnya persepsi masyarakat dalam mempengaruhi perubahan fungsi dan peruntukkan kawasan. Sebelum tahun 80-an masyarakat menjaga dan melestarikan Gunung Butak karena nilai-nilai mistis yang mereka yakini, kemudian berubah menjadi penjarah dan perambah kawasan di era 90-an karena desakan ekonomi dan situasi politik nasional yang cenderung lemah dalam law enforcement pengelolaan hutan. Semakin menurunnya daya dukung lingkungan karena kekeringan di musim kemarau dan ancaman bencana tanah longsor di musim hujan, menjadi fenomena menarik dalam memicu partisipasi masyarakat sekitar kawasan untuk melakukan kegiatan perlindungan dan pengawetan ekosistem kawasan. Mengedepankan pengelolaan cagar alam secara bersama dalam bingkai pengelolaan kolaboratif merupakan sebuah model alternatif yang diharapkan mampu menjawab benturan kepentingan antara konservasi cagar alam yang an sich dengan pemanfaatan kawasan oleh masyarakat sekitar. Kata kunci: cagar alam, persepsi masyarakat, pengelolaan kolaboratif