Murtomo, Adji (2009) CHANGE IN CITY CORRIDOR INTO COMMERCIAL AND HOME INDUSTRY DISTRICT. In: Seminar Internasional " NURI " , Ruang Seminar Gedung A Lt.3 Jurusan Arsitektur FT. Undip.
| PDF - Published Version 122Kb |
Abstract
Abstract— The presence of street vendors (vendors) in Jalan Barito for over 20 years proves that the informal sector was able to survive and is one of the most effective way of reducing unemployment in the city of Semarang and surrounding areas. From a survey conducted by the Office of Semarang City Market in collaboration with the University of Semarang, found that the increased status of street vendors used to be a special area (typical) street vendors, will be promoting business in this sector. The presence of more and more traders on the street Barito, giving a negative impact on the environment such as visual degradation environment, clutter, and discomfort for Barito road users. Vehicle circulation and car parking arrangements which disrupt the smooth flow of traffic through the road Barito, a function of path-breaking Barito traffic flow can not function properly. The majority of traders in Barito area has the status of permanent buildings. This is preferred for reasons of practicality in the trade. Function River Flood Canal levee East as a drag stream of water disturbed by the presence of a permanent bengunan erode the dike body. The need for clarity of the status of street vendors in Jalan Barito, one of them by changing its name to Regions Barito. This is because the definition of Barito vendors on the street can not apply again. The influence of this change are felt in the regulations concerning the building for the street vendors. Thus there is need for a new regional regulations to regulate this area in particular. Need for physical rearrangement of existing areas. It takes a broader space for the circulation that took place in this region remained smooth and regular. The desire to keep the majority of traders who occupy permanent buildings should be considered to continue to see its position on the East River Flood Canal Keywords : Change, City Corridor, Barito Street Latar Belakang Permasalahan B. Adji Murtomo, Ir, MSA, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, Jl. Prof Soedarto Tembalang Semarang, Telp. 024-7063999, Fax. 024 7063888, email : nuri.undip@gmail.com. Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa Pedagang Kaki Lima dari kawasan Stasiun Tawang, jalan Sendowo, dan jalan Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut dipindahkan ke tempat yang dianggap tidak terlalu mengganggu lalu lintas kendaraan. Maka dipilihlah Jalan Barito sebagai tempat perpindahan tersebut. Saat itu jalan Barito masih berupa jalan kampung yang belum diaspal dan tidak begitu banyak kendaraan yang lewat di jalan tersebut. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan di kota Semarang, maka Pedagang Kaki Lima yang ada semakin bertambah banyak. Apalagi setelah jalan Barito diaspal dan menjadi jalan alternatif (jalan kolektor sekunder) yang menghubungkan jalan Brigjend Katamso dengan jalan Kaligawe. Hingga sampai saat ini perkembangan itu telah menjadikan jalan Barito sebagai ikon bagi kota Semarang sebagai kawasan perdagangan suku cadang otomotif dan barang hasil industri kecil untuk rumah tangga. Menurut data survei dari Dinas pasar Kota Semarang, diperoleh angka transaksi dari tiap pedagang yang cukup besar, pendapatan per hari pedagang di Kawasan ini bisa mencapai lebih dari Rp. 1.000.000,00. dari jumlah tersebut, pedagang mendapatkan keuntungan sebesar 10%. Dengan jumlah pedagang yang tercatat hingga tahun 2007 mencapai 776 pedagang, maka jumlah peredaran uang yang terjadi di kawasan Barito tidak bisa dianggap remeh. Dari perkembangan tersebut, ternyata kawasan Barito ini menyimpan masalah yang cukup pelik, mulai dari perubahan fungsi dan definisi pedagang yang menempatinya, lalu munculnya masalah ketidaknyamanan pengguna jalan Barito, penetapan tarif pajak dan retribusi bagi pedagang, serta masalah keabsahan bangunan yang terletak persis di tepi tanggul sungai Banjir Kanal Timur. Gejala sosial lain yang timbul adalah masalah kesemrawutan yang timbul akibat dari belum dilakukannya penataan kawasan yang terencana dengan matang. Penempatan lahan parkir yang berada tepat di tepi jalan, bahkan sampai memakan badan jalan, menjadi masalah utama bagi kelancaran arus lalu lintas yang ada di jalan tersebut. Pembedaan antara lahan parkir dan tempat perbaikan kendaraan pun tidak begitu jelas. Keduanya diletakkan tepat di tepi jalan utama (jalan Barito). Kendaraan yang parkir bisa juga merupakan kendaraan yang sedang diperbaiki. Hal lain adalah penempatan barang dagangan yang berdimensi cukup besar, seperti gardan mobil, pipa-pipa besi, drum dan ban bekas. Keberadaan barang-barang ini yang hanya ditumpuk didepan kios-kios
Item Type: | Conference or Workshop Item (Paper) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 3193 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 08 Jan 2010 11:00 |
Last Modified: | 08 Jan 2010 11:00 |
Repository Staff Only: item control page