PURWAKARTA PADA MASA REVOLUSI FISIK (Tahun 1945-1949)

siska, nur azizah lestari (2010) PURWAKARTA PADA MASA REVOLUSI FISIK (Tahun 1945-1949). Undergraduate thesis, ilmu sejarah.

[img]Microsoft Word (PURWAKARTA PADA MASA REVOLUSI FISIK) - Other
108Kb

Abstract

BAB V KESIMPULAN Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan suatu bukti perwujudan dari tekad dan kehendak bangsa Indonesia yang ingin terlepas dari belenggu penjajahan oleh pihak asing, dalam hal ini kekuasaan Jepang. Adanya proklamasi kemerdekaan tersebut disambut dengan penuh suka cita oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia tidak terkecuali masyarakat Purwakarta. Terdorong oleh semangat perjuangan yang menyala-nyala, masyarakat yang berasal dari berbagai elemen melakukan gerakan-gerakan yang bertujuan untuk merebut kekuaasaan dan senjata dari Jepang guna menegakkan kedaulatan bangsa dan negaranya. Di Purwakarta, berbagai elemen masyarakat khususnya dari unsur-unsur pemuda pejuang dan kekuatan bersenjata bergerak untuk melucuti senjata dari tentara Jepang yang pada saat itu bermarkas di Honbu. Demikianlah keadaan Purwakarta yang tentunya tidak berbeda dengan di daerah lain dalam hal tujuan untuk mempertahankan serta menegakkan kemerdekaan. Pada masa itu yang berperan aktif dalam perang kemerdekaan di Purwakarta tidak berasal dari satu kelompok sosial saja, di dalamnya terlibat berbagai kelompok sosial seperti para pemuda yang menjadi anggota badan-badan perjuangan, kelasykaran, TNI, kelompok-kelompok sipil seperti kaum wanita dan masyarakat biasa, serta unsur birokrasi pemerintahan yang secara penuh mendukung terbentunya negara RI. Pada masa revolusi fisik, Purwakarta menjadi markas Komandemen I Jawa Barat yang sebelumnya bermarkas di Tasikmalaya. Kepindahan itu didasarkan pada beberapa pertimbangan dan perhitungan teknis militer. Adapun secara politis birokrasi, pemerintah Purwakarta ikut bergerak sambil mengungsi dan bergerilya. Dalam suasana revolusi, perselisihan-perselisihan sering terjadi antara pihak Belanda dan Republik Indonesia, di mana pemerintah Belanda melakukan serangan-serangan dalam agresi militer I dan II secara sepihak, sehingga pemerintah Republik Indonesia merasa perlu untuk melakukan perundingan-perundingan dan serangan-serangan gerilya untuk mengusir Belanda, hal ini tentunya tidak terlepas dengan adanya peran serta dari TNI dan masyarakat. Pada tanggal 25 Juli 1947 Purwakarta telah berhasil diduduki oleh tentara Belanda, setelah sebelumnya tentara Belanda melakukan pemboman di Purwakarta. Situasi di Purwakarta menjadi kacau dan menegangkan setelah Belanda melakukan agresi militer I, sehingga Bupati Juarsa meminta kepada TNI dan badan-badan perjuangan untuk pergi meninggalkan kota Purwakarta, meskipun demikian perjuangan untuk mengusir Belanda masih berlangsung di wilayah pedalaman Purwakarta yang dilakukan secara gerilya. Peranan masyarakat Purwakarta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu tidak terbatas pada bidang pertahanan saja, masyarakat Purwakarta juga selalu memberikan sumbangan kepada para gerilyawan yang berada di wilayah pedalaman, sumbangan tersebut berupa alat tulis-menulis, pakaian, obat-obatan, makanan, serta berbagai keperluan lain yang dibutuhkan oleh para gerilyawan. Semuanya itu dilakukan oleh masyarakat Purwakarta dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab yang besar. Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan pada Konferensi Meja Bundar, maka pada tanggal 27 September 1949 dilakukanlah upacara Penyerahan Kedaulatan kepada RI. Upacara Penyerahan Kedaulatan itu juga dilakukan di Purwakarta bertempat di Kantor Keresidenan.

Item Type:Thesis (Undergraduate)
Subjects:D History General and Old World > D History (General)
Divisions:Faculty of Humanities > Department of History
ID Code:3181
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:08 Jan 2010 10:40
Last Modified:08 Jan 2010 10:40

Repository Staff Only: item control page