Triyono, Triyono and Prasetyo, Agung Basuki and Hendrawati, Dewi (2009) PEMBAGIAN HARTA WARIS UNTUK ANAK ADOPSI KEDUA PADA MASYARAKAT WNI KETURUNAN TIONGHOA. Project Report. FAKULTAS HUKUM.
PDF - Published Version Restricted to Repository staff only 2656Kb |
Abstract
Adopsi atau pengangkatan anak merupakan suatu hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Adopsi tersebut diakui dari semua sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Masyarakat WNI Keturunan Tionghoa yang pada mulanya menggunakan hukum adat sendiri, sejak berlakunya Staatsblad Tahun 1917 Nomor 129 tunduk pada hukum perdata barat (KUH Perdata). Dalam KUH Perdata tidak diatur mengenai masalah adopsi sehingga masalah ini diatur tersendiri dalam Bab II Staatsblad ini. Dalam Staatsblad tersebut diatur bahwa adopsi hanya boleh dilakukan sekali terhadap anak- laki-laki. Hal ini dimaksudkan karena masyarakat Tionghoa menganut sistem kekerabatan patrilinial dan adopsi dimaksudkan untuk meneruskan mange (shelfam)-nya. Dalam praktek sering terjadi adopsi tidak hanya sekali sehingga bertentangan dengan Staatsblad tersebut. Permasalahan yang muncul kemudian adalah apakah adopsi kedua tersebut diperbolehkan dalam masyarakat Tionghoa, apakah anak adopsi kedua berhak sebagai ahli waris, dan kalau bukan sebagai ahli waris, bagaimana supaya bisa mendapatkan warisan, dan apa yang harus diperhatikan dalam pembuatan akta warisnya. Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis. Sedangkan metode analisis data menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan analisis kualitatif dapat disimpulkan, bahwa dalam praktek adopsi kedua dan/atau seterusnya biasa dilakukan oleh masyarakat WNI Keturunan Tionghoa. Ka!au mendasarkan pada Staatsblad 1917 No. 129, adopsi hanya boleh dilakukan sekali, sehingga kalau ada yang adopsi kedua dan/atau seterusnya dianggap tidak sah. Akan tetapi masyarakat biasanya melakukan adopsi karena untuk membantu orang lain atau keluarganya. Pada masyarakat yang demikian tidak memerlukan formalitas hukum, atau kadang-kadang dilakukan dengan penetapan pengadilan. Jadi adopsi bisa dengan akta notaris tetapi juga bisa dengan penetapan pengadilan. Apabila pengadilan menginjinkan adopsi kedua ini maka anak adopsi tersebut menjadi anak sah, dan dalam .pembagian warisnya diperlakukan sebagaimana anak kandung. Tetapi kalau tanpa penetapan pengadilan dan status hukumnya dianggap tidak sah, sehingga berdasarkan peraturan Undang-undang bukan sebagai ahli waris. Namun _demikian kalau anal< adopsi pertama sebagai ,anak sah, rela dan sepakat untuk membagi harta warisannya, maka anak adopsi kedua tersebut berhak mendapatkan bagian. Kata Kurd : waris, adopsi, masyarakat Tionghoa
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law |
ID Code: | 27751 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 13 May 2011 10:29 |
Last Modified: | 13 May 2011 10:29 |
Repository Staff Only: item control page