ROSARIA S., CHR. (2001) PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG. Undergraduate thesis, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip.
| PDF - Published Version 68Kb |
Abstract
Kota sebagai pusat aktivitas selalu mempunyai daerah-daerah yang disebut sebagai pusat pertumbuhan yang dalam perkembangannya selalu dibuat suatu rencana yang bertujuan untuk menentukan arah perkembangan kota tersebut. Perkembangan kota yang mengarah pada pembangunan fisik kawasan merupakan proses yang berkelanjutan, saling terkait antara bagian kota yang satu dengan bagian kota yang lain, dan membutuhkan peran serta masyarakat sebagai komponen utamanya. Tujuan utama pembangunan fisik kawasan adalah untuk meningkatkan kualitas ruang kota, termasuk di dalamnya meningkatkan kualitas perdagangan dan jasa sebagai salah satu wujud ruang kota. Dengan peningkatan kualitas kawasan perdagangan dan jasa berarti menambah tingkat kenyamanan masyarakat dan dapat menambah nilai komersial kawasan. Bundaran Kalibanteng merupakan simpul kota yang mengarah ke pusat Kota Semarang dari arah Barat, yaitu melalui koridor Jalan Jenderal Sudirman. Letak kawasan ± 5 km dari pusat kota, yaitu kawasan Simpang Lima yang saat ini menjadi node kota dan pusat perkembangan BWK I, Semarang. Fungsi bangunan di koridor Jalan Jenderal Sudirman didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa yang pada kenyataannya kurang dapat berkembang. Padahal kawasan tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk perkembangan kota, baik secara fisik maupun non fisik. Dari RDTRK BWK III, potensi kawasan Bundaran Kalibanteng adalah sebagai berikut: • Berdekatan dengan Bandara A. Yani sebagai jalur masuk dan keluar Kota Semarang melalui udara. • Merupakan simpul dari beberapa ruas jalan dan simpul pergerakan aktivitas kota. • Merupakan pusat perkembangan untuk BWK III • Adanya obyek wisata yang berupa museum sebagai pendukung pariwisata Koridor Jalan Jenderal Sudirman berakhir pada sebuah taman kota yang bersifat pasif dan difungsikan sebagai paru-paru kota. Keberadaan taman tersebut sangat mendukung fungsi ekologis. Dari segi estetika, taman kurang mendapat pengolahan, terutama untuk elemen lanskapnya sehingga muncul kesan negative space. Melihat potensi yang ada dan kondisi eksisting saat ini, Bundaran Kalibanteng tidak mempunyai ‘sesuatu’ yang terlihat dan mengikat sehingga keberadaannya kurang menimbulkan kesan bagi kawasan. Orientasi massa bangunan di sekitar bundaran kurang terarah sehingga tercipta lost space. Kawasan perdagangan dan jasa di koridor Jalan Jenderal Sudirman tidak menarik dan berkesan sangat panas serta tidak nyaman bagi pedestrian. Kawasan tersebut didominasi oleh showroom, pertokoan, gudang penyimpanan, perkantoran, dan yang menonjol adalah Siliwangi Plasa dan Pasar Karangayu. Bangunan tidak dapat menyatu dengnan lingkungannya. Pada malam hari kawasan berkesan mati. Banyak ketidakdisiplinan yang terjadi di kawasan, yaitu aktivitas non formal yang memanfaatkan sembarang tempat, perletakan billboard yang ada. Saat ini merusak wajah kota, kegiatan parkir yang mengganggu kelancaran lalu lintas, kebiasaan masyarakat yang hanya mencari kemudahan, misalnya menyeberang jalan tanpa melewati jembatan penyeberangan, tidak mematuhi tanda-tanda lalu lintas, serta angkutan kota yang berhenti tidak pada tempatnya. Dominasi kegiatan dan ketidakdisiplinan tersebut menimbulkan suatu tema atau pemikiran untuk menata kawasan eksisting. Dalam harian Suara Merdeka dimuat bahwa Ebenezer Howard, seorang ahli perkotaan Inggris, melontarkan ide pertumbuhan organik kota harus menghargai harkat hidup kemanusiaan. Maksudnya, dalam membangun kota hal-hal yang dapat menunjang kenyamanan hidup manusia, khususnya yang terkait dengan lingkungan seperti kesegaran, kenyamanan, dan keindahan pemandangan kota, harus lebih ditonjolkan. Hal ini sesuai dengan image dari tropical city yang diutarakan oleh Ken Yeang, yaitu salah satunya adalah adalah taman dalam kota. Melihat kenyataan yang ada dan berdasar pada potensi Bundaran Kalibanteng sebagai simpul bagian Barat kota dan koridor Jalan Jenderal Sudirman sebagai kawasan perdagangan dan jasa yang berkesan barier pertokoan pada dua sisi jalan yang berperan sebagai pengarah menuju pusta kota, maka dibutuhkan penataan Bundaran Kalibanteng dengan koridor Jalan Jenderal Sudirman yang tentunya tetap mempertimbangkan arah perkembangan kota dan jalur jalan tersebut. Masyarakat membutuhkan ruang bersama untuk melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan, seperti proses jual beli dan pelayanan jasa. Keberadaan koridor Jalan Jenderal Sudirman merupakan satu integritas yang saling mendukung bagi kawasan Kalibanteng dan sekitarnya dan diharapkan dapat mewadahi aktivitas masyarakat. Dan untuk menciptakan penghargaan terhadap harkat hidup manusia, perencanaan dan perancangan Bundaran Kalibanteng dengan koridor Jalan Jenderal Sudirman tersebut didasarkan pada penekanan desain tropical city yang menjadikan lanskapdan bangunan menjadi satu kesatuan yang asri. Sehingga selain meningkatkan kualitas fisik ruang kota, juga kualitas non fisiknya, misalnya peningkatan kesehatan penduduk setempat pada khususnya dan pendapatan daerah pada umumnya karena adanya aktivitas perdagangan dan jasa. Penciptaan magnet baru ini sesuai dengan program pemerintah, yaitu pemerataan pembangunan perkotaan sehingga tidak terjadi pemusatan aktivitas kota pada satu daerah saja. Di samping itu, keberadaan tropical city yang memayoritaskan tata hijau kota dapat digunakan untuk menetralisir kebisingan bandara. Perencanaan dan perancangan Bundaran Kalibanteng dengan koridor Jalan Jenderal Sudirman adalah untuk memecahkan masalah yang ada di kawasan tersebut dan menambah kualitas kawasan, yaitu dengan menata Budaran Kalibanteng dengan sculpture-nya sebagai simpul kota dan kawasan perdagangan dan jasa yang berbentuk commercial corridor pada Jalan Jenderal Sudirman dengan pusat di sekitar Pasar Karangayu dan Siliwangi Plasa yang mengacu pada penciptaan tropical city, sehingga diharapkan kawasan tersebut dapat berkembang menjadi node baru bagi kawasan BWK III pada khususnya, dan kawasan kota Semarang pada umumnya. 1.2 Maksud dan Tujuan A. Maksud Maksud yang hendak dicapai adalah menata kembali ruang luar kawasan yang mampu menjawab permasalahan yang ada, sehingga tercipta peningkatan kualitas ruang kota dan hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan sekitarnya. B. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai adalah menata Bundaran Kalibanteng sebagai simpul Kota Semarang dengan kawasan perdagangan dan jasa pada koridor Jalan Jenderal Sudirman yang mengacu pada penciptaan tropical city. Dengan penataan ini diharapkan kawasan tersebut dengan segala fasilitasnya dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung, khususnya yang terkait dengan lingkungan seperti kesegaran dan keindahan pemandangan kota serta dapat menampung aktivitas masyarakat sehingga pada akhirnya kawasan tersebut dapat berkembang menjadi node baru bagi BWK III pada khususnya, dan Kota Semarang pada umumnya. 1.3 Manfaat A. Manfaat secara Obyektif Manfaat penulisan secara obyektif adalah memberikan pengetahuan dan wawasan, serta masukan yang dapat digunakan untuk menata Bundaran Kalibanteng sebagai simpul kota dengan kawasan perdagangan dan jasa pada koridor Jalan Jenderal Sudirman yang mengacu pada penciptaan tropical city. B. Manfaat secara Subyektif Manfaat penulisan secara subyektif adalah sebagai persyaratan Tugas Akhir pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang akan menjadi acuan selanjutnya dalam perancangan grafis. Juga diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan bagi penulis mengenai perencanaan dan perancangan kota. 1.4 Lingkup Pembahasan A. Lingkup Pembahasan Substansial Dari segi substansi, lingkup pembahasannya meliputi penataan bangunan dan lingkungan suatu kawasan serta koridor jalan dalam konteks perkotaan. Penataan tersebut adalah pada daerah yang memiliki karakter berbeda, yaitu : 1. Bundaran Kalibanteng, karakter open space (taman pasif). 2. Daerah yang mewakili tipikal kawasan perdagangan dan jasa dengan dominasi jenis kegiatan perdagangan dan jasa yang tidak bersifat hiburan. 3. persimpangan yang merupakan peralihan bentuk perdagangan dan jasa. 4. daerah yang mewakili tipikal kawasan perdagangan dan jasa dengan dominasi jenis kegiatan perdagangan dan jasa yang bersifat hiburan. 5. pusat perdagangan dan jasa, ketidakdisiplinan dan dominasi jenis kegiatan perdagangan dan jasa yang paling banyak dikunjungi. 6. Taman kota, karakter public open space yang pasif. Pada daerah-daerah tersebut akan dibahas elemen-elemen peranvangan kota menurut Hamid Shirvani sesuai dengan tema yang masing-masing daerah (masing-masing zona). Kawasan ini nantinya diharapkan menjadi magnet, yang dalam perkembangannya dapat tumbuh menjadi node baru. B. Lingkup Pembahasan Spasial Secara spasial, lingkup pembahasannya meliputi perencanaan penataan Bundaran Kalibanting dan koridor di penggal Jalan jenderal Sudirman dengan batas Bundaran Kalibanteng dank e arah Timur sampai akhir koridor (taman kota), dengan penekanan penataan pada daerah-daerah yang mewakili tipikal karakteristik kawasan. 1.5 Metodologi Pembahasan Pembahasan dilakukan dengan metode deskriptif analisis, yaitu penggambaran melalui pengamatan, dokumentasi. Sketsa, wawancara dan kemudian menganalisisnya berdasarkan kajian teori untuk menggali potensi dan masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran pemecahan masalah yang berupa landasan program perancangan. 1.6 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan LP3A adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Berisi mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, manfaat, lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan BAB II Kajian Pustaka Berisi tentang kota dan perancangan kota, elemen-elemen perancangan kota, teori townscape. BAB III Tinajauan Bundaran Kalibanteng dengan Koridor Jalan Jenderal Sudirman dan Orientasi terhadap Kota Semarang Berisi mengenai tinjauan umum Kota Semarang dan tinjauan mengenai Bundaran Kalibanteng dan Koridor Jalan Jenderal Sudirman dalam konteks kota dan kawasan. BAB IV Analisis Penataan Bundaran Kalibanteng dengan Koridor Jalan Jenderal Sudirman Berisi mengenai analisis fisik dan non fisik Bundaran Kalibanteng dan koridor Jalan Jenderal Sudirman berdasarakan teori yang ada BAB V Kesimpulan, Batasan dan Anggapan Berisi mengenai kesimpulan hasil analisis, batasan lingkup perencanaan dalam bidang ilmu arsitektur, dan anggapan yang dipakai untuk memudahkan penataan kawasan. BAB VI Pendekatan Perencanaan dan Perancangan Berisi pendekatan penataan Bundaran Kalibanteng dan Jalan Jenderal Sudirman dengan kajian tentang tropical city, serta pendekatan kebutuhan dan besaran ruang. BAB VII Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Berisi konsep dasar perencanaan penataan dan pengembangan kawasan serta program dasar perencanaan dan perancangan.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 23585 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 27 Oct 2010 15:32 |
Last Modified: | 27 Oct 2010 15:32 |
Repository Staff Only: item control page