Nugraheni , S.A. and Irene K., Martha and Rahfiludin, M. Zein and Aruben, Romy (2001) POLA KONSUMSI PANGAN GOITROGENIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN UEI (KADAR IODIUM URIN) DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH. Documentation. PUSAT PENELITIAN .
PDF - Published Version Restricted to Repository staff only 903Kb | ||
| PDF - Published Version 262Kb |
Abstract
Goitrogenic essence can be easy to be find on the 'cheaper' foods, oc. on cabbages, mustard, leaves or roots of cassava and corn bean. (Matovinovic Josip, 1988). Increases of goitrogen food intake have more risk to be IDDI, especially on the low income and poor community. One of the measurement to know the risk level of IDDI by UEI (Urinary Excretion Iodine) examination.(Stanbury VB & Pinchera A, 1996). The one risk of IDDI is the low level of UEI on the fertility women. Indonesia Health Ministry (1996) appraises that UEI level on fertility women is important indicator to find out endemicity area for IDDI. The general aim of the study was to know about the relation between gotrogenic food intake and UEI level on the fertility women. The specific aims were to know (1) the kind of goitrogenic foods that usually be intaken by fertility women, (2) the pleasure level of each goitrogenic food and the average intake, (3) relation between income and goitrogenic food intake, (4) the UEI level and the endemicity of area, (5) relation between gotrogenic food intake and the UEI level, and (6) relation between each gotrogenic food and the UEI level. This survey was cross sectional that studied on fertility women at Cilacap District. Villages had been choised by purposive, appropriate to endemic area of Inn' Central Java Mapping (1996). 66 samples had been found by inclusion and exclusion criterias. The instrumens were (1) questionaire, (2) recall draft, (3) goitrogenic food draft, (4) indepth protocol, (5) wine bottle and (6) Iodina test. The data had been processed by PC¬SPSS-6 and analysed by Kendal Tau (non parametric test). The average of respondent age are 27,2 + 5,3 yo. The average of Education are 7,5 + 2,6 y. Almost of respondent are household mother (81,1 %), others are fanner, fanning laborer, private worker, government worker and trader. The average of monthly capita income are Rp 87.530,- ± Rp 53.490,-. Almost of salt at home have labelled iodium (98,5 %) and just one that haven't iodium labelled (1,5 %). Almost of salt have iodium level in accordance with standardization (63,6 %), 25,8 % not standardize and 0,6 % negative. Ten goitrogenic foods that been usually consumed by respondent are cassava leaves, cabbages, eggplant, papaya leaves soy sauce,stringbean, shallot, mustard greens, onion and tamarind. Four goitrogenic foods that most likely and largest consumed are cassava leaves, cabbages, eggplant and papaya leaves. The average of caloric daily gotrogenic foods (the largest) is cassava leaves (20,99 ± 17,16 cal). Maximal intake is cassava leaves too, until 75 cal/ day. Goitrogenic foods that were rarely consumed are 'petai' and lannoro' (leucaena glauca). If counted up the calories of gotrogenic foods, the minimally amount of caloric are 8,30 cal/day and maximally are 200,4 cal/day. The average are 74,28 + 48,87 cal/day. The average of UEI level are 350,45 ± 155,96 ug/L. Minimally UEI level are 44 ug/L dan maximally UEI level are 705 ug/L. We can find that average of UEI level more than 100 ug/L so the area aren t included the IDDI problem or that villages are not IDDI area anymore. The result of Kendal Tau test were (1) no relation between capita income and amount of gotrogenic consumtion (p = 0,731, t= - 0,0294); (2) no relation between amount of goitrogenic consumtion and UEI level (p = 0,816, t= - 0,0197); (3) if tested each of goitrogenic foods, there were three foods that had significant relations: petal, jengkol and eggplant. Negative relations could be found on petal and jengkol, but possitive relation on eggplant. It's mean that the lower UEI level could be found on the higher petal and jengkol intake, but the other way the lower UEI level could be found on the lower eggplant intake too. It's need to continue this study about the polite of eggplant on goitrogenic food classification and the advance study for petal and jengkol Zat goitrogenik tersebut banyak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang relatif murah dan mudah didapat, antara lain: kobis (kol), sawi, daun dan akar ubi/ ketela pohon serta kacang kedelai. (Matovinovic Josip, 1988). Tingginya konsumsi zat goitrogen tersebut akan memperbesar peluang terjadinya GAKI pada masyarakat dengan penghasilan rendah dan tidak mampu. Sedangkan cam untuk mengetahui tingkat kerawanan GAKI di suatu daerah ada bermacam-macam diantaranya adalah dengan mengukur kadar iodium dalam urin (Urinary Excretion Iodine/ UEI).(Stanbury VB & Pinchera A, 1996). Salah sam risiko rawan GAKI adalah rendahnya nilai UEI terutama pada kelompok-kelompok rentan di masyarakat terutama pada Wanita Usia Subur (WUS). Depkes RI (1996) menilai bahwa pengukuran UEI pada WUS merupalcan indikator yang cukup panting untuk melihat apakah di daerab tersebut menmunyai kecenderungan menjadi daerah endemik atau tidak. Tujuan utnum dad penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intake atau konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar UEI pada WUS. Sedangkan tujuan khusus: (1) mengetahui jenis-jenis bahan pangan goitrogenik yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat terutama wanita usia suburnya, (2) mengetahui tingkat kesukaan wanita usia subur terhadap masing-masing bahan pangan goitrogenik dan rata-rata tingkat konsumsinya, (3) mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan dengan konsumsi pangan gotrogenik, (4) mengetahui kadar UEI pada wanita usia subur dan tingkat endemisitasnya, (5) mengetahui hubungan antara konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar U1E dan (6) mengetahui hubungan masing-masing balm pangan gotrogenik terhadap kadar DEL Panetitian ini mempakan penelitian survey jenis crosssectional. Populasinya adalah wanita usia subur pada sebuah kecamatan di Kabupaten Cilacap yang topografinya pegunungan dan merupakan daerah endemis. Selanjutnya dad saw kecamatan tersebut dipilih saw desa secara purposive, yaitu desa yang pemah dipakai pada saat pemetaan GAKI tahun 1996. Selanjutnya dad desa tersebut diambil sampel minimal 30 wanita usia subur (bisa secara purposif, dengan kriteria inklusi: usia 20 — 35 tahun, sehat jasmani dan rokhani, menikah; sedangkan kriteria eksklusinya: hamil, menyusui serta adanya riwayat penyakit kronis. Instrumen yang dipergunakan adalah (1) kuesioner untuk data primer (2) Draft recall dua hart (3) Draft zat gotrogenik. (4) Kuesioner mendalmn tentang tingkat kesukaan terhadap pangan gotrogenik (5) Botol thin untuk pengambilan urin sewaktu (pemeriksaan UEI) dan (6) Iodina test untuk screening. Data diolah dengan PC-SPSS for Window versi 6, kemudian dianalisa secara deskriptif (univariat dan bivariat) serta secara inferensial (uji hubungan). Uji hubungan dengan uji korelasi kendal tau, karma didapatkan pada uniumnya data berdistribusi tidak normal dan diputuskan untuk memakai uji non parametrik. Umur rata-rata responden adalah 27,2 + 5,3 th. Pendidikan rata-rata 7,5 + 2,6 di. Sebagian besar responden tidak bekerja (81,1 %). Sebagian lagi sebagai petani pemilik, buruh tani, pegawai swasta, pegawai negeri dan berdagang. Pendapatan perkapita perbulan rata-rata adalah Rp 87.530,- + Rp 53.490,- .Garam yang ada di rumah hampir seluruhnya sudah berlabel iodium (98,5 %) dan hattya ada satu yang tidak berlabel iodium (1,5 %). Sebagian besar (63,6 %) garam mengandung kadar iodium yang sesuai. 25,8 % kadar iodium garam tidak sesuai dan 10,6 % tidak mengandung iodium sama sekali (negatif). Sepuluh bahan pangan yang biasa dikonsumsi oleh responden adalah daun singkong, kobis, terung, dam pepaya, kecap, buncis, brambang, saws, bawang dan asam jawa. Sedangkan empat macam bahan pangan dari yang paling disukai dan banyak dikonsumsi adalah daun singkong, kobis, terung dan dam pepaya. Konsumsi pangan goitrogenik setelah dikonversikan dalam rata-rata kalori perhari, bahan pangan goitrogenik yang paling banyak mereka mengkonsumsi adalah dam singkong (20,99 ± 17,16 kal). Sedangkan jumlah maksimal yang dimakan juga daun singkong yaitu sampai 75 kalori perhari. Bahan pangan goitrogenik yang paling jarang dimalcan adalah petal dan lamtoro. Apabila kalori dari masing-masing bahan pangan goitrogenik dijumlahkan maka jumalh minimal adalah 8,30 kalori, maksimal 200,4 kalori perhari. Rata-rata bahan pangan goitrogenik yang dikonsumsi adalah 74,28 + 48,87 kalori. Kadar UEI rata-rata adalah 350,45 + 155,96 ug/L. UEI minimal adalah 44 ug/L dan UEI maksimal 705 ug/L. Melihat kadar UEI rata-rata yang tinggi dengan nilai median lebih dari 100 ug/L maka daerah tersebut dapat dikatakan sudah tidak bennasalah GAM. Pada uji satistik didapatkan hasil sbb (1) tidak didapatkan adanya hubungan antara pendapatan perkapita dengan jumlah konsumsi pangan goitrogenik (p = 0,731, - 0,0294); (2) Tidak didapatkan adanya hubungan antara jumlah konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar UEI (p = 0,816, t= - 0,0197); (3) dari kelimabelas balm' pangan goitrogenik, ada tiga yang ada hubungan signifikan yaitu petai, jengkol dan terung. Hubungan negatif terdapat pada petai dan jengkol artinya kadar UEI rendah terdapat pada konsumsi petai maupun jengkol yang tinggi, sedangkan hubungan positif pada terung yang berarti kadar UEI rendah terdapat pada konsumsi terung yang rendah pula. Perlu dikaji lebih lanjut keberadaan terung sebagai bahan pangan goitrogenik dan diharapkan ada penelitian yang !eta mendalam tentang petal dan jengkol. perbulan rata-rata adalah Rp 87.530,- + Rp 53.490,- .Garam yang ada di rumah hampir seluruhnya sudah berlabel iodium (98,5 %) dan hattya ada satu yang tidak berlabel iodium (1,5 %). Sebagian besar (63,6 %) garam mengandung kadar iodium yang sesuai. 25,8 % kadar iodium garam tidak sesuai dan 10,6 % tidak mengandung iodium sama sekali (negatif). Sepuluh bahan pangan yang biasa dikonsumsi oleh responden adalah daun singkong, kobis, terung, dam pepaya, kecap, buncis, brambang, saws, bawang dan asam jawa. Sedangkan empat macam bahan pangan dari yang paling disukai dan banyak dikonsumsi adalah daun singkong, kobis, terung dan dam pepaya. Konsumsi pangan goitrogenik setelah dikonversikan dalam rata-rata kalori perhari, bahan pangan goitrogenik yang paling banyak mereka mengkonsumsi adalah dam singkong (20,99 ± 17,16 kal). Sedangkan jumlah maksimal yang dimakan juga daun singkong yaitu sampai 75 kalori perhari. Bahan pangan goitrogenik yang paling jarang dimalcan adalah petal dan lamtoro. Apabila kalori dari masing-masing bahan pangan goitrogenik dijumlahkan maka jumalh minimal adalah 8,30 kalori, maksimal 200,4 kalori perhari. Rata-rata bahan pangan goitrogenik yang dikonsumsi adalah 74,28 + 48,87 kalori. Kadar UEI rata-rata adalah 350,45 + 155,96 ug/L. UEI minimal adalah 44 ug/L dan UEI maksimal 705 ug/L. Melihat kadar UEI rata-rata yang tinggi dengan nilai median lebih dari 100 ug/L maka daerah tersebut dapat dikatakan sudah tidak bennasalah GAM. Pada uji satistik didapatkan hasil sbb (1) tidak didapatkan adanya hubungan antara pendapatan perkapita dengan jumlah konsumsi pangan goitrogenik (p = 0,731, - 0,0294); (2) Tidak didapatkan adanya hubungan antara jumlah konsumsi pangan goitrogenik dengan kadar UEI (p = 0,816, t= - 0,0197); (3) dari kelimabelas balm' pangan goitrogenik, ada tiga yang ada hubungan signifikan yaitu petai, jengkol dan terung. Hubungan negatif terdapat pada petai dan jengkol artinya kadar UEI rendah terdapat pada konsumsi petai maupun jengkol yang tinggi, sedangkan hubungan positif pada terung yang berarti kadar UEI rendah terdapat pada konsumsi terung yang rendah pula. Perlu dikaji lebih lanjut keberadaan terung sebagai bahan pangan goitrogenik dan diharapkan ada penelitian yang !eta mendalam tentang petal dan jengkol.
Item Type: | Monograph (Documentation) |
---|---|
Subjects: | S Agriculture > S Agriculture (General) |
Divisions: | Document UNDIP |
ID Code: | 22561 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 5 |
Deposited On: | 05 Oct 2010 13:00 |
Last Modified: | 05 Oct 2010 13:00 |
Repository Staff Only: item control page