MAKNA MISKIN BAGI KELUARGA MISKIN Kasus Buruk Ukir Jepara

TIM PENELITI, TIM PENELITI (1994) MAKNA MISKIN BAGI KELUARGA MISKIN Kasus Buruk Ukir Jepara. Documentation. LEMBAGA PENELITIAN .

[img]
Preview
PDF - Published Version
352Kb
[img]PDF - Published Version
Restricted to Repository staff only

1164Kb

Abstract

In every society, concept of the poverty shows difference. The paradigm depands to the characteristic of the societies itself. But in general paradigm, the poverty is measured by comparing the general condition in household's income people. Qualitative study by depth interview to the 25 handicraft-workers in Sukodono Jepara, shows that the poverty is showns by two elements. The Income per household and the house-physical. The first is marked by the minimum income that just enought to fulfill daily based-need, and the house is built simply. The floor is enought by land, and no elec¬tricity power. Affect of the poverty comes from the poor family too. From this condition, they had ignored to school since they were young, and then they have not hight horizon. So that, they don"t brave to speculation in others field, particullary in economical business. Except, to being low worker (slave). From that condition, they recive on their reality because it's happen form the God. The more important is they can enjoy whit their life: get fullfile the minimal basic needs. The last but not the least, their children can get better life. Konsep miskin menurut ukuran setiap masyarakat menunjukkan karakteristik sendiri-sendiri. Tetapi pada umumnya, ukuran miskin itu relatif ditentukan oleh bagaimana rata-rata tingkat penghasilan masyarakat yang bersangkutan. Studi kualitatif dengan mewawancarai secara mendalam 25 orang rumahtangga buruh ukir di Desa Sukodono Jepara ini, menunjukkan bahwa ukuran miskin adalah diukur dari penghasilan, dan bentuk fisik rumah. Penghasilan yang oleh suatu rumahtangga dinilai barn bisa mencapai kebutuhan minimal, dan bangunan fisik rumah ditandai oleh rumahnya berlantai tanah, dinding berupa gebyok (anyaman bambu) dan belum mampu melengkapi penerangan rumah dengan listrik. Rumahtangga yang berkategori miskin itu, penyebab utamanya adalah karena mereka berasal dari keturunan orangtua yang miskin, tidak pernah bersekolah atau paling tinggi hanya lulusan Sekolah Dasar. Akibat dari dua hal itu, mereka mengaku tidak memiliki pengetahuan yang baik dan tidak memiliki modal usaha. Oleh karena itu, mereka mengaku tidak berani berspekulasi merambah berbagai kegiatan usaha, kecuali menjadi tenaga kasar. Terhadap kenyataan itu, mereka pasrah, sambil menghibur diri bahwa kaya-miskin itu sudah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena berperasaan seperti itu, mereka bisa menikmati kemiskinannya. Asal dalam hidup sehari-hari bisa makan, kemudian bisa mengikuti kegiatan-kegiatan sosial, dan tidak sakit, "orang harus bersyukur". Ungkapan demikian, tidak berarti mereka putus asa. Ada upaya untuk memperbaiki hidupnya, seperti menabung dan menghemat biaya hidup -- agar dengan penghematan itu, bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang menengah, supaya hidup anak-nya menjadi lebih baik.

Item Type:Monograph (Documentation)
Subjects:P Language and Literature > P Philology. Linguistics
ID Code:21980
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:07 Sep 2010 08:42
Last Modified:07 Sep 2010 08:42

Repository Staff Only: item control page