KESEIMBANGAN NITROGEN SAPI LOKAL YANG MENDAPAT FARAH PUCUK TEBU TEROLAH DALAM RENTUK WAFER DAN PELET

SURAHMANTO , SURAHMANTO and WIDIYANTO, WIDIYANTO (1995) KESEIMBANGAN NITROGEN SAPI LOKAL YANG MENDAPAT FARAH PUCUK TEBU TEROLAH DALAM RENTUK WAFER DAN PELET. Documentation. LEMBAGA PENELIT1AN.

[img]
Preview
PDF - Published Version
212Kb
[img]PDF - Published Version
Restricted to Repository staff only

640Kb

Abstract

Sugar cane top is a potential crop residue roughage for ruminant feeding. The forage production problem increases with respec to agriculture land coversion to non agriculture land. The sugar cane top contain high crude feber so that can be used as energy sousce for ruminant animal, that supported by microbes which take plased in its rumen. The quality at sugar cane top as feed is low, there fore need to be processed in order to its utility as feed 'rises, so that can supply animal requirement (quantitative and qualitative). The aim of this investigation, is to tries the tecihnology at crop residue processing, physically, chemically and biologycally to increas its utility as feed by in vivo. Experiment, with protein digestibility, nitrogen retention percentage, blood ammonia content and ruminal ammonia content as variables on male local cattle. In this investigation, the 9 heads of yearling male local cattle and sugar cane top were used as experimental material. Previously, the sugar can top was ammoniated for 3 weeks with 6 % ammonia and than was fermented by mix microbes culture for two weeks and than were physically processed by wafering and pelleting as processed sugar cane top. There were three treatment groups in this investigation, namely, TO ( cattle affered fresh sugar cane top); T1 (cattle affered watered processed sugar cane top) and T2 (cattle affered pelleted processed sugar cane top). The colected data were statistically analized in completelly randommized design with three treatments, consist of three heads of cattle repectifelly as replication. The result of this investigation slowed that the digestibility of watered and pelleted processed sugar cane top were higher than those of unprocessed suger cane top (64,74 and 60,917. vs 53,877.). Those result featured that sugar cane top processing increase the protein utility based on increase at protein digestibility. The nitrogen retention percentage of cattle afferet wafered and pelleted processed suger cane top were higher than those affered unprocessed sugar cane top (96,05 and 97,17 vs 93,617.). Above value showed that processed sugar cane top in wafer and pellet form increas protein utility and in turn its productivity, whearias blood ammonia and rumen ammonia content were not significant defferent among three treatment groups. The blood ammonia level was in the normal range, whearias the rumen ammonia level was in the border line to rumen microbes growth. Pucuk tebu merupakan limbah pertanian yang cukup potensial untuk penyediaan pakan kasar bagi ternak ruminansia pada musim. Problem kekurangan hijauan pakan makin terasa akibat dari konversi lahan yang dapat dipergunakan untuk menanam hijauan dipergunakan untuk pemukiman serta perluasan industrialisasi. Pucuk tebu mengandung serat kasar yang tinggi sehingga dapat dipergunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia karena adanya mikroorganisme rumen yang dapat mencernanya. Mengingat kualitasnya yang rendah, perlu dilakukan pengolahan agar meningkat daya gunya sebagai pakan sehingga dapat memenuhi kebutuan baik secara kuantitas maupun kulaitasnya. Tujuan penelitian ini adalah mencobakan teknologi pengolahan limbah pertanian secara fisik, kimia dan biologik untuk meningkatkan daya gunanya sebagai pakan melalui uji-toba in vivo, dengan parameter kecernaan protein, retensi nitrogen, kadar amonia darah dan kadar amonia rumen sapi lokal jantan. Penelitan ini menggunakan 9 ekor sapi lokal jantan umur + 1 tahun sebagai ternak percobaan dan pucuk tebu sebagai pakannya. Pucuk tebu perlakuan amoniasi selama 3 minggu dengan aras amonia 6% yang kemudian difermentasi dengan mikrobia campuran selama 2 minggu yang selanjutnya dibuat pelet dan wafer sebagai pucuk tebu terolah. Sebagai perlakuan dalam penelitian in viva ini adalah: TO yaitu ternak sapi yang diberi pakan pucuk tebu segar; T1 yaitu ternak sapi yang diberi pakan pucuk tebu terolah dalam bentuk wafer dan T2 yaitu ternak sapi yang diberi pakan pucuk tebu terolah dalam bentuk pelet Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan pola searah (RAL) 3 perlakuan masing¬masing 3 ekor ternak sapi sebagai ulangan. Variabel yang diamati antara lain: kecernaan protein, persentase retensi nitrogen, kadar amonia darah dan kadar amonia rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pucuk tebu terolah dalam bentuk wafer dan pelet berpengaruh positif dibandingkan dalam bentuk segar terhadap kecernaan protein (64,74; 60,91 vs 53,87 %). Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa perlakuan pengolahan pucuk tebu akan menaikkan utilitas protein yang tercermin dari semakin tingginya kecernaan zat gizi tersebut. Persentase nitrogen teretensi pada sapi yang mendapat perlakuan pucuk tebu terolah dalam bentuk wafer dan pelet lebih baik dibandingkan yang mendapat pakan bentuk pucuk tebu segar yaitu ( 96,05; 97,17 vs 93,61 7.). Hal, ini menunjukkan bahwa perlakuan amoniasi dan fermentasi yang dibuat dalam bentuk wafer dan pelet menaikan daya guna proteinnya untuk menopang produksinya, sedangkan kadar amonia darah dan amonia rumen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata diantara tiga perlakuan tersebut. Kadar amonia dari hasil penelitian ini masih dalam kisaran normal, sedangkan kadar amonia rumen juga masih dalam ambang normal untuk kondisi kehidupan mikroorganisme rumen.

Item Type:Monograph (Documentation)
Subjects:S Agriculture > S Agriculture (General)
ID Code:21948
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:07 Sep 2010 07:51
Last Modified:05 Oct 2010 06:38

Repository Staff Only: item control page