KEKUASAAN ORANG TUA SETELAH TERJADI PERCERAIAN (Suatu Penelitian di desa Cukil, Sruwen dan Sugihan, Kecamatan Tengaran Kab, Semarang)

SOEMITRO, IRMA SETYOWATI (1994) KEKUASAAN ORANG TUA SETELAH TERJADI PERCERAIAN (Suatu Penelitian di desa Cukil, Sruwen dan Sugihan, Kecamatan Tengaran Kab, Semarang). Documentation. FAKULTAS HUKUM.

[img]
Preview
PDF - Published Version
423Kb
[img]PDF - Published Version
Restricted to Repository staff only

1468Kb

Abstract

Dalam rangka meningkatkan kwalitas sumber daya manusia, maka pembinaan sumber daya manusia harus dimulai sejak masa anak-anak dalam lingkup kehidupan keluarga. Ini berarti orang tua merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan tadi. Dari segi hukum, hak dan kewajiban orang tua terhadap kehidupan anak (terutama anak-anak belum dewasa) disebut dengan istilah teknis-hukum sebagai -Kekuasaan Orang Tua" (Belanda :Ouderlijke macht). Melalui lembaga kekuasaan orang tua tersebut, pemenuhan hak-hak anak dan kebutuhan dasarnya akan dilindungi hukum. Masalahnya adalah bagaimana pelaksanaannya di masyarakat, hal ini sangat tergantung pada sejauh mana nilai-nilai dan ketentuan agama setempat, mempunyai nilainya. Seperti kita sadari, masing-masing masyarakat mempunyai nilai budaya dan adat-istiadat. sendiri. Kecamatan Tengaran merupakan salah sate area sample di Kabupaten Semarang yang dipilih oleh Djojodigoeno dan Tirtawinata dalam penelitiannya mengenai hukum adat Jawa Pusat (Jawa Tengah) ± 50 tahun yang silam di daerah itu ada 3 desa yang menilai kebiasaan yang bersifat khas yaitu di desa Cukil-Sruwen¬Sugihan. Kekhususannya adalah dalam hal terjadi perceraian maka anak-anak diseyogyakan bertempat tinggal dengan bapaknya; sedangkan kebiasaan pada umumnya di Jawa Tengah adalah anak-anak yang masih membutuhkan pengasuhan dari ibunya dapat turut ibunya. Mengenai nafkah anak yang tururt ibunya tersebut, dibebankan kepada bapaknya. Tujuan utama penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mendapatkan data, sejauh mana kekhususan dari 3 tempat tadi setelah adanyapengaruh dari hukum nasional tentang hak dan kewajiban orang tua seperti yangg tercantum dalam pasal 41 UU No. 1 tahun 1974, pasal 156 Kompilasi Hukum Islam dan Putusan M.A. Penelitian ini melibatkan sejumlah 30 responden dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda yaitu 10 responden berasal dari Cukil, 10 lagi dari Sruwen dan 10 responden bertempat tinggal di Sugihan. Dari segi sosial ekonomi, mata pencaharian pokoknya adalah pada sektor pertanian/peternakan; dan sebagian besar dari mereka adalah penganut agama Islam. Untuk mengetahui perbandingan antara yang nikah dan yang cerai, rata-rata pada tahun 1993/1994, setiap 17 perkawinan terdapat 1 perceraian. Dalam teori, pengertian kekuasaan orang tua selalu berkaitan dengan pengertian belum dewasa, oleh sebab itu untuk memahami masalah kekuasaan orang tua, perlu kiranya dipahami Pula ukuran tentang belum dewasa yang berlaku di masyarakat. Pada penelitian DjoJodigoeno¬Tirtawinata dahulu, dibedakan antara pengertian "belum dewasa (onvolwassen) dengan di bawah umur (minderJarig), dengan istilah Jawa "dereng dewasa" -isih kawengkun. Menurut penelitian Djojodigoeno tahun 1940 usia 20 tahun dianggap telah dewasa dan pada penelitian ini 76,66 % responden menjawab bahwa usia dewasa telah tercapai pada usia 15 tahun. Penelitian tentang kekuasaan orang tua setelah terjadi perceraian di man-a anak turut ibunya, 63 % menjawab kewajiban itu bukan semata-mata pada bapaknya saja, tapi juga merupakan kewajiban kedua belah pihak. Sebagai kesimpulan : setelah 50 tahun, nilai dan adat kebiasaan yang berlaku dulu di Cukil, Sruwen dan Sugihan, sekarang telah mengalami perubahan, berbeda dengan apa yang ditemukan oleh Djojodigoeno dan Tirtawinata dalam penelitiannya tentang hukum adat Jawa Pusat/Jawa Tengah masalah kekuasaan orang tua setelah penelitian. In order to increase a more qualified human resources, it would be started form the developing of the human life since his childhood in the family's environment: To get that purpose, man and woman in their task as parent, will become a very important factor. In the legal aspect, the right and the obligation of the parent to their own children is called the parental rights. Through this legal institution, the rights of the child and the fulfilling of his basic need.% will be protected legally. The question is how this protection would be practised in society; the answer is more depend on how strong the social and religion's values would influence it. As we know, each society has its own values and customs. District Tengaran is one of the area samples at Kabupaten Semarang, which had been chased by Djoiodigoeno¬Tirtawinata in their research on Central Java's private customary law 50 years ago; it had a unique custom which had been discovered by them at three villages i.e Cukil, Sruwen and Sugihan. The unique custom was that all children followed their father's residence after divorce of their parent. The general custom in Central Java was that a young child could stay with his mother as long as they need, and the living cost of this child was abondant to his father. The main purpose of this research is to get a new information about the unique custom at the 3 villages after getting influence of the nasional concept on parental rights stated in article 41 of the Marriage Act no.1-1974 as well article 156 the Compilation of Indonesia's Islamic law and the Indonesia's Supreme Court Law. Totally, there were 30 respondents/informans with different social-economic back-ground who involved in this research. Ten respondent came from Cukil, Sruwen and the last ten respondents live at Sugihan. In the social-economic aspect, the most people of that area are peasents and most of them are moslems. To compare people who marriaged and divorced, the statistic data described that during 1993-1994 + every 17 marriage, 1 ended with divorce. Teoriticaly concept on parental rights has closely relation with the concept on immaturity, so in order to understand about parenthood, we also have to understand about the criteria on immaturity which adopted by villagers. njojodigoeno and Tirtawinata in their research made a different concept between -onvolwassen" (belum dewasa) and "minderjarig" (di bawah umur) with the local term "dereng diwasa", "isih kawengku". According to Djoiodigoeno's research in the year 1940., 20 years of age was accepted as legally mature, but in this research 76,66 % respondent answer that person who gets the 15 years of age accepted as a mature person. Data on the obligation of the father after divorce to his young child who still live with his mother, in this research 63 % respondent answer that such obligation belong to both party. The conclusion : after 50 years, values and custom at Cukil, Sruwen and Sugihan differ with the former values and customs, in the time when Djojodigoeno and Tirtawinata did a research on parental righhts after divorce in adatlaw of Central Java.

Item Type:Monograph (Documentation)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:Faculty of Law > Department of Law
ID Code:21003
Deposited By:Mr UPT Perpus 2
Deposited On:25 Aug 2010 09:34
Last Modified:25 Aug 2010 09:34

Repository Staff Only: item control page