Piercing The Corporate Veil In Environmental Law Cases, A Comparasion of America and Indonesian Law

Prananingtyas, Paramita (1996) Piercing The Corporate Veil In Environmental Law Cases, A Comparasion of America and Indonesian Law. Documentation. Fakultas Ilmu Hukum.

[img]PDF - Published Version
Restricted to Repository staff only

1857Kb
[img]
Preview
PDF - Published Version
264Kb

Abstract

ABSTRAKSI THESIS Tesis dengan judul "Piercing The Corporate Veil In Environmental Law Cases, A Comparasion of American and Indonesian Law " ini terdiri atas 6 bab dan 9 subbab. Bab pertama adalah pembukaan. Bab kedua adalah tinjauan umum, dengan sub bab A membahas tentang CERCLA, sub bab B membahas tentang penyingkapan tabir perusahaan (piercing the corporate veil). Bab tiga membahas penyingkapan tabir perusaahaan dalam CERCLA, didalam bab tiga ini ada 4 sub bab, sub bab A mengenai hal-hal umum, sub bab B mengenai standar penyingkapan tabir perusahaan di bawah hukum federal, sub bab C mengenai standar penyingkapan tabir perusahaan di bawah hukum negara bagian dan sub bab D mengenai penghindaran. Bab empat membahas pengenalan terhadap hukum Indonesia, dan didalam bab empat ini terdapat 3 sub bob. Sub bob A mengenai hukum perusahaan Indonesia, sub bab B mengenai hukum lingkungan Indonesia, dan sub bab C mengenai masalah-masatah hukum perusahaan dan hukum lingkungan di Indonesia. Terakhir adalah bab lima yang berisi kesimpulan. Tesis ini meneliti tentang kemungkinan-kemungkinan penggunaan doktrin piercing the corporate veil ( penyingkapan tabir perusahaan) dalam rangka pembebanan pertanggungjawaban kepada induk perusahaan (parent corporation) atas tindakan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan (subsidiary). Pernilihan topik clan judul didasarkan pada alasan bahwa Indonesia sebagai negara yang sedang mernbangun menanggung risiko atas segala dampak dad pembangunan tersebut, maka dibutuhkan suatu model pengelolaan dampak industrialisasi tersebut, minimal model pengelolaan pencemaran lingkungan oleh industri yang baik. Salah satu pilihan model adalah sistem perlindungan lingkungan yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat dengan sejarah hukum yang tumbuh clan berkembang seiring dengan tumbuh dan berkembangnya negara dan masyarakat, memiliki suatu model pengelolaan lingkungan yang dikaitkan dengan teori-teoir hukum perusahaan. Diantara sekian banyak peraturan perundang-undangan tentang alingkungan hidup yang dimiliki Amerika Serikat , ada satu peraturan yang sangat ditakuti oleh para pencemar lingkungan, terutama perusahaan-perusahaan konglomerasi Peraturan tersebut adalah CERCLA (Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act 1986). CERCLA juga dikenal sebagai Super fund karena sifatnya sebagai penyedia clan° berjumlah besar untuk kebutuhan pengelolaan lingkungan yang tercemar. Dana tersebut disediakan oleh pemerintah federal Amerika Serikat untuk membersihkan dan mengernbalikan ke kondisi semula lingkungan yang tercemar, untuk kemudian pemerintah federal akan meminta penggantian dana tersebut dari pihak-pihak yang bertanggujawab atas pencemaran lingkungan tersebut. Instansi yang mengatur penerapan CERCLA adalah EPA (Environmental Protection Agency). EPA atau departemen Perlindungan Lingkungan memiliki 3 kriteria dalam penerapan CERCLA yaitu : 1. dipakainya dana superfund untuk menanggulanggi pencemaran 2. perintahkan secara administratif pada subyek pencemaran lingkungan untuk menanggulangi pencemaran 3. perintah secara yudikatif pada subyek pencemaran lingkungan untuk menanggulangi pencemaran Ketiga hal ini adalah inti dari CERCLA . Jika EPA menggunakan dana pemerintah untuk melakukan pemulihan lingkungan yang tercemar maka CERCLA mempunyai otoritas pada EPA untuk menuntut kompensasi ongkos pemulihan tersebut kepada pihak yang bertanggungjawab, kegiatan ini disebut sebagai Government Recovery Action. Terdapat 5 elemen pada action ini yaitu : 1. Terdakwa adalah pihak yang bertanggung jawab secara potensial a. pemilik clan pengoperasi mesin / fasilitas penghasil limbah b. pemilik dan pengoperasi mesin / fasilitas pembuang limbah Terdapat 3 kriteria umum untuk menentukan suatu perusahaan tersebut dikelola dengan balk dan bila hal-hal ini dilanggar maka prinsip penyingkapan tabir perusahaan dapat diterapkan, teori ini dikenal sebagai the alter ego theory. Ketiga kriteria tersebut adalah : 1. semua syarat-syarat formil perusahaan sudah dilaksanakan 2. kewajiban minimal modal perusahaan sudah dipenuhi 3. pendirian perusahaan sudah sah secara hukum Hukum di Amerika Serikat tumbuh berdasarkan kasus-kasus yang masuk di pengadilan dari pengadilan rendah sampai dengan Mahkamah Agung. Hukum mengenai penyingkapan tabir perusahaan juga didasarkan pada kasus-kasus yang sudah diputuskan di Mahkamah Agung dan kemudian menjadi preseden bagi kasus- kasus berikutnya. Kasus DeWitt Truk Broker, Inc., V. W.Rav Flemming Fruit Co., adalah dasar dari penerapan prinsip penyingkapan tabir perusahaan dalam hukum perusahaan di Amerika Serikat. Secara umum pemerintah federal tidak memiliki standar khusus untuk membuat suatu perusahaan induk bertanggung jawab atas tindakan-tindakan anak perusahaan atau seorang pemegang saham bertangging jawab atas tindakan perusahaan dalam kasus-kasus pencemaran lingkungan dengan menggunakan prinsip piercing the corporate veil . Masalah utama dalam penerapan prinsip piercing the corporate veil adalah menentukan siapa yang bertanggung jawab , apakah dia pemilik, fasilitas, pengelola fasilitas, atau pengelola limbah. Pemerintah federal Amerika Serikat mempunyai dua standar . Standar pertama adalah harus ditemukannya bukti bahwa anak perusahaan adalah pemilik yang sah , yang memenuhi standar pemilik yang bertanggung jawab menurut CERCLA kemudian diterapkan konsep tradisional piecing the corporate veil dengan menggunakan teori alter ego untuk membuat induk perusahaan bertanggung jawab atas tindakan anak perusahaan. Standar kedua adalah dengan menggunakan pengertian operator / pihak yang mengoperasikan fasilitas atau mesin penghasil limbah dan pembuang limbah. Pengertian ini sedemikian luas sehingga induk perusahaan akan termasuk di dalamnya don akan dikategorikdn sebagai pelanggar CERCLA. Dalam kasus United States V. Kayser-Roth, menentukan sejauh mana sebuah induk perusahaan dinilai ikut bertanggung jawab atas tindakan anak perusahaan, yaitu apabila induk perusahaan berpartisipasi dalam urusan manajemen anak perusahaan. Posisi induk perusahaan dalam hal ini sangatlah penting. Jika dinilai suatu induk perusahaan memegang kontrol pada operasional anak perusahaan maka dianggap induk perusahaan tersebut juga bertanggung jawab terhadap aktivitas perusahaan. Dalam hubungannya dengan pencemaran lingkungan, maka partisipasi induk perusahaan dinilai dari campur tangan / kontrol terhadap kebijaksanaan pengelolaan dan pembuangan limbah yang dilakukan anak perusahaan. Masing masing negara bagian juga memiliki standar tersendiri dalam penerapan prinsip penyingkapan tabir perusahaan. Bahkan ada beberapa negara bagian yang menolak untuk menerapkan prinsip piercing the corporate veil yang diatur dalam CERCLA yang akan membebankan pertanggung jawaban langsung pada induk perusahaan. Jika akan melakukan penyingkapan tabir perusahaan maka dipilih metode alter ego. Teori Alter ego memberikan standar perusahaan yang baik yaitu kepentingan umum, keadilan dan pemerataan, selain itu juga mengatur posisi anak perusahaan yang kekurangan modal, kontrol dari pemegang saham terhadap operasional perusahaan yang terlalu besar serta penggunaan secara bersama benda-benda milik perusahaan antara anak perusahaan dan induk perusahaan. Pada dasarnya pengadilan akan mengabulkan gugatan untuk membebankan tanggung jawab pada perusahaan induk atas tindakan anak perusahaan dalam kasus pencemaran lingkungan, jika ditemukan adanya kontrol dari induk perusahaan pada anak perusahaan yang bersifat menentukan dalam proses pengelolaan dan pembuangan lirnbah berbahaya. Untuk menghindari hal-hal tersebut induk perusahaan harus membatasi tindakan-tindakannya atas tindakan operasional anak perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa dad teori penyingkapan tabir perusahaan penekanan teori adalah pada masalah liability / pertanggung jawaban . dari hal ini akan timbul 3 kemungkinan : 1. Teori-teori hukum perusahaan akan mengambil alih teori tentang tanggung jawab jika anak perusahaan tidak harus rnenanggung tanggung jawab tersebut sendiri 2. Teori alter ego akan mengambil alih teori tanggung jawab untuk induk perusahaan , jika kemudian terbukti bahwa induk perusaha-an dan anak perusahaan sama-sama bertanggung jawab 3. Pemakaian teori kepentingan umum menggantikan posisi teori tanggung jawab. Peraturan hukum di Indonesia yang mempunyai hubungan dengan teori tentang penyingkapan tabir perusahaan adalah peraturan-peraturan mengenai hukum perusahaan , yang antara lain diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan Undang Undang no 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam Undang Undang Perseroan Terbatas terdapat konsep baru yang dimasukkan didalamnya, konsep tersebut adalah konsep Piercing the corporate veil yang diadaptasi langsung dari teori alter ego perusahaan. Konsep tersebut akan membebankan tanggung jawab akan tindakan dan hutang-hutang perusahaan pada para pemegang saham apabila syarat-syarat pendirian perseroan terbatas belum terpenuhi, atau apabila perusahaan dipakai untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau apabila pemegang saham mempergunakan asset perseroan terbatas untuk kepentingan pribadi sehingga mengganggu stabilitas dan insolvensi perseroan. Tetapi pencantuman teori penyingkapan tabir perusahaan ini masih berupa teori karena belum ada aturan-aturan yang memungkinkan untuk' pelaksanaannya terutarria dalam penerapan prinsip ini secara kompleks. Sebagai perbandingan adalah kemungkinan pemanfaatan teori piercing the corporate veil yang tercantum dalam Undang Undang Perseroan Terbatas dalam upaya-upaya perlindungan lingkungan. Indonesia telah memiliki undang undang mengenai lingkungan hidup yaitu Undang Undang no 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup. Undang Undang ini dibuat dengan salah satu tujuan untuk mengantisipasi era industrialisasi yang sedang dihadapi Indonesia. Di dalam undang undang Lingkungan Hidup tercantum hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para pihak dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Situasi ideal yang diharapkan dari adanya dua undang undang tersebut adalah terciptanya suasana saling menghormati antara para pengusaha dengan industrialisasinya di satu pihak dan lingkungan hidup, termasuk didalamnya masyarakat umum, Para pengusaha diharapkan dapat menempatkan dirinya sebagai pemanfaat lingkungan yang bijak¬sana dan Pemerintah dapat menempatkan dirinya sebagai pengawas dan pengelola lingkungan yang bijaksana pula. Pembahuruan hukum ekonomi di Indonesia berjalan dengan demikian pesat, dengan tujuan utama memacu pertumbuhan ekonomi . Salah satu bentuk yang ingin dipacu adalah semakiin besarnya investasi asing yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan melakukan deregulasi dan pembaharuan hukum-hukum yang ada. Akan letup' tetap ada beberapa kritik tentang deregulasi dan pembaharuan hukum ekonomi yang dilakukan oleh Pemeritnah Indonesia. Kritik tersebut antara lain dapaf diberikan pada undang undang Perseroan Terbatas, dengan prinsip penyingkapan tabir perusahaan yang ada didalamnya. Didalam undang undang tersebuf tidak diberikan penjelasan tentang bagaimana un'tuk membebankan tanggung jawab tersebut pada para pemegang saham. Selain daripada itu kritik kedua adalah mengenai prosedur pengajuan gugatan secara perdata yang masih menggunakan hukum peninggalan kolonial yang tidak mengenal doktrin kontak minimum, sehingga tidak dapat mengajukan gugatan perdata untuk induk perusaha¬an yang ada di luar negeri. Kritik kedua adalah lemahnya undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup. Kelemahan tersebut antara lain tentang pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan dalam kasus-kasus pencemaran lingkungan. Tujuan utama dari penulis untuk memilih tema dan judul thesis ini adalah sekedar untuk dapat mengambil beberapa hal yang dapat menjadi tambahan wawasan terutama dalam hal hukum lingkungan dan hukum perusahaan serta gabungan pelaksanaan dari kedua hukum tersebut di Amerika Serikat. Penulis tidak bermaksud untuk menganjurkan dan menempatkan hukum-hukum Amerika Serikat dalam praktek hukum Indonesia, tetapi hendaknya deregulasi dan pembaharuan hukum Indonesia terutama hukum ekonomi dapat dilakukan secara bijaksana dan aril, untuk kepentingan bangsa, negara masyarakat dan lingkungan hidup Indonesia.

Item Type:Monograph (Documentation)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:Faculty of Law > Department of Law
ID Code:20847
Deposited By:Ms upt perpus3
Deposited On:24 Aug 2010 08:06
Last Modified:24 Aug 2010 08:06

Repository Staff Only: item control page