UJI AKTIVITAS APRODISIAKA DAN ISOLASI FRAKSI AKTIF RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosce) PADA TIKUS PUTIH (Rattus novergicus)

Saraswati, Lintang Than and Sutiningsih, Dwi (2005) UJI AKTIVITAS APRODISIAKA DAN ISOLASI FRAKSI AKTIF RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria Rosce) PADA TIKUS PUTIH (Rattus novergicus). Documentation. FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT.

[img]
Preview
PDF - Published Version
282Kb
[img]PDF - Published Version
Restricted to Repository staff only

723Kb

Abstract

Temu putih (Curcuma zedoaria R) adalah salah satu tanaman yang digunakap secara tradisional oleh masyarakat kecamatan Pallatae, kabupaten Bone, propinsi Sulawesi selatan sebagai aprodiasiaka (obat lemah syahwat). Penggunaan temu putih sebagai aprodisiaka saat ini telah meluas ke daerah lain , dan pada umumnya bagian yang digunakan adalah rimpangnya. Namun demikian bukti ilmiah tentang khasiat aprodisiaka dun temu putih (C. zedoaria) belum pernah dilaporkan. Sampai saat ini penelitian terhadap temu putih masih terbatas pada penelitian fitokimia (Soekotjo, 1994). Rimpang temu putih juga sering dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, melancarkan peredaran darah dan pernafasan, menambah nafsu makan, melancarkan haid dan penawar racun (Supriyadi et al., 2001). Menurut Hadad EA & Noviayanti R (1999) menerangkan bahwa di dalam rimpang tanaman temu putih terkandtmg senyawa-senyawa kimia yaitu sineol, a-khampor, d-bomeol, sesquiterpen, sesquiterpenol, dan sesquiterpen alkohol. Namun demikian, belum dilaporkan bahwa senyawa tersebut yang berperan pada aktivitas aprodisiaka. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk membuktikan secara ilmiah secara in vitro aktivitas apodisiaka rimpang temu putih serta memisahkan fraksi yang berperan terhadap aktivitas aprodisiaka dan menentulcan golongan senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan penampak bercak spesifik. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Bahan uji yang diperoleh dibersihkan, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari tidak langsung. Serbuk rimpang temu putih (600 g) diekstraksi dengan pelarut Me0I1 (250 ml) sampai tuntas/ jernih. Ekstrak Me0H kering (80 g, ekstrak A) yang diperoleh dipartisi dengan EtOAcsehingga diperoleh fraksi etil asetat (15,23 g, fraksi B) dan fraksi non etil asetat ( 50,20 g, fraksi C). Pada uji aktivitas aprodisiaka, tikus dibagi menjadi 5 kelompok : kelompok I diberikan Na-CMC 5%, dosis 50 mg/kgBB (kontrol negatif). Kelompok II diberikan yohimbina, dosis 5 mg/kg BB (kontrol positip). Kelompok III : diberikan ekstrak metanol rimpang temu putih (ekstrak A). Kelompok IV: diberikan fraksi B (larut EtOAc), dan Kelompok V : diberikan fraksi C (tidal( larut EtOAc) dengan dosis yang sama yaitu 10, 50, 100, 200 mg/kg BB secara per oral Setelah tikus putih jantan ditreatment, 5 menit kemudian tikus betina (fase estrus) dimasukkan. Perilaku tikus jantan diamati sebagai introduksi (tikus ,jantan mendekati tikus betina), climbing (tikus jantan menaiki tikus betina) dan coitus ( terjadi senggama antara tikus jantan dan betina). Jumlah introduksi, climbing dan coitus dihitung dalam kurun waktu 1 jam pada tiap dosis uji. Perbedaan efek (%) introdului, climbing dan coitus pada setiap perlakuan dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dibandingkan dengan kontrol negatif (-) dan kontrol positip (+). Untuk menentukan golongan senyawa dalam fraksi aktif digunakan Kromatografi lapis tipis (KLT) dengan penampak bercak sinar UV 254. Nilai Rf bercak diukur dan perubahan wama yang terjadi diamati. Basil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata jumlah introduksi, climbing dan coitus tikus jantan terhadap tikus betina pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda. Aktivitas introduksi, climbing dan coitus dalam kurun waktu 1 jam mencapai aktivitas maksimal setelah pemberian fraksi etil asetat (Fraksi B) yang dicapai pada dosis 200mg/kgBB, diikuti ekstrak metanol dan fraksi non etil asetat rimpang temu putih , yang dicapai pada dosis yang sama, dibandingkan dengan kontrol positif (yohimbina 50mg/kgBB) dan kontrol negatif (Na-CMC 5%, 5rng/kgBB). Berdasarkan hasil uji ini menunjukkan fraksi etil asetat rimpang temu putih (fraksi B) mempunyai kemampuan lebih baik dalam meningkatkan aktivitas introduksi, climbing dan coitus tikus jantan terhadap tikus betina, dibandingkan dengan ekstrak metanol dan fraksi non etil asetat rimpang temu putih (Fraksi C). Perbedaan kandungan senyawa dalam ekstrak dan fraksi memberikan hasil uji yang berbeda juga baik dalam jumlah introduksi, climbing dan coitus. Aktivitas aprodisiaka terbesar dicapai setelah pemberian fraksi etil asetat rimpang .temu putih pada dosis 200 mg/kgBB, kemudian diikuti ekstrak metanol dan fraksi non etil asetat rimpang temu putih pada dosis yang sama. Senyawa aktifaprodisiaka rimpang temu putih terdapat pada fraksi etilasetat (fraksi B) rimpang temu putih dan senyawa tersebut larut baik dalam pelarut etil asetat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas aprodisiaka terbesar terdapat pada fraksi etil asetat (fraksi B) rimpang temu putih pada dosis 200 mg/kg BB. Fraksi etil asetat (fraksi B) rimpang temu putih mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid yang berperan sebagai aprodisiak. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui toksisitas akut dan sub akut pada hewan coba untuk mengkaji lebih jauh keamanan penggunaan tanaman tersebut sebagai aprodisiaka.

Item Type:Monograph (Documentation)
Subjects:R Medicine > R Medicine (General)
ID Code:20359
Deposited By:Mr UPT Perpus 1
Deposited On:13 Aug 2010 10:00
Last Modified:13 Aug 2010 10:00

Repository Staff Only: item control page