KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG Studi Kasus Sungai Banjir Kanal Barat

Supriyadi (Pipiek), Bambang (2008) KAJIAN WATERFRONT DI SEMARANG Studi Kasus Sungai Banjir Kanal Barat. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, 7 (1). pp. 50-58. ISSN 1412-7768

[img]
Preview
PDF
57Kb

Abstract

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang banyak memiliki ruang-ruang kota yang pertumbuhannya berawal dari perkembangan kawasan koridor sungai, hal ini berkaitan dengan peran kota Semarang sebagai kota pelabuhan besar pada masa lalu, di mana sungai dan koridornya berpengaruh besar dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam perdagangan, yaitu sebagai pendukung sarana transportasi yang lebih cenderung menggunakan transportasi air (melalui sungai) untuk memudahkan akses menuju pelabuhan. Perkembangan kota Semarang tentu saja menimbulkan berbagai dampak bagi kawasan aliran sungai dan area sekitarnya. Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai terpanjang yang membelah kota Semarang yang digunakan sebagai drainase kota. Hal itu tentu saja membuat penataan kawasan di sepanjang sungai Banjir Kanal Barat perlu diperhatikan agar potensi-potensi yang ada disekitar kawasan tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih optimal. PENDAHULUAN Kawasan perairan merupakan salah satu sarana dan wadah yang vital bagi manusia dari dulu hingga sekarang. Sejarah perkembangan daerah-daerah urban di berbagai penjuru dunia menyebutkan bahwa perairan adalah salah satu sarana tertua dan terpenting dalam kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat. Fungsinya dari mulai menjadi sarana transportasi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya, interaksi antar bangsa, ekspansi wilayah. Ditinjau dari segi fungsi yang beraneka ragam itulah, maka kawasan perairan sesungguhnya adalah kawasan yang sangat dibutuhkan keberadaannya. Berbicara mengenai kawasan perairan, tidak bisa terlepas dari kawasan di sepanjang tepian perairan tersebut. Kawasan di tepian perairan (waterfront) tentu saja menjadi pusat kegiatan yang strategis, ramai dan sangat diminati. Area waterfront sendiri berkembang dari fenomena ini. Di mana terdapat perairan baik itu sungai, danau atau laut yang memisahkan dua daratan atau lebih, maka di daerah perairan tersebut dapat digunakan transportasi air. Lama-kelamaan daerah tersebut menjadi sentra aktivitas yang sangat ramai. Pada perkembangan selanjutnya, sarana transportasi air mulai tergeser dengan adanya sarana angkutan darat yang beraneka ragam. Dampaknya tentu saja mengena pada kawasan-kawasan tepian sungai. Kawasan yang dulunya ramai tersebut lambat laun mulai ditinggalkan masyarakat. Konsep area waterfront mulai luntur seiring dengan perpindahan masyarakat ke pusat kegiatan sosial ekonomi yang baru di tengah kota. Kota Semarang merupakan salah satu kota yang banyak memiliki ruang-ruang kota yang pertumbuhannya berawal dari perkembangan kawasan koridor sungai, hal ini berkaitan dengan peran kota Semarang sebagai kota pelabuhan besar pada masa lalu, di mana sungai dan koridornya berpengaruh besar dalam mendukung aktivitas masyarakat dalam perdagangan, yaitu sebagai pendukung sarana transportasi yang lebih cenderung menggunakan transportasi air (melalui sungai) untuk memudahkan akses menuju pelabuhan. Perkembangan kota Semarang tentu saja menimbulkan berbagai dampak bagi kawasan aliran sungai dan area sekitarnya. Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai terpanjang yang membelah kota Semarang yang digunakan sebagai drainase kota. Hal itu tentu saja membuat penataan kawasan di sepanjang sungai Banjir Kanal Barat perlu diperhatikan agar potensi-potensi yang ada disekitar kawasan tersebut dapat dikembangkan menjadi lebih optimal. Pada awalnya, koridor sungai Semarang merupakan suatu kawasan yang cukup berkembang. Sungai merupakan bentukan alami yang dapat dijadikan suatu potensi bagi peningkatan townscape suatu kawasan bila diolah. Kawasan koridor sungai Semarang diawal perjalanannya tercatat sebagai embrio pertumbuhan kota Semarang. Muatan historis serta kekayaan etnis yang ada di dalamnya membentuk karakter dan ciri yang berbeda-beda yang memberi identitas tersendiri pada sepanjang kawasan sungai Semarang. Namun dengan menurunnya peran dan aktivitas pelabuhan kota Semarang yang tidak lagi menjadi satu-satunya akses dan penghubung dengan dunia luar menyebabkan kawasan koridor sungai Semarang tidak lagi berkembang, bahkan cenderung mengalami penurunan dan menjadi sebuah kawasan yang dianggap sebagai kawasan pinggiran yang tidak teratur dan tertata dengan baik serta memiliki kecenderungan sebagai daerah kumuh. Untuk itu diperlukan analisis ruang kota untuk mengetahui potensi dan permasalahan serta melakukan pendekatan bagi usulan konsep rencana pengembangan kawasan waterfront di Semarang sebagai objek wisata. Atas dasar fenomena di atas, sebagai langkah awal menuju sebuah perancangan kawasan yang baik, maka perlu dilakukan studi tentang bagaimana konsep waterfront diaktualisasikan dengan mengambil kawasan sungai Banjir Kanal Barat (mulai dari jembatan Kaligarang sampai Jalan Basudewo) sebagai contoh kasus yang ada, dimana telah mengalami perubahan dan pemerosotan. Sehingga dapat diambil nilai-nilai positifnya serta dapat diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan dan kemerosotan tersebut, untuk kemudian dikaji ulang dan menjadi bahan pertimbangan dalam penataan kawasan di sepanjang sungai Banjir Kanal Barat khususnya dan kawasan sekitar perairan lain di Semarang pada umumnya. DEFINISI KAWASAN TEPI AIR (WATERFRONT) Kawasan tepi air (waterfront) merupakan suatu area atau kawasan yang berbatasan dengan air yang memiliki kontak fisik dan visual dengan air laut, danau, sungai atau badan air lainnya. Menurut Ann Breen dan Dick Rigby (1994), waterfront merupakan suatu area yang dinamis dari suatu kota, tempat bertemunya daratan dan air. Dimana badan air dapat berupa lautan, sungai, danau, teluk, creek, maupun kanal. Areal dinamis yang dimaksud disini adalah areal atau kawasan yang selalu bergerak, walaupun pada kasus tertentu seperti pada rawa, pergerakan adalah sangat minim. Sudut pandang tentang pengertian yang terkait dengan kawasan tepi air ini dapat diartikan sebagai berikut; - tanah atau tepi sungai, pelabuhan atau tanah semacam itu ditengah kota dengan dermaganya. - tepian laut atau bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah – daerah pelabuhan. - lahan atau area yang terletak berbatasab dengan air terutama bagian kota yang menghadap kearah perairan, baik laut, sungai, danau dan sejenisnya. Dari pengertian – pengertian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan dalam konteks yang terkait dengan perkotaan, pengertian kawasan waterfront merupakan suatu kawasan yang berbatasan dengan air yang memiliki kontak fisik dan visual dengan air laut, sungai, danau dan badan air yang lainnya. Secara fungsional, semua kawasan yang memiliki batasan fisik antara daerah perairan dan daratan dapat disebut dengan kawasan waterfront. Dalam konteks yang lebih luas daerah perairan tersebut meliputi laut maupun sungai yang merupakan wadah aktivitas penduduk yang bermukim di sekitarnya. Batasan-batasan yang digunakan untuk menentukan kawasan tepi air ini adalah sangat beragam. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memudahakan dalam menentukan batas perencanaan pengelolaan kawasan tepi air ini antara lain sebagai berikut ; kriteria kekhasan kondisi fisik yang paling menonjol maupun kondisi fisik lainnya. kriteria politis. kriteria administrasi. batasan yang diambil secara fungsional. unit lingkungan terpilih yang biasa digunakan ASPEK – ASPEK DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN TEPI AIR Dalam pengemabangan kawasan waterfront perlu memperhatikan aspek – aspek yang mempengaruhinya, hal tersebut merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam upaya mendekati konsep penataan kawsan tepi air yang baik. Menurut Ann Breen dan Dick Rigby (1994), aspek – aspek tersebut antara lain : - Aspek Ekonomi Aspek ini mencakup besaran nilai lahan serta potensi perekonomian yang dapat dikembangkan oleh suatu kota. - Aspek Sosial Melputi penyediaan fasilitas sosial sepanjang badan air sebagai tempat berkumpul, bersenang – senang serta untuk menikmati fasilitas yang tersedia. - Aspek Lingkungan Meliputi pengaruh perkembangan tepi air terhadap perbaikan perbaiakn kualitas lingkungan secara keseluruhan. - Aspek Preservasi Pengembangan kawasan tepi air yang mempunyai kekhasan yang spesifik juga akan bersifat melindungi adanya bangunan atau kawasan lain yang memiliki nilai – nilai historis. Walaupun sebenarnya aspek tersebut juga harusnya didukung oleh aspek lain yang menunjang keberhasilan pengembangan kawasan waterfront seperti ; tema, citra yang dimunculkan, keaslian fungsi, pendapat masyarakat, penilaian lingkungan, teknologi, pembiayaan dan manajemen. KLASIFIKASI KAWASAN TEPI AIR (WATERFRONT) Pengklasifikasian kawasan tepi air tersebut lebih ditekankan pada aktivitas dan potensi yang dapt dikembagkan dalam kawasan tersebut. Menurut Ann Breen dan Dick Rigby (1994), kawasan tepi (waterfront) dibedakan atas: Cultural Waterfront Cultural waterfront mewadahi aktivitas budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Aktivitas tersebut memanfaatkan laut sebagai obyek budaya atau ilmu pengetahuan dengan mengorientasikan pengembangan kawasan pada fasilitas pendukung aktivitas budaya. Enviroment Waterfront Enviroment waterfront merupakan pengembangan kawasan tepi air yang bertumpu pada upaya meningkatkan kualitas lingkungan yang mengalami degradasi, dengan memanfaatkan potensi dan keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami. Historycal Waterfront Kawasan ini lebih dikembangkan kearah konservasi dan restorasi bangunan sejarah yang ada dikawasan ini. Mixed – Use Waterfront Pengembangan ke arah mixed – use waterfront lebih ditujukan pada penggabungan fungsi perdagangan, rekreasi, perumahan, perkantoran, transportasi, wisata dan olahraga. Penerapan konsep ini merupakan salah satu cara untuk menyatukan berbagai kepentingan yang pada umumnya sering terjadi dalam pengembangan suatu kawasan di perkotaan. Recreational Waterfront Pengembangan kawasan tepi air yang diarahkan pada fungsi aktivitas rekreasi yang didukung oleh berbagai fasilitas serta prasarana yang memadai. Recendetial Waterfront Lebih ditekankan pada pengembangan kawasan untuk fungsi perumahan. Dimana fasilitas yang dibangun berupa permukiman penduduk, apartemen, town house, flat, row house, villa rekreasi, dan fasilitas pendukung permukiman lainnya. Working Waterfront Merupakan kawasan waterfront yang lebih menekankan pada aspek ekonomi produksi, dimana aktivitas yang diwadahi umumnya berhubungan dengan jasa pelayanan (transportasi), maupun kegiatan produksi. Aktivitas pemuatan kapal, terminal angkutan peraiaran merupakan ciri dominan dari kawasan ini. Planning Waterfront Merupakan kawasan tepi air yang telah mengalami proses perencanaan sebelum dikembangkan sebagai kawasan dengan tujuan dan kepentingan yang beranekaragam. KARAKTERISTIK WATERFRONT Secara garis besar, karakteristik waterfront adalah sebagai berikut : - Memiliki pola penataan tersendiri baik secara arsitektural maupun teknologi pada situasi pantai yang direncanakan. Pola penataan pada air dengan menggunakan teknologi harus memiliki satu kesatuan. - Memiliki pola pengembangan massa yang dinamis sesuai dengan karakter air. - Memiliki unique visual character yang di pandang secara keseluruhan. Karakter yang unik diciptakan secara keseluruhan meliputi sungai sebagai latar depan, sebagai penghubung aktifitas yang menyertai. - Orientasi bangunan, kegiatan pada air sebagai elemen utama kawasan. Air dengan aktifitas didalamnya merupakan orientasi bangunan tepi air, sebagai salah satu cara penyatuan karakter kawasan. KAWASAN WATERFRONT BANJIR KANAL BARAT Secara administratif, waterfront Sungai Banjir Kanal Barat merupakan perbatasan Semarang Barat dan Semarang Selatan. Dimana kawasannya memanjang sepanjang Jembatan Kali Garang sampai Bojong Salaman. Data Fisik Kawasan Water Front Banjir Kanal Barat Batas-batas waterfront Sungai Banjir Kanal Barat yang dikaji adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Jembatan ADA Siliwangi - Sebelah Selatan : Jembatan kayu depan Kelurahan Bulu Stalan - Sebelah Barat : Jalan Bojong Salaman ( Kelurahan Cabean ) - Sebelah Timur : Jalan Basudewo ( Kelurahan Bulu Stalan ) Pemilihan Lokasi Waterfront Sungai Banjir Kanal Barat Dalam suatu penataan waterfront memerlukan penataan agar para masyarakat dapat beraktivitas di dalamnya secara nyaman. Salah satu cara untuk mengetahui penggal aliran sungai tersebut sudah memenuhi kriteria atau belum dapat diketahui dengan menggunakan teori elemen pembentuk kota oleh Hamid Shirvani dan teori elemen pembentuk citra kota oleh Kevin Lynch. Penggal aliran sungai yang diamati adalah penggal aliran sungai Banjir Kanal Barat. Penggal aliran sungai ini diamati karena memiliki beberapa kelebihan. Salah satu kelebihannya adalah penggal aliran sungai ini sebagai pusat aliran air untuk kawasan Semarang dan terkenal dengan nama sungai Kaligarang, maka perlu adanya kajian pada kawasan agar dapat memahami karakteristik serta dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada. Masalah-masalah yang terjadi di sekitar kawasan Banjir Kanal Barat antara lain kurang terjaga dan terawatnya bantaran sungai, tidak adanya pengolahan tanah yang baik, banyak sekali para pedagang yang berjualan sembarangan, tidak diberikannya space bagi pejalan kaki. Hal ini perlu diperhatikan dengan tujuan untuk memberikan kegiatan atau space kepada masyarakat sekitar. Untuk itu diperlukan suatu kajian elemen perancangan kota dengan teori elemen pembentuk kota dan kajian teori elemen pembentuk citra kota, sebagai acuan dalam menganalisis permasalahan di aliran sungai tersebut. Analisa permasalahan tersebut diharapkan bisa memberikan solusi yang mampu mendukung kegiatan-kegiatan pada kawasan Banjir Kanal Barat. DATA DAN ANALISA ELEMEN PEMBENTUK KOTA PADA WATERFRONT SUNGAI BANJIR KANAL BARAT ( DENGAN PENDEKATAN TEORI HAMID SHIRVANI ) Di dalam melakukan kajian data dan analisa terhadap kawasan waterfront Banjir Kanal Barat, teori yang dijadikan dasar utama adalah teori Elemen Pembentuk Kota menurut Hamid Shirvani. Teori ini menjelaskan tentang elemen – elemen dari sebuah kawasan, yang dapat menjadi dasar penganalisaan kawasan waterfront Banjir Kanal Barat. Tata Guna Lahan ( Land Use ) Beberapa fungsi lahan yang terdapat pada kawasan studi yaitu: Fungsi Komersial Mewadahi kegiatan penjualan, perdagangan dan PKL baik barang maupun makanan (jajanan) yang saat ini hanya melayani skala lingkungan sekitarnya. Fungsi Permukiman Yaitu sebagai sebagai lingkungan tempat tinggal, tempat penduduk bermukim, berkiprah dalam kegiatan kerja dan usaha serta berhubungan dengan sesama pemukim sebagai masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan di kawasan studi sebagian besar untuk permukiman dan lainnya sebagai kawasan perdagangan, pendidikan dan konservasi. Tata guna lahan yang akan dikembangkan di kawasan studi adalah daerah perencanaan ke dalam penggabungan antara area permukiman dan komersial (perdagangan dan PKL) yang dapat menonjolkan karakteristik sebagai kawasan waterfront. Berdasarkan data di atas tata guna lahan pada sekitar kawasan Banjir Kanal Barat mayoritas digunakan sebagai perumahan warga dan terdapat beberapa fasilitas pendidikan dan perdagangan. Menggunakan penataan dengan pola mixed use atau campuran, yaitu antara daerah perumahan warga, perdagangan, pendidikan tercampur di sepanjang kawasan Banjir Kanal Barat. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing) Dalam hal ini bentuk bangunan dari bangunan di wilayah studi mayoritas mempunyai bentuk persegi panjang sebagai tempat permukiman permanen yang berkesan kurang tertata, selain itu juga terdapat sederetan bangunan berupa pertokoan. Orientasi bangunan di daerah ini menghadap Sungai Banjir Kanal Barat. Namun fasade bangunan dari kawasan ini tidak menarik seperti halnya bangunan-bangunan lain yang mengekspos fasade bangunan. Ketinggian bangunan bervariasi antara 1 lantai dan 2 lantai. Diperlukan penataan terhadap bangunan dengan melakukan set back terhadap jalan, penataan fasade bangunan serta penataan ketinggian dengan mengatur skyline bangunan yang menarik. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking) Sirkulasi yang ada pada wilayah studi ini adalah jalan di sepanjang sungai, dan jembatan yang melintasi sungai. Sirkulasi yang ada masih bercampur dan tidak teratur, serta tidak terdapat tempat parkir tersendiri, sehingga warga masih memarkirkan kendaraannya disisi jalan yang biasanya memakai badan jalan. Pola Sirkulasi Pola sirkulasi pencapaian dan keluar ke waterfront Banjir Kanal Barat yaitu : a. Melalui jalan Simongan menggunakan sistem 2 arah (masuk dan keluar). b. Melalui jalan Basudewo menggunakan sistem 2 arah (masuk dan keluar). c. Melalui Jalan Bojong Salaman menggunakan sistem 2 arah (masuk dan keluar) Parkir Parkir di sepanjang waterfront Banjir Kanal Barat menggunakan sistem on the road dimana tiap kendaraan di parkir di badan jalan sehingga cukup mengganggu sirkulasi yang ada. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways) Pedestrian ways atau jalur pejalan kaki direncanakan sebagai jalur penghubung (link) pada waterfront. Hal ini dikarenakan jalur pejalan kaki di wilayah studi belum disediakan tempat khusus, karena masih menggunakan sebagian badan jalan tanpa pemisahan yang jelas dengan jalan bagi kendaraan. Di wilayah studi belum terdapat trotoar atau ruang bagi pejalan kaki sehingga kenyamanan dan keamanan dari pejalan kaki berkurang, selain itu tidak terdapat pagar pembatas yang membatasi jalan dengan Sungai Banjir Kanal Barat. Trotoar hanya terdapat di sepanjang jalan raya yaitu pada jalan Jenderal Soedirman dan jalan Soegijopranoto sebagai jalan arteri primer. Diperlukan pedestrian ways sendiri yang cukup lebar, nyaman dan aman berupa trotoar dilengkapi vegetasi serta pagar pembatas sungai. Ruang Terbuka (Open Space) Bentuk ruang terbuka (open space) di wilayah studi berupa taman, jalan, persawahan, lapangan sepak bola, jalur-jalur pejalan kaki, taman. Namun ruang terbuka yang ada di kawasan Banjir Kanal Barat masih belum dimanfaatkan dengan baik dan terkesan kumuh, karena sebagian besar dijadikan sebagai area PKL yang keberadaannya kurang tertata dengan baik. Aktivitas Pendukung (Activity Support) Sebagian besar penggunaan lahan di wilayah studi adalah untuk permukiman sehingga aktivitas yang dominan adalah aktivitas permukiman. Dalam pelaksanaannya agar berjalan dengan baik dan lancar, aktivitas ini harus ditunjang oleh aktivitas pendukung. Adapun aktivitas pendukung kawasan ini mayoritas berupa aktivitas pendidikan, perdagangan dan jasa serta pedagang kaki lima (PKL) maupun warung-warung semi permanen dan permanen yang menyatu dengan hunian. Namun, keberadaan dari PKL pada lokasi studi masih kurang tertata dengan baik. Penandaan (Signages) Penandaan berfungsi sebagai tanda-tanda dan simbol yang dapat menjadi arahan, penunjuk orientasi serta memberikan informasi kepada masyarakat. Penandaan yang ada pada kawasan Sungai Banjir Kanal Barat dirasa sudah cukup terpenuhi, namun letak dari penanda-penanda tersebut kurang tertata dengan benar sehingga fungsi dari penanda itu sendiri menjadi kurang informatif. Konservasi (Conservation) Pelestarian dilakukan di sepanjang penggalan Sungai Banjir Kanal Barat untuk mempertahankan keberadaan Sungai Banjir Kanal Barat terhadap aktivitas masyarakat yang berkembang di kawasan sekitar sungai. Pada Sungai Banjir Kanal Barat terdapat bendungan Simongan yang dirasa perlu dilestarikan karena merupakan salah satu bangunan konservasi yang memilki fungsi cukup vital pada Sungai Banjir Kanal Barat Semarang. DATA DAN ANALISA ELEMEN PEMBENTUK CITRA KOTA PADA WATERFRONT SUNGAI BANJIR KANAL BARAT ( DENGAN PENDEKATAN TEORI KEVIN LYNCH ) Elemen pembentuk citra kawasan memberikan gambaran yang berguna dari sebuah kota. Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu: Jalur (Path) Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun), serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon), atau ada belokan yang jelas. Pada wilayah studi, jalur kendaraan yang ada adalah jalur dua arah. Terdapat jalur lurus, belokan, pertigaan dan perempatan. Pada gambar di atas, dapat terlihat bahwa jalur pedestrian yang ada masih sangat minim dan hanya terdapat di beberapa ruas jalan seperti pada jembatan. Simpul (Node) Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas. Terdapat beberapa titik node pada kawasan Banjir Kanal Barat yang berupa belokan, pertigaan, perempatan maupun gang-gang kecil perumahan warga. Dimana node tersebut merupakan akses untuk keluar masuk menuju kawasan Banjir Kanal Barat. Tetenger (Landmark) Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya gunung atau bukit, gedung tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi, dan sebagainya. Dalam hal ini, Banjir Kanal Barat memiliki Bendungan Simongan yang menjadi landmark di kawasan tersebut. Pada saat ini fungsi bendungan masih berfungsi dengan baik, namun pemeliharaan serta kebersihan di sekitar bendungan masih terabaikan karena masih banyaknya sampah pada pintu air bendungan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang didapat berdasarkan analisa masalah kawasan waterfront Banjir Kanal Barat: Tata Guna Lahan (Land Use) Penggunaan lahan di kawasan studi sebagian besar untuk permukiman dan lainnya sebagai kawasan perdagangan, pendidikan, dan konservasi. Menggunakan penataan dengan pola mixed use atau campuran, yaitu antara daerah perumahan warga, perdagangan, pendidikan tercampur di sepanjang kawasan Banjir Kanal Barat. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing) Orientasi bangunan di daerah ini menghadap Sungai Banjir Kanal Barat dengan bangunan masih kurang tertata, baik bentuk maupun ketinggiannya. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking) Parkir di sepanjang waterfront Banjir Kanal Barat menggunakan sistem on the road dimana tiap kendaraan di parkir di badan jalan karena belum adanya kantong – kantong parkir. Sirkulasi yang ada juga masih belum jelas, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya pedestrian ways sepanjang waterfront Banjir Kanal Barat yang memisahkan antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways) Belum terdapat trotoar atau ruang bagi pejalan kaki sehingga kenyamanan dan keamanan dari pejalan kaki berkurang, selain itu tidak terdapat pagar pembatas yang membatasi jalan dengan Sungai Banjir Kanal Barat. Ruang Terbuka (Open Space) Ruang terbuka yang ada di kawasan Banjir Kanal Barat masih belum dimanfaatkan dengan baik dan terkesan kumuh, karena dijadikan sebagai area PKL yang kurang tertata keberadaannya. Aktifitas Pendukung (Activity Support) Aktifitas yang ada pada wilayah studi sebagian besar adalah aktifitas warga yang berasal dari pemukiman sekitar. Sebagai aktifitas pendukungnya adalah aktifitas pendidikan, jasa (misalnya salon, bengkel) dan aktifitas perdagangan (misalnya warung makan, meubel, PKL). Namun keberadaan PkL yang kurang tertata dengan baik menimbulkan kesan semrawut dan kumuh kawasan Sungai Banjir Kanal Barat. Penandaan (Signages) Penandaan yang ada pada wilayah studi sudah memadai, namun penempatannya masih kurang tertata sehingga fungsi dari simbol-simbol tersebut kurang informatif. Konservasi (Conservasi) Pada bendungan Simongan, pemeliharaan serta kebersihannya masih sangat kurang terawat. Terlihat dari menumpuknya sampah pada pintu-pintu air bendungan. Hal ini sangat disayangkan mengingat vitalnya fungsi dari bendungan Simongan. Jalur (Path) Masih sangat minimnya jalur khusus pejalan kaki yang tersedia pada wilayah studi dan hanya terdapat di beberapa ruas jalan saja seperti pada jembatan. Simpul (Node) Terdapat beberapa titik node pada kawasan Banjir Kanal Barat yang berupa belokan, pertigaan, perempatan maupun gang-gang kecil perumahan warga. Dimana node tersebut merupakan akses untuk keluar masuk menuju kawasan Banjir Kanal Barat. Tetenger (Landmark) Minimnya perhatian dari pemerintah untuk melestarikan Bendungan Simongan mengingat vitalnya fungsi dari bendungan tersebut. Dari beberapa kesimpulan yang terdapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam wilayah studi kawasan Sungai Banjir Kanal Barat, belum adan upaya dari pemerintah untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada serta belum ada upaya pengembangan yang sesuai dengan konsep waterfront yang ideal. Saran Dari kesimpulan di atas, pada kawasan Banjir Kanal Barat disarankan untuk menekankan penataan pada : Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing) Diperlukan penataan terhadap bangunan dengan melakukan set back penataan fasade bangunan serta penataan ketinggian dengan mengatur skyline bangunan agar menjadi lebih menarik. Seperti dengan melakukan penataan ketinggian bangunan yang berada di sepanjang kawasan studi. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking) Agar lebih tertata, perlu disediakan kantong-kantong parkir di beberapa titik yang dapat memfasilitasi kendaraan yang akan parkir. Selain itu, sebaiknya antara jalur sirkulasi pejalan kaki (trotoar) dengan jalur kendaraan dibedakan dengan jelas, yaitu dengan menyediakan pedestrian ways untuk memberi kenyamanan bagi pejalan kaki. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways) Agar para pejalan kaki juga merasa nyaman ketika berada di sekitar wilayah Sungai Banjir Kanal Barat, diperlukan adanya jalur khusus bagi pejalan kaki yang memadai. Dengan disediakannya trotoar selebar ± 1,5 meter dengan disertai vegetasi sebagai elemen peneduh di sepanjang trotoar. Ruang Terbuka (Open Space) Mengingat pentingnya open space pada suatu wilayah, maka diperlukan upaya pemerintah memanfaatkan ruang terbuka yang ada agar tidak dipakai tempat berjualan para PKL seperti pemanfaatan ruang terbuka sebagai taman aktif maupun taman pasif. Aktifitas Pendukung (Activity Support) Diperlukan penataan ulang para PKL yang ada agar mengurangi kesan kumuh akibat banyaknya PKL yang tersebar disekitar wilayah Sungai Banjir Kanal Barat, misalnya dengan memfasilitasi serta menyediakan tempat yang khusus bagi para PKL untuk berjualan. Karena keberadaan dari PKL, secara tidak langsung juga dapat menghidupkan aktifitas yang terjadi di sekitar kawasan tersebut. Penandaan (Signages) Penandaan yang sudah ada perlu ditata ulang peletakannya agar fungsi dari penanda itu sendiri dapat lebih informatif bagi pelaku kegiatan di sekitar kawasan ini. Contohnya pada penandaan pedestrian ways yang berada di jembatan Kaligarang, posisinya dirasa tidak sesuai karena penanda tersebut berada di tengah jembatan. Peletakan signages ini sebaiknya dipindah diawal jalur pedestrian tersebut. Konservasi (Conservasi) Perlu adanya pemeliharaan serta pengembangan Bendungan Simongan yang dijadikan sebagai bangunan konservasi. Hal sangat diperlukan agar fungsi dari Bendugan itu sendiri dapat berfungsi dengan baik. Melalui pemeliharaan tersebut, diharapkan Bendungan Simongan ini dapat menjadi ikon / landmark yang cukup menarik bagi kawasan Sungai Banjir Kanal Barat. DAFTAR PUSTAKA Breen, Ann & Dick Rigby. 1994. Waterfront-Cities Reclaim Their Edge. New York : Mc. Graw-Hill. Darmawan, Edy. 2009. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Lynch, Kevin. 1959. The Image of The City. London : The M.I.T Press. Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. New York : VNR Company Inc,. Nez, George. 1989. Time Saver for Urban Design Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogjakarta : Kanisius.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:20146
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:12 Aug 2010 08:27
Last Modified:20 Sep 2011 10:03

Repository Staff Only: item control page