Wijayanti, Wijayanti (2008) HUBUNGAN KONDISI FISIK RTT LANSIA TERHADAP KONDISI SOSIAL LANSIA di RW 03 RT 05 Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, 7 (1). pp. 38-49. ISSN 1412-7768
| PDF - Published Version 114Kb |
Abstract
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Pada periode ini kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri ataupun mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya akan perlahan-lahan menurun sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Dengan keadaan seperti ini mereka membutuhkan perhatian yang lebih akan perubahan mereka. Mereka membutuhkan pihak yang dapat memahami kemauan, kebutuhan, tuntutan akan fasilitas, sarana dan prasarana yang mereka butuhkan. Karena perubahan usia ini pula, lansia membutuhkan adanya kebutuhan fisik berupa rumah tempat tinggal yang layak bagi kehidupan mereka, yang tentunya dapat memenuhi aktivitasnya sehari-hari. Namun perlu diketahui bagaimana hubungan yang terjadi antara kebutuhan-kebutuhan fisik tersebut dengan kondisi sosial yang dimiliki oleh lansia, dan sejauh mana kedua faktor tersebut saling berpengaruh satu sama lain. LANSIA Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60 tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : - Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia - Kelompok lansia (65 tahun ke atas) - Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda (Papalia, 2001). Memasuki usia lanjut biasanya dudahului oleh penyakit kronis, kemungkinan untuk ditinggalkan pasangan, pemeberhentian aktivitas atau kerja dan tantangan untuk mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga, pekerjaan dan hubungan intim (Wolman, 1982). Ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk memahami usia tua, antara lain (Papalia dkk,2001) : a. Primary aging Bahwa aging merupakan suatu proses penurunan atau kerusakan fisik yang terjadi secara bertahap dan bersifat inevitable (tidak dapat dihindarkan). b. Secondary Aging Proses aging merupakan hasil dari penyakit, abuse, dan disuse pada tubuh yang seringkali lebih dapat dihindari dan dikontrol oleh individu dibandingkan dengan primary aging, misalnya dengan pola makan yang baik, menjaga kebugaran fisik dll. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh para ilmuwan sosial, ada 3 kelompok older adult yaitu : a. Young adult Pada umumya berusia antara 65-74 tahun, biasanya masih aktif, vital dan penuh semangat b. Old-old Pada umumnya berusia 75-84 tahun c. Oldest old Berusia 85 tahun ke atas, biasanya banyak yang menjadi lemah dan tidak tegas serta mempunyai kesulitan untuk mengatur aktivitas sehari-hari. Selain itu, ada pengklasifikasian aging berdasarkan fungtional age yaitu seberapa baik fungsi seseorang dalam lingkungan fisik dan sosialnya dibandingkan orang lain yang usianya sama (Papalia dkk, 2001). Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu : aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat. Secara sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997). Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri. Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Lansia adalah manusia dengan kondisi fisik yang relatif lemah renta dan kondisi psikis yang kesepian dan seringkali merasa diterlantarlan. Dengan kondisi yang demikian maka para lansia perlu berkumpul untuk saling mengawasi dan agar tidak merasa kesepian. Mereka juga memerlukan perawatan, perhatian, dan kasih sayang baik dari sesama lansia maupun dari orang lain. Aspek Fisik Rumah Tempat Tinggal Lansia Aspek fisik rumah tempat tinggal merupakan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kenyamanan lansia dalam menempati rumah serta lingkungan yang ditinggali. Aspek fisik ini antara lain meliputi : Kebutuhan fasilitas Lansia memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya agar dapat hidup dengan mandiri. Kebutuhan ini sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi : (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, dan fasilitas-fasilitas kesehatan. (2) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya. Perubahan fasilitas Seiring dengan pertambahan umurnya, lansia memiliki beragam kebutuhan yang tentunya berbeda dengan sebelum memasuki masa lanjut usia. Banyak terjadi perubahan, baik dari segi fisik maupun sosial. Dari segi fisik dapat dilihat pada fasilitas-fasilitas yang digunakan. Hal ini dapat terlihat dari perubahan bentuk ruang kamar atau desain rumah. Seorang lansia yang masih menempati rumah mereka, ada beberapa yang melakukan perubahan pada fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalamnya. Menurut konsep universal design dalam Deutsche Industrie Norm dijelaskan bahwa seorang lansia memerlukan ruangan yang lapang atau barrier free. Hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi lansia, terutama dalam pergerakan atau aksesibilitas dalam rumah. Luasan rumah Luasan rumah lansia dapat saja berubah dari luasan rumah pada awalnya. Hal ini biasa terjadi jika lansia memerlukan ruangan baru atau ruangan khusus yang diperlukan untuk mengerjakan aktivitasnya, ataupun jika mengalami pertambahan anggota keluarga yang menempati rumahnya itu. Dengan kemampuan fisik yang makin menurun maka dibutuhkan alat penunjang, baik luasan ruang-ruang yang khusus digunakan untuk lansia sampai pada penggunaan kursi roda. Dengan pengadaan fasilitas-fasilitas ini lanjut usia dapat menjalankan aktivitasnya dengan mudah dan aman, lanjut usia akan merasa nyaman dan diperhatikan oleh keluarganya. Umumnya lanjut usia dihadapkan pada masalah hunian. Hunian mereka tidak lagi menunjang kegiatan mereka, hal ini terlihat pada : - Luasan ruang-ruang pada hunian (ketika hunian tersebut ditempati beberapa keluarga) - Lokasi kamar yang berjauhan dengan lokasi kamar mandi - Keadaan kamar mandi yang mempersulit - Peil lantai yang berbeda-beda - Penggunaan tangga - Alur sirkulasi hunian terhadap fasilitas-fasilitas di lingkungan sekitar Telah dikemukan bahwa kelompok lanjut usia mengalami kemunduran dalam tingkat kemandiriannya, mungkin karena adanya handikap fisik. Oleh karena itu, perlu ada penyesuaian sarana fisik untuk membantu agar mereka tidak sangat tergantung pada orang lain. khususnya dalam membantu dirinya melakukan pekerjaan hidup sehari-hari (makan, minum, ke belakang, dan lain-lainnya). Di negara-negara maju, pelayanan kelompok lanjut usia dilakukan dalam ruangan khusus, bahkan rumah sakit khusus dan perkampungan khusus. Tentunya hal ini sangat ideal. Adanya fasilitas tersebut di atas, diarahkan untuk memberi lingkungan kehidupan yang nyaman dan sesuai bagi kelompok lanjut usia. Keadaan ini masih sulit dikembangkan saat ini, oleh karena itu perlu dipikirkan cara lain yakni mempersiapkan SDM untuk lebih siap menerima kelompok lanjut usia sebagaimana adanya. Ada beberapa standard untuk penggunaan kursi roda yang dapat diaplikasikan bagi lansia memudahkan aktivitas mereka di dalam rumah maupun lingkungan tempat tinggalnya. Penggunaan standard-standard ini memang tidak diharuskan di dalam sebuah rumah tinggal (seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang RI No.28 Tahun 2002 Pasal 31 ayat 1). Hanya saja penggunaan fasilitas tersebut tentunya bermanfaat, terutama bagi lansia yang memiliki keterbatasan fisik (diffable). Kondisi Kehidupan Lansia Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kondisi kehidupan lansia, yaitu kondisi fisik serta kondisi sosial. Kondisi fisik merupakan suatu keadaan yang dimiliki lansia dan berkaitan dengan fisik tubuhnya seperti kesehatan lansia, sedangkan kondisi sosial adalah kondisi lansia yang berkaitan dengan kehidupan sosialnya, baik dengan keluarganya sendiri maupun dengan masyarakat di sekitarnya, seperti pekerjaan, family size atau jumlah anggota keluarga, lama tinggal lansia pada rumah yang ditempati, dan lain sebagainya. Beberapa kondisi kehidupan lansia adalah sebagai berikut : Usia lansia Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia yang berumur 60 tahun ke atas dikatakan sebagai lansia. Dalam usia yang demikian, lansia mengalami perubahan atau kemunduran dalam berbagai aspek kehidupannya, baik secara fisik maupun psikis. Dalam usianya yang lanjut, lansia memerlukan banyak penunjang dalam hidupnya, sehingga dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan nyaman. Kesehatan lansia Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu (Prasetyo,1998). Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Joseph J. Gallo (1998) mengatakan untuk menkaji fisik pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban. Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan. Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kejiwaan dan fisik. Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul adalah gangguan proses pikir yang ditandai dengan lupa, pikun, bingung, dan curiga, dan gangguan perasaan ditandai dengan perasaan kelelahan, acuh tak acuh, tersinggung, sedangkan gangguan fisik/somatik meliputi gangguan pola tidur, gangguan makan dan minum, gangguan perilaku yang ditandai dengan enggan berhubungan dengan orang lain, dan ketidakmampuan merawat diri sendiri. Lama tinggal lansia pada rumah yang ditempati Banyak diantara lansia yang lebih memilih untuk tetap tinggal pada rumah yang mereka tempati. Ada kalanya rumah tersebut merupakan rumah yang sudah mereka tempati sejak kecil atau setelah menikah dan membangun keluarga. Alasan tinggal lansia di rumah dan lingkungan yang ditempati Lansia memiliki beberapa alasan untuk tetap tinggal di rumah yang mereka tempati sekarang ini. Faktor utama yang mendasari alasan tinggal lansia adalah dari segi kenyamanan terhadap lingkungannya. Pekerjaan lansia Dalam usianya yang lanjut, para lansia cenderung berhenti bekerja, baik karena sudah pensiun, atau karena fisiknya sudah tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas tersebut secara rutin seperti biasanya. Namun ada pula beberapa lansia yang masih dengan aktif melakukan pekerjaannya. Mereka bisa berhenti dari pekerjaan lama dan memulai pekerjaan baru, atau memperdalam hobi yang mereka sukai agar dapat mengisi waktu luang mereka. Jadi faktor yang menentukan keaktifan lansia dalam bekerja adalah kesehatan dan juga pertimbangan-pertimbangan finansial. Lansia yang berumur 65 hingga 70 tahun yang masih berkerja cenderung melakukan pekerjaan tersebut karena mereka menyukainya dan mereka merasa cukup nyaman dengan pekerjaan tersebut, dan karena mereka masih memiliki keinginan yang besar untuk dapat membiayai kehidupan mereka dalam usia lanjut mereka. Bekerja adalah suatu kegiatan jasmani atau rohani yang menghasilkan sesuatu (Sumarjo, 1997). Bekerja sering dikaitkan dengan penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Untuk itu agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja. Dengan bekerja orang akan dapat memberi makan dirinya dan keluarganya, dapat membeli sesuatu, dapat memenuhi kebutuhannya yang lain. Rencana tinggal lansia di panti jompo Di jaman seperti sekarang dimana aktivitas manusia sangat padat dan persaingan hidup cukup berat, manusia cenderung menginginkan hal-hal yang praktis dan cenderung tidak merepotkan. Sikap ini terkadang merambat ke hubungan keluarga, khususnya hubungan dengan orang tua. Banyak keluarga yang karena kesibukannya terkesan melalaikan orang tua, dan pada akhirnya memasukkan orang tuanya itu ke panti jompo. Kesan yang tertangkap di sini adalah keluarga sudah tidak peduli lagi dengan orang tuanya. Kesan ini diperoleh karena kondisi nyata rumah panti jompo yang ada di Indonesia yang tidak memadai. Panti jompo seakan menjadi tempat pembuangan orang tua. Panti jompo yang selama ini terdapat di Indonesia memang merupakan tempat yang tidak nyaman, dengan fasilitas yang sangat minim dan bangunan yang sudah tidak layak pakai. Karena itu terkesan dalam pikiran masyarakat bahwa panti jompo merupakan tempat pembuangan orang tua yang sudah tidak dipedulikan lagi oleh keluarganya. Namun di luar negeri, pemikiran ini terbalik. Keluarga tidak memasukkan orang tuanya ke panti jompo karena sudah tidak peduli melainkan karena mereka sangat peduli terhadap orang tuanya, dan tidak menginginkan mereka hidup kesepian di rumah. Di sana orang tua akan mendapatkan perawatan serta perhatian dari mereka yang sudah berpengalaman. Jumlah anggota keluarga lansia Keluarga merupakan masyarakat terkecil dimana lansia berada. Perubahan kejiwaan pada lansia akan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Oleh karena itu keluarga dan lansia perlu mengetahui perubahan kejiwaan pada lansia. Keterlibatan keluarga akan menentukan kesehatan lansia. Secara umum lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan anaknya yang telah menikah (Rudkin, 1993). Tingginya penduduk lanjut usia yang tinggal dengan anaknya menunjukkan masih kuatnya norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap 400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71 wanita, menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia yang tinggal sendiri (1,5%), diikuti oleh yang tinggal dengan anak (3,3%), tinggal dengan menantu (5,0%), tinggal dengan suami/istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami, istri dan menantu (19,5%), dan penduduk lanjut usia yang tinggal dengan pasangannya ada 18,8%. Tradisi di Indonesia Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya. Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil. Para usia lanjut mempunyai peranan yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat keputusan, dan kaya pengetahuan. Mereka sering berperan sebagai model bagi generasi muda, walaupun sebetulnya banyak diantara mereka tidak mempunyai pendidikan formal. Pengalaman hidup lanjut usia merupakan pewaris nilai-nilai sosal budaya sehingga dapat menjadi panutan bagi kesinambungan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Walaupun sangat sulit untuk mengukur berapa besar produktivitas budaya yang dimiliki orang lanjut usia, tetapi produktivitas tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh para generasi penerus mereka (Yasa, 1999). Salah satu produktivitas budaya yang dimiliki lanjut usia adalah sikap suka memberi. Memberi adalah suatu bentuk komunikasi manusia. Dengan hubungan itu manusia memberikan arti kepada dirinya, dan juga kepada sesamanya (Sumarjo,1997). Dasar perbuatan memberi adalah cinta kasih , perhatian, pengenalan, dan simpati terhadap sesama. Itu berarti seseorang perduli kepada orang lain dan ingin menolong orang lain untuk mengembangkan dirinya. Lanjut usia dapat memberi kepada orang lain/generasi muda dalam wujud pengetahuan, pikiran, tenaga perbuatan, selain memberikan apa yang dimiliki. PERMUKIMAN KECAMATAN CANDISARI KELURAHAN TEGALSARI SEMARANG Tata Guna Lahan Kelurahan Tegalsari memiliki luas wilayah 103,148 ha dengan penggunaan lahan yang dominan adalah sebagai kawasan permukiman, kawasan perkantoran, dan kawasan perdagangan jasa dengan didukung oleh adanya fasilitas kesehatan. Arahan kegiatan perdagangan dan jasa meliputi perdagangan jasa non grossir yang antara lain berbentuk jenis perdagangan sehari-hari yang berkembang di sepanjang Jalan Sriwijaya. Sedangkan untuk kawasan konservasi yang ada pada diarahkan pada kawasan yang memiliki kelerengan> 40 %, dengan merekomendasi bangunan-bangunan yang sudah ada. Rumah Rumah penduduk di kecamatan Candisari dibedakan menurut sifat dan bahannya serta menurut tipenya. Rumah menurut sifat dan bahannya : Dinding terbuat dari batu / gedung permanen : 11.815 buah Dinding terbuat dari sebagian batu / gedung : 2.714 buah Dinding terbuat dari kayu / papan : 586 Dinding terbuat dari bamboo / lainnya : 149 buah. Rumah menurut tipenya : Tipe A : 5.994 buah Tipe B : 4.191 buah Tipe C : 2.797 buah Fasilitas Sosial & Pelayanan Umum Fasilitas Sosial Instansi pemerintah yang ada di wilayah kecamatan Candisari ini yaitu : Instansi vertikal (Koramil, Polsekta, KUA, dan mantri statistik) sebanyak 3 unit. Instansi otonom (Puskesmas, petugas Pertanian, Cab. Dinas Pendidikan) sebanyak 3 unit. Instansi BUMN atau BUMD sebanyak 5 unit. Bank yang terdapat di kecamatan Candisari sebanyak 3 buah. Koperasi yang ada terdiri dari koperasi simpan pinjam, BKK, BPKD, badan-badan kredit, koperasi produksi, koperasi. konsumsi, koperasi lain atau P2KP sebanyak 55 buah. Fasilitas Umum Fasilitas Peribadatan Tempat ibadah yang ada terdiri dari 8 buah masjid, 44 buah surau/mushola, 12 gereja, dan 1 kuil/pura. Fasilitas Pariwisata/Rekreasi Tempat rekreasi yang ada berupa 1 buah taman, 1 tempat pertunjukan, 1 kesenian tradisional (ketoprak atau wayang). Sanggar kesenian terdapat sebanyak 5 buah. Penginapan yang ada 6 buah dan restoran terdapat 6 buah. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang ada berupa : RSU swasta : 1 buah, rumah bersalin BKIA : 1 buah, Puskemas, Poliklinik/balai pengobatan : 1 buah, praktek dokter : 12 buah, dukun khinat/sunat : 1 buah, apotek : 5 buah, panti pijat : 5 buah, klinik KB : 3 buah. Fasilitas Perekonomian Jumlah pasar terdapat 3 buah pasar umum, 442 buah toko/warung/PKL, Jumlah Perusahaan/ usaha Jumlah industri besar dan sedang sebanyak 460 buah yang dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 10.035 orang. Perhotelan/losmen/penginapan sebanyak 8 buah dengan tenaga kerja 400 orang. Rumah makan/warung makan sebanyak 114 buah dengan tenaga kerja 260 orang. Perdagangan sebanyak 118 buah dengan tenaga kerja 236 orang Usaha angkutan sebanyak 87 buah dengan jumlah tenaga kerja 174 orang. KONDISI FISIK RTT LANSIA DI RW 03 KELURAHAN TEGALSARI 1. Kebutuhan Fasilitas Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di Kelurahan Tegalsari terdapat beberapa fasilitas yang menunjang permukimannya. Di antara fasilitas tersebut ada beberapa di antaranya yang memiliki peranan penting bagi lansia, terutamnya fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan posyandu lansia. Namun pada Kelurahan Tegalsari ini para lansia cenderung tidak mengalami tambahan kebutuhan fasilitas di dalam rumah mereka sendiri. Hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi yang relatif rendah, sehingga untuk beberapa kebutuhannya para lansia hanya bisa memanfaatkan fasilitas yang terdapat di luar rumah, yaitu pada lingkungan permukimannya, seperti yang dilakukan pada Posyandu Lansia. 2. Perubahan Fasilitas Perubahan fasilitas yang terjadi pada rumah tempat tinggal lansia di Kelurahan Tegalsari ini terjadi dalam berbagai bentuk. Ada perubahan yang dilakukan pada ruangan-ruangannya, dan ada pula perubahan pada material yang digunakan. Dari data yang dimiliki, diketahui bahwa ada beberapa rumah yang melakukan perubahan bahan atau material penutup lantai dari awalnya yang berupa tegel biasa diganti dengan keramik. Ada pula yang sudah merubah material dinding rumah dari yang awalnya menggunakan material kayu dan kini diganti dengan menggunakan dinding bata (tembok). 3. Luasan Rumah Luasan rumah lansia dapat berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini tergantung dari segi keperluan lansia untuk menambah luasan yang dibutuhkan oleh lansia itu sendiri, atau dari segi pertambahan jumlah anggota keluarga lansia. Secara umum kebutuhan ruang yang terdapat pada masing-masing rumah secara umum adalah : Ruang tamu Ruang keluarga Kamar tidur (untuk lansia, dan anak-anaknya. Ada pula rumah yang memiliki satu kamar untuk masing-masing anak yang sudah berkeluarga → satu kamar dipakai oleh anak dan keluarganya) Kamar mandi (tergantung kebutuhan → jika anggota keluarga cukup banyak bisa memiliki dua buah kamar mandi) Dapur (dapur dibuat dengan luasan yang secukupnya, untuk memasak dan menampung peralatan-peralatan masak) Tempat cuci 3. Aktivitas Pada kelurahan Tegalsari RT 02 dan RT 04 (RW 03) dilakukan pendataan pada penduduknya khususnya penduduk lanjut usia. Para lanjut usia di kelurahan ini melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain : Kegiatan paguyuban “Nusa Indah” (Posyandu Lansia “Nusa Indah”) Kegiatan Pengajian Kegiatan Arisan Kegiatan sehari-hari Kegiatan berkumpul dengan keluarga Kegaiatan bersantai di depan rumah Kegiatan perdagangan Posyandu Lansia “Nusa Indah” Di Kelurahan Tegalsari terdapat posyandu khusus yang menangani lansia, yaitu Posyandu Lansia Nusa Indah. Di Posyandu ini lansia dilatih untuk bisa beraktivitas kembali dan juga berdisiplin. Beberapa aktivitas yang dilakukan misalnya berjualan, membuat keset, membuat makanan ringan, dll. Lansia dididik untuk bisa hidup berdisiplin kembali (misalnya untuk mandi sendiri, berpakaian, dll). Ada kalanya para lansia diberi pekerjaan rumah (PR), seperti menghafalkan lagu atau nyanyian dan nama-nama bunga (karena sebagian besar cenderung sudah lupa). Posyandu Lansia melakukan pertemuan sekali tiap bulannya, dan dalam kegiatan itu tidak selalunya memungut biaya, karena kondisi ekonomi lansia yang cukup terbatas. Kegiatan Posyandu Lansia “Nusa Indah” antara lain : Posyandu Lansia : Kegiatan senam lansia Kegiatan mengasah daya ingat Kegiatan pembuatan kerajinan Kegiatan pembuatan kreasi makanan Kegiatan bersama (arisan, pengajian, piknik, olahraga bersama) Kegiatan silaturahmi antar lansia Bina Keluarga Lansia (BKL) Bina Keluarga Lansia merupakan suatu wadah atau organisasi berupa pembinaan yang diberikan kepada keluarga-keluarga lansia. Dalam organisasi ini, keluarga-keluarga lansia diberi pembinaan mengenai bagaimana cara merawat dan menangani lansia. BKL mengadakan pertemuan sekali tiap bulan, tepatnya tiap tanggal 15. Lansia pada Kelurahan Tegalsari bertempat tinggal di: Rumah permanen milik sendiri yang di dalam hunian tersebut terdapat pula anggota keluarga, keluarga anaknya dan anaknya sendiri. Rumah keluarga (anaknya) ataupun anggota keluarga lainnya Rumah tanpa adanya anggota keluarga lainnya. Dari hasil survey, didapatkan data mengenai penghuni yang menempati rumah lansia, yang secara umum adalah sebagai berikut: Lansia (pasangan suami istri atau sendiri) Anak lansia (biasnya satu hingga tiga orang anak) Keluarga anak lansia (suami/istri anak beserta cucu) ANALISA FISIK RTT LANSIA DI RW 03 KELURAHAN TEGALSARI 1. Kebutuhan Fasilitas Permasalahan pada Posyandu Lansia adalah mengenai pengadaan ruang. Ruang yang terbatas membuat kinerja posyandu terhambat. Selain itu, desain posyandu lansia yang cenderung terbuka membuat tempat ini kurang protektif bagi lansia, terutama apabila terjadi hujan. Ada kalanya kegiatan-kegiatan lansia di posyandu ini dialihkan ke rumah pengurusnya (yang lebih besar dan nyaman). Selain itu yang menjadi masalah yang lain adalah lokasi posyandu lansia yang sulit dicapai. Hal ini disebabkan oleh tempat tinggal para lansia yang keadaan sarana berupa jalan memiliki kemiringan yang curam. 2. Perubahan Fasilitas Dari data yang didapatkan, sebagian besar lansia yang melakukan perubahan fasilitas di rumahnya ternyata melakukan perubahan pada luasan ruang. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu adanya pertambahan kebutuhan ruang serta pertambahan jumlah anggota keluarga (family size). Perubahan dari segi material tidak banyak dan hanya dilakukan pada beberapa rumah lansia saja. 3. Luasan Rumah Dari segi kapasitas, jumlah penghuni yang menempati rumah lansia bervariasi. Ada yang kapasitasnya sesuai dengan ukuran rumah dan ada pula yang tidak sesuai. Beberapa lansia yang hidup bersama anak-anaknya, harus menambah ruang-ruang baru setelah anak-anaknya berkeluarga. Terdapat rumah yang memiliki ukuran yang sesuai dengan kapasitas penghuni rumah tersebut tetapi tidak jarang pula ditemui rumah yang memiliki jumlah penghuni yang tidak sesuai dengan luasan rumah tersebut. Pada rumah yang memiliki penghuni yang tidak sesuai dengan ukuran atau dimensi ruang tiap rumah tidak mempermasalahkan hal tersebut. Hal ini tentunya membuat rumah semakin sempit dan ruang yang dibutuhkan oleh lansia menjadi tidak maksimal. Selain itu, adanya penambahan-penambahan ruangan membuat sirkulasi udara di dalam rumah terganggu, karena sebagian bukaan yang ada terpaksa ditutup dan diganti menjadi tembok. Hal ini pada akhirnya bisa memberi pengaruh pada kesehatan lansia. Luasan rumah dan kapasitas bagi lansia tidaklah menjadi masalah. Ketika berkumpul bersama keluarga, dapat dilihat jika lansia tersebut merasa nyaman dan senang. Ketika seseorang telah masuk usia lanjut maka kebutuhan akan luasan ruang menjadi lebih kecil. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya kekuatan tubuh dan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas. Meskipun kapasitas jumlah penghuni rumah cukup banyak, namun lansia tidak merasa bahwa hal tersebut merupakan sebuah masalah, sebab mereka sangat senang apabila bisa terus berkumpul dengan keluarga atau anak cucu. Meskipun kondisi fisik rumah lansia tidak ada yang memenuhi persyaratan atau standard yang berlaku, namun lansia sudah merasa cukup nyaman untuk tinggal di rumah yang mereka tempati. Selain karena faktor ingin terus berkumpul dengan keluarga, para lansia juga tidak memiliki pengetahuan akan standard-standard kebutuhan ruang yang diperlukan oleh mereka. Lansia juga cenderung tidak terlalu peduli karena mereka hanya mengandalkan kenyaman yang sudah didapatkan. Hubungan Aspek Fisik Rumah Tempat Tinggal terhadap Aspek Sosial Lansia Kelurahan Tegalsari RW 03 Kecamatan Candisari Dari data fisik rumah tempat tinggal lansia serta data kondisi kehidupan lansia ditarik beberapa kesimpulan atau hipotesa mengenai hubungan yang terjadi antara keduanya. Hipotesa dilakukan berdasarkan anggapan masyarakat secara umum terhadap hubungan antara aspek fisik RTT lansia dengan kondisi kehidupannya. Hipotesis : - Semakin bertambah kebutuhan fasilitas lansia menunjukkan bertambahnya umur lansia. - Semakin bertambah kebutuhan fasilitas lansia menunjukkan adanya penurunan kesehatan lansia. - Semakin lengkap kebutuhan lansia tercukupi oleh lingkungannya maka semakin lama ia akan tinggal dalam lingkungan tersebut. - Semakin bertambah kebutuhan fasilitas lansia menunjukkan semakin tinggi tingkat ekonomi sehingga semakin baik pula pekerjaanya. - Semakin lengkap kebutuhan fasilitas yang dapat terpenuhi maka akan berpengaruh pada alasan lansia tinggal dalam lingkungan tersebut. - Semakin banyak kebutuhan akan fasilitas menunjukkan bahwa kegiatan lansia semakin banyak. - Semakin sedikit kebutuhan fasilitas lansia yang dapat terpenuhi maka akan semakin besar rencana lansia untuk tinggal di panti jompo, sebab lansia akan memperoleh fasilitas yang lebih baik. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia menunjukkan bahwa usia lansia semakin lanjut. - Semakin banyak perubahan (berupa perubahan positif) yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia menunjukkan bahwa kesehatan lansia semakin membaik, sebaliknya semakin banyak perubahan yang sifatnya negatif maka kondisi kesehatan lansia akan semakin menurun. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia maka akan berpengaruh terhadap lama tinggal lansia pada rumah yang mereka tempati. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia menunjukkan bahwa tingkat perekonomian mereka semakin baik. Tingkat perekonomian lansia tergantung pada jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Jika pekerjaan lansia semakin baik, maka tingkat perekonomiannya cenderung lebih tinggi. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia maka menunjukkan bahwa rumah tempat tinggal lansia tersebut adalah milik sendiri. - Semakin banyak perubahan positif yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia maka akan berpengaruh pada alasan tinggal lansia di rumah mereka. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia maka semakin kecil rencana lansia untuk tinggal di panti jompo, sebab adanya perubahan tersebut menunjukkan bahwa mereka masih ingin tinggal pada rumah yang telah ditempati. - Semakin banyak perubahan yang dilakukan pada rumah tempat tinggal lansia menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga yang menempati rumah semakin banyak. - Semakin luas rumah lansia maka usia lansia akan semakin lama karena berpengaruh pada kesehatan. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka menunjukkan bahwa rumah tempat tinggal lansia adalah milik sendiri. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka kesehatan lansia lebih terjamin. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka akan semakin lama lansia tinggal dalam rumah tersebut karena merasa nyaman. - Semakin bertambah luasan rumah lansia menunjukkan semakin tinggi tingkat ekonomi sehingga semakin baik pula pekerjaan lansia tersebut. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka semakin kuat alasan tinggal lansia pada rumahnya karena faktor kenyamanan. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka semakin kecil rencana lansia untuk tinggal di panti jompo. - Semakin bertambah luasan rumah lansia maka semakin banyak jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama lansia tersebut. KESIMPULAN Dari seluruh Kelurahan di Kecamatan Genuksari, Kalurahan Tegalsari adalah kelurahan dengan jumlah lansia terbanyak daripada kelurahan-kelurahan lannya, Dan RW 03 pada Kelurahan Tegalsari memiliki kelompik lansia yang terkoordinir maka RW inilah yang dijadikan sampel untuk memudahkan pendataan. Dan kesimpulan yang dapat diambil adalah : Rencana tinggal di Panti Jompo menjadi gagasan yang tidak popular. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Stigma yang berkembang di masyarakat juga mendukung tidak populernya Panti Jompo karena memasukkan lansia ke Panti Jompo adalah sesuatu hal yang tabu. Secara keseluruhan setelah di analisa kebutuhan fasilitas dengan beberapa aspek sosial tidak memiliki hubungan. Yang memiliki hubungan hanya kebutuhan fasilitas terhadap lama tinggal dan kebutuhan fasilitas terhadap jumlah keluarga, karena untuk alasan itulah perubahan fasilitas dilakukan, bukan murni utnuk mengatasi keterbatasan mereka sendiri. Sebagian besar lansia walaupun tidak terdapat perubahan fisik yang terjadi pada rumah tinggal mereka, mereka akan tetap memilih tinggal di sana karena alasan kenyamanan dan tidak adanya alternatif tempat tinggal yang lain. Luasan rumah berpengaruh pada lama tinggal, pekerjaan dan jumlah keluarga, tetapi tidak mempengaruhi alasan tinggal karena alasan tinggal lebih bersifat psikologis. SARAN - Perlu diadakannya penyuluhan untuk mengetahui informasi tentang Panti Jompo dan untuk menghapus stigma buruk tentang Panti Jompo. - Mengadakan penyuluhan tentang pentingnya aspek fisik dalam kehidupan lansia karena untuk menunjang kehidupan mereka dalam kegiatan sehari-hari - Perlu penambahan fasilitas perawatan terhadap lansia untuk menunjang kesehatan mereka.Perlu adanya pembangunan permukiman lansia yang lebih layak agar dapat menunjang kehidupan lansia. DAFTAR PUSTAKA Crapo, Richley H, 2002, Cultural Anthropology (Understanding Ourselves & Others) Fifth Edition, McGraw-Hill, New York. Papalia, Diane E. dkk, 2003, Human Development Ninth Edition, McGraw-Hill, New York. http://www.bloganweb.com http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair bab2.pdf http://www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair bab6.pdf http://fuadbahsin.wordpress.com http://www.geocities.com/ http://www.nussp.com http://www.stopdesign.com
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 20145 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 12 Aug 2010 08:24 |
Last Modified: | 20 Sep 2011 10:06 |
Repository Staff Only: item control page