EVALUASI PENERAPAN RENCANA TATA RUANG RESORT PARIWISATA GILITRAWANGAN NUSA TENGGARA

Indraswara, M. Sahid (2008) EVALUASI PENERAPAN RENCANA TATA RUANG RESORT PARIWISATA GILITRAWANGAN NUSA TENGGARA. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, 7 (1). pp. 19-27. ISSN 1412-7768

[img]
Preview
PDF - Published Version
198Kb

Abstract

Wilayah pesisir dan kelautan Nusa Tenggara Barat memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar sehingga ditetapkan sebagai Daerah Tujuan Wisata Alam, Wisata Budaya dan Minat Khusus. Salah satu Sub Kawasan yang dikembangkan Rencana Detail Tata Ruang-nya adalah Gili Trawangan, wilayah peruntukan wisata yang terletak di Selat Lombok seperti yang tertuang pada Pasal 3 Ayat 1 Perda Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat Nomor 9 Tahun 1989. Rencana Detail tadi diterbitkan tanggal 21 Desember 1992 berupa SK Gubernur Kepala Dati I Nusa Tenggara Barat Nomor 500 Tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan. Namun, pada kenyataannya, pengembangan Resort Pariwisata Gili Trawangan tidak sepenuhnya mengindahkan Rencana Tata Ruang Resort yang telah disusun. Telah terjadi penyimpangan dalam pengembangannya, sehingga kualitas lingkungan Gili Trawangan mengalami penurunan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dan mengapa pula hal tersebut dibiarkan saja hingga saat ini? Bagaimanakan cara mengantisipasinya? TINJAUAN PARIWISATA Jenis Pariwisata Jenis-jenis pariwisata yang ada tidak terlepas dari adanya daya tarik wisata pada suatu daerah, berupa: - Sumber daya tarik yang bersifat alami, seperti pemandangan alam, lingkungan hidup, flora, fauna, danau, lembah, gunung, dan lain-lain. - Sumber daya buatan manusia, seperti peninggalan budaya, arkeologi, candi, arca, dan lain-lain. - Sumber daya tarik yang bersifat manusiawi, seperti norma,tradisi, kebiasaan, pandangan hidup, keagamaan, kepercayaan, supranatural, dan lain – lain. Dan jenis-jenis pariwisata-nya sendiri dapat dikategorikan menjadi 6 kategori, yakni: - Wisata Budaya (Cultural Tourism) Jenis pariwisata di mana motivasi untuk melakukan perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni budaya suatu tempat/daerah. Dalam perjalanan wisata semacam ini diikuti dengan kesempatan untuk mengambil bagian dalam suatu kegiatan kebudayaan itu sendiri ditempat yang dikunjungi. - Wisata Konvensi (Convention Tourism) Disebut sebagai pariwisata perdagangan, karena perjalanan wisata dikaitkan dengan kegiatan perdagangan baik nasional maupun internasional, di mana sering diadakan kegiatan pameran, seminar dan lain-lain. - Wisata Kesehatan (Recuperiational Tourism) Tujuan dari wisata ini adalah untuk menyembuhkan sesuatu penyakit dengan kegiatan seperti mandi di sumber air panas, mandi di Lumpur atau mandi susu di Eropa, mandi kopi di Jepang. Biasanya wisata jenis ini merupakan suatu paket kegiatan. - Wisata Bahari (Coastal Tourim) Wisata jenis ini merupakan suatu bentuk yang paling signifikan dari kepariwisataan dewasa ini dengan aliran wisatawan baik internasional maupun domestik dengan tujuan utama matahari, laut dan pasir. Wisata bahari merupakan jenis wisata di Indonesia disamping itu wisata ini banyak digandrungi wisatawan baik dari mancanegara maupun domestik. Dari berbagai jenis wisata yang dinamakan wisata bahari memiliki kesamaan bentuk yang pada intinya adalah keselarasan atau panggabungan antara sektor perairan, perikanan dan sektor pariwisata, dimana sektor perairan lebih mendapat tekanan dan sebagai daya tarik utama dari kegiatan wisata yang diselenggarakan. Pengembangan wisata bahari merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata perairan. - Wisata Alam (Rural Tourism) Factor yang menarik dari jenis wisata ini adalah bentukan-bentukan alam seperti sungai, danau, hutan, perkebunan. Para wisatawan berlibur di daerah ini sebagai upaya mencari ketenangan dan kebahagiaan. - Wisata Kota (Tourism in Urban Area) Sampai sekarang kota-kota metropolitan, ibukota negara dan kota-kota bersejarah merupakan tujuan wisata yang paling penting. Wisatawan berkunjung ke daerah ini untuk tujuan antara lain : hiburan dan kehidupan maamnya, mengapresiasi atraksi budaya dan sejarah kota, untuk menghadiri even-even penting dalam olah raga, untuk berbelanja atau sekedar menikmati kehangatan atas karakter kota tersebut. Prinsip Pengembangan Dalam pengembangan pariwisata terdapat beberapa hal negatif yang tidak boleh terjadi, antara lain adalah : - Terjadinya pencemaran lingkungan alam dan lingkungan hidup, karena lemahnya unsur perencanaan, penerapan ketentuan hukum dan masyarakat yang tidak disiplin. - Terjadinya sifat meniru oleh kalangan masyarakat setempat. - Tumbuhnya sifat mental yang materialistis. - Meningkatnya tindak pidana, menjadi jalur peredaran narkotik. - Meningkatnya pedagang asongan secara tidak tertib. - Beralihnya tenaga produksi pertanian ke sector perdagangan. - Dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 Bab III Pasal 6 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : - Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. - Nilai-nilai agama, adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yany hidup dalam masyarakat. - Kelestarian dan mutu lingkungan hidup. - Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Kebijakan Pariwisata Nasional Untuk mencapai kemajuan kepariwisataan guna peningkatan pembangunan Indonesia, Pemerintah banyak menetapkan kebijakan dan langkah, baik untuk tingkat nasional maupun daerah, diantaranya adalah: - PP no. 24 tahun 1979 berisi tentang usaha pengembangan pariwisata oleh pemerintah yang diarahkan untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada daerah dalam rangka pelaksanaan UU no. 5 tahun 1974. - UU no. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan akan selalu dikaitkan agar saling menunjang dan saling menguntungkan dengan pembinaan serta pengembangan kebudayaan daerah sehingga tetap terpelihara kepribadian bangsa, kelestarian budaya dan lingkungan hidup. Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan, dilakukan pembangunan proyek dan daya tarik wisata, baik dalam bentuk mengusahakan obyek-obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata. Penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan tetap mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta obyek dan daya tarik wisata itu sendiri, nilai-nilai budaya bangsa yang mendorong ke arah kemajuan adab, ,e,pertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna mempertinggi jati diri bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Oleh karena itu pembangunan obyek dan daya tarik wisata tersebut tetap harus dilakukan dengan mempertimbangkan : - Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya. - Nilai nilai agarna, adat istiadat serta pandangan dan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat. - Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup. - Kelangsungan hidup pariwisata itu sendiri. Kebijaksanaan Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat: Peraturan Daerah Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat No 9 tahun 1989 Tujuan Tujuan pokok pengembangan kepariwisataan di Nusa Tenggara Barat tidak terlepas dari tujuan tujuan kepariwisataan nasional pada umumnya dan kebijakan pengembangan daerah pada khususnya. Tujuan umum pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat, selain mempunyai tujuan ekonomi, finansial, sosial budaya, juga mempunyai tujuan fisik. Tujuan fisik pengembangan pariwisata. di Nusa Tenggara Barat, seperti yang tercantum di dalam Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat No.9 Tahun 1989 adalah : - Kepastian dan kesesuaian tata guna tanah yang diperuntukkan bagi pengembangan obyek obyek pariwisata. - Melindungi benda benda bersejarah bernilai tinggi. - Memelihara keseimbangan lingkungan hidup yang serasi dan aman dari pengaruh pencemaran. - Menyediakan secara cukup prasarana untuk kehidupan yang layak bagi penduduk melalui pengembangan obyek wisata. - Pengembangan obyek wisata dilakukan dengan desain arsitektur yang mencerminkan ciri khas kepribadian bangsa. Sasaran Sasaran kuantitatif dalam pengembangan pariwisata Nusa Tenggara Barat antara lain : - Meningkatkan dan meratakan, dimana pengembangan pariwisata diharapkan dapat mendorong pembangunan sektor sektor lain dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Sasaran peningkatan produksi atau pendapatan dari kegiatan pariwisata per tahun diharapkan dapat bertambah. - Meningkatkan perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat, diharapkan dengan pertumbuhan kegiatan pariwisata dapat menyerap kesempatan keria baru. Untuk mencapai sasaran tersebut diatas diharapkan perkembangan dan penyebaran wisata domestik maupun asing meningkat. - Meningkatkan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat. KAWASAN PARIWISATA GILI TRAWANGAN : KEADAAN UMUM GILI TRAWANGAN Gili Trawangan merupakan salah satu pulau kecil yang mengelilingi Pulau Lombok dan terletak di Selat Lombok. Gambar 1 Peta Pulau Lombok Sumber : Hotel Villa Ombak Kondisi Geografis Gili Trawangan terletak di Desa Pamenang, Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak 32 dari pusat kota Mataram. Luas wilayah darat Gili Trawangan adalah 3,5 km². Dengan batas wilayah yaitu : - Sebelah Utara : Laut Jawa - Sebelah Timur : Selat Lombok - Sebelah Selatan : Selat Lombok - Sebelah Barat : Selat Lombok Gili Trawangan termasuk satu dari tiga rangkaian Tiga Gili Indah, yakni Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Tata Ruang Wilayah Sepuluh tahun yang lalu kawasan ini adalah sebuah kawasan desa nelayan yang jauh dari hiruk pikuk serta hingar bingar keramaian manusia pelancong. Gili Trawangan sepuluh tahun lalu Sumber: Dok. pribadi Gambar 3.4 Gili Trawangan pada tahun 2005 Sumber: PT Lombok Intermedia Kini, dengan karakter pantai berpasir yang cukup luas serta mengelilingi pulau. Gili Trawangan dimanfaatkan sebagai kawasan rekreatif dan dilengkapi fasilitas dermaga, dan bangunan-bangunan penunjang. Kawasan ini merupakan kawasan terbuka, rawan terhadap terjangan ombak dan angin kencang. Tata Guna Lahan di Gili Trawangan terbagi menjadi enam wilayah peruntukkan, yakni: - wilayah peruntukkan akomodasi, penggunaan yang diperkenankan adalah pondok wisata dan hotel melati - wilayah peruntukkan fasilitas penunjang - wilayah peruntukkan permukiman, perladangan, dan kebun rakyat; penggunaan yang diperkenankan adalah untuk rekreasi umum dengan jenis bangunan yang diperbolehkan meliputi parasol pantai, pos pengawas pantai, tempat sampah sementara, penghijauan, dan jalan setapak - wilayah peruntukkan penyangga, adalah kawasan lindung/ hutan wisata - wilayah peruntukkan bebas bangunan - wilayah peruntukkan wisata bahari. Tata Bangunan Penataan bangunan di kawasan permukiman dan wisata adalah pola linier mengikuti garis pantai. Frontage bangunan di kawasan wisata secara keseluruhan berorientasi ke laut, sedangkan di kawasan permukiman frontage bangunan membelakangi laut, sehingga tampilan belakang daerah tepian pantai di kawasan permukiman dari arah laut menjadi kurang menarik. Kondisi Klimatologi Gili Trawangan dipengaruhi angin mousson. Suhu daratan berkisar 21°C – 33°C dan mengalami dua musim dengan musim pancaroba ditengah-tengahnya. Musim kemarau berlangsung antara bulan April sampai dengan bulan September, sedangkan musim penghujan berlangsung antara bulan Oktober sampai bulan Maret. Musim pancaroba berlangsung ketika perubahan kedua musim diatas. Kondisi Hidrologi Air bersih yang dikonsumsi penduduk setempat diperoleh dari tangki-tangki air dari Proyek Air Bersih yang disuplai secara periodic oleh kapal-kapal pengangkut air bersih dari PDAM. Kondisi Hidrografi Situasi perairan di Gili Trawangan relatif aman untuk dilewati perahu perahu kecil tradisional. Di perairan Gili Trawangan, cahaya matahari dapat menembus sampai pada jarak 200m dari pantai. Daerah pesisir pantai berupa pasir putih. Kemiringan pantai berkisar antara 5° - 10° dan seluruh perairan di sekeliling pulau di Gili Trawangan dalam radius 20m dipenuhi oleh terumbu karang, bahkan dihuni oleh salah satu terumbu karang langka yakni karang biru (blue coral) yang hanya hidup ujung timur perairan Gili Trawangan. Konfigurasi dasar perairan pantai di Gili Trawangan secara umum mulai dari tepi merupakan hamparan pasir kemudian terdapat komunitas rumput laut serta gugusan terumbu karang. Daerah ini masih merupakan dataran landai. Terumbu karang dapat dijumpai pada kedalaman 5m sampai 15m. Aksesbilitas Pencapaian ke gili Trawangan hanya dapat dilakukan melalui jalur laut. Sarana transportasi utama untuk menuju ke Gili Trawangan ini dengan perahu-perahu bermesin tempel milik nelayan setempat yang disewakan, dan Kapal Travella Amphibi selama 20 menit pelayaran dari Pelabuhan Bangsal sampai ke pelabuhan khusus (semacam dermaga) di Gili Trawangan. PRASARANA PENUNJANG Transportasi Sarana transportasi yang menghubungkan Gili Trawangan dengan Pulau Lombok adalah dengan perahu-perahu bermesin tempel milik nelayan setempat. Sarana transportasi di dalam Gili Trawangan adalah dengan menggunakan angkutan tradisional Cidomo, suatu alat angkutan sejenis dokar yang memakai roda mobil. Pemerintah Daerah melarang dipergunakannya kendaraan bermotor di kawasan ini agar kemurnian alamnya tetap terjaga. Terlebih lagi karena kawasan ini tidak cukup besar sehingga untuk mengitari satu pulau ini dapat dilakukan dengan menyewa cidomo atau berjalan kaki sembari berolah raga. Akomodasi Sarana akomodasi yang terdapat di Gili Trawangan berupa Pondok Wisata, Hotel Melati serta, selebihnya adalah rumah-rumah penduduk yang disewakan. Komunikasi Sistem telekomunikasi kabel sampai saat ini belum menjangkau Gili Trawangan untuk kepentingan komunikasi local maupun interlokal, dan hanya dapat dijangkau oleh sinyal operator telepon seluler. Listrik Kebutuhan listrik di Gili Trawangan saat ini dipenuhi oleh satu buah generator yang kapasitasnya terbatas. Air Minum Air bersih yang dikonsumsi diperoleh melalui tangki-tangki air dari Proyek Air Bersih yang disuplai secara periodic oleh kapal pengangkut air bersih. POTENSI WISATA GILI TRAWANGAN Sumber Daya Alam pesisir dan kelautannya memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung, wilayahnya yang dikelilingi perairan serta indahnya pemandangan terbenamnya matahari di balik gunung Rinjani. Kawasan Pengembangan Pariwisata Gili Trawangan merupakan satu obyek pariwisata yang primadona di NTB, bahkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan-nya No. 85/ Kpts-II/ 93 tertanggal 16 Februari 1993 Gili Trawangan ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut. Sedangkan kegiatan berwisata yang dapat dilakukan di Gili Trawangan berdasarkan tata guna lahan yang tertuang pada SK Gubernur NTB No. 500 Tahun 1992, adalah: - Berenang - Berperahu (Boating, sailing) - Berselancar Angin (Wind Surfing) - Memancing (Game Fishing) - Ski Air (Water Skiing) - Menyelam (Diving, Snorekeling) - Wisata Agro (Budidaya Mutiara) - Mengelilingi pulau dengan cidomo (andong) Sebagian besar wisatawan yang datang ke Gili Trawangan adalah wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara dengan tujuan rekreasi (sight seeing). Hal khusus yang perlu untuk mendapat perhatian adalah keberadaan masyarakat yang menjual cindera mata berupa batu karang, kulit kerang dan barang-barang lainnya yang berasal dari biota laut. Tentu saja hal tersebut perlu untuk dicegah mengingat bahwa kerusakan terumbu karang dan biota-biota laut lainnya akan berpengaruh secara langsung terhadap ekosistem secara keseluruhan perairan di Gili Trawangan dan pulau-pulau disekitarnya. Untuk itu sebaiknya pasar cinderamata yang ada, dilarang menjual produk yang berasal dari laut, sehingga masyarakat sadar akan nilai-nilai pelestarian alam. Seperti telah diuraikan terdahulu, kawasan rekreasi yang ada sekarang merupakan kawasan kritis yang mana tanda-tanda kerusakantersebut dapat dilihat dari rusaknya bukit karang dan pepohonan sehingga harus segera ditanggulangi secepat mungkin sebelum keadaan menjadi lebih parah lagi. ANALISA Upaya pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki oleh suatu wilayah selayaknya memang harus diproyeksikan dengan mengutamakan kesejahteraan hidup masyarakat sekitarnya, dan ini tentu saja harus menjadi focus perhatian bagi Penentu Kebijakan di daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan di wilayahnya. Seperti halnya SK Gubernur NTB No. 500 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan yang ketika disusun diharapkan dapat menjadi pedoman pengembangan Resort Pariwisata Gili Trawangan sehingga perkembangan pariwisata di wilayah tersebut dapat berkesinambungan dengan tanpa merusak ataupun mengubah keadaan alam Gili Trawangan. Namun fakta yang terjadi di Gili Trawangan ternyata tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang telah disusun, selama proses pengembangan Resort Pariwisata Gili Trawangan nampak ketidaksesuaian antara Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Trawangan dengan kenyataan yang telah terjadi. Tata ruang Resort Pariwisata Gili Trawangan saat ini tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang sudah disusun, yang bahkan mengakibatkan degradasi kondisi lingkungan. Temuan Penyimpangan Terhadap Surat Keputusan Gubernur NTB No 500 Tahun 1992 Surat Keputusan Gubernur NTB No. 500 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan menjelaskan mengenai wilayah peruntukkan beserta pesyaratan yang diperkenankan di Gili Trawangan. Dilengkapi dengan Peta Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Trawangan. Pelanggaran Zonasi Wilayah Peruntukkan Resort Pariwisata Gili Trawangan Pada Peta Tata Ruang yang tertuang dalam SK Gubernur NTB No. 500 tahun 1992 telah digambarkan batas-batas zonasi wilayah peruntukkan Resort Pariwisata Gili Trawangan. Peta Tata Ruang tersebut menggambarkan zonasi-zonasi wilayah peruntukkan akomodasi, wilayah peruntukkan wisata bahari, wilayah peruntukkan fasilitas penunjang, wilayah peruntukkan penyangga, wilayah peruntukkan permukiman dan perladangan, wilayah peruntukkan lapangan golf, dan wilayah peruntukkan tambak yang diperkenankan di Resort Pariwisata Gili Trawangan. Namun pada kenyataannya zonasi-zonasi yang telah dibuat dilanggar, usaha-usaha akomodasi menjamur, sehingga pembangunannya tidak hanya dilakukan pada zonasi wilayah peruntukkan akomodasi saja, melainkan sudah mencapai zonasi wilayah peruntukkan penyangga dan wilayah permukiman penduduk. Fenomena ini kemungkinan terjadi dikarenakan banyaknya pihak swasta yang tertarik dengan Resort Pariwisata Gili Trawangan dan ingin menanamkan infestasinya berupa usaha akomodasi di Gili Trawangan. Dengan banyaknya pihak yang tertarik untuk menanamkan infestasinya di Gili Trawangan tentu disambut hangat oleh Pemerintah Daerah setempat karena pertimbangan akan menambah income daerah yang dapat digunakan untuk mengembangkan Resort Pariwisata Gili Trawangan. Dengan menjamurnya usaha-usaha akomodasi tentu saja wilayah peruntukkan akomodasi tidak dapat menampung lagi usaha-usaha akomodasi yang ada. Selain karena keterbatasan lahan wilayah peruntukkan akomodasi, menyebarnya usaha akomodasi juga dikarenakan pemilik usaha akomodasi ingin menempati lokasi baru yang masih sepi demi memperoleh pemandangan yang berbeda dengan usaha akomodasi yang lain. Oleh karena itu, keadaan ini menyebabkan pembangunan usaha akomodasi tidak hanya dilakukan pada wilayah peruntukkannya, namun juga merambah pada wilayah disekitarnya, yakni dilakukan pada wilayah peruntukkan penunjang, wilayah peruntukkan penyangga dan wilayah peruntukkan permukiman; yang notabene wilayah peruntukkan penyangga adalah kawasan hutan lindung. Keberadaan usaha akomodasi yang melebih batas yang diperkenankan telah menurunkan daya dukung lingkungan Gili Trawangan, berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem yang ada. Pelanggaran persyaratan usaha akomodasi di Resort Pariwisata Gili Trawangan Dengan banyaknya usaha akomodasi yang beroperasi di Resort Pariwisata Gili Trawangan tentu saja berpengaruh pada kapasitas kamar yang disediakan serta jenis-jenis usaha akomodasinya. Pada SK Gubernur NTB No. 500 tahun 1992 telah dijelaskan mengenai persyaratan wilayah peruntukkan akomodasi, dan tertulis bahwa hanya Pondok Wisata dan Hotel Melati saja fasilitas akomodasi yang diperkenankan di Gili Trawangan dimana jumlah kamar yang diperkenankan dari usaha-usaha akomodasi tadi berjumlah 200 kamar saja, persyaratan ini tentunya dibuat dengan mempertimbangan daya dukung lingkungan Gili Trawangan. Tetapi bila kita melihat pada apa yang terjadi di Gili Trawangan, dan melihat data yang dikeluarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB jelas menunjukkan pada kita bahwa pembangunan fasilitas yang ada di Gili Trawangan ini sama sekali tidak mengikuti apa yang sudah diatur dalam SK tersebut. Dari data yang telah disusun pada bab sebelumnya (Tabel 3.1 Daftar Usaha Akomodasi di Gili Trawangan) ditemukan lima usaha akomodasi yang diklasifikasikan sebagai hotel bintang (Salobai , Blue Marlin , Dive Indonesia , Villa Ombak , Villa Almarik ) dari 33 usaha akomodasi yang ada di Gili Trawangan. Dan dari 33 usaha akomodasi yang berkembang di Resort Pariwisata Gili Trawangan diperoleh fasilitas kamar berjumlah 298 kamar. Hanya dengan melihat saja sudah terlihat bahwa usaha-usaha akomodasi yang ada tidak semuanya mengikuti aturan yang berlaku, dan dari usaha-usaha akomodasi tadi diperoleh angka fasilitas akomodasi yang menyalahi persyaratan jumlah fasilitas kamar yang diperkenankan. Keadaan ini terjadi karena banyaknya usaha-usaha akomodasi yang ada sehingga jumlah kamar yang ada melebihi aturan yang diperkenankan, serta adanya persaingan antar usaha akomodasi untuk memperoleh banyak pengunjung yang bermalam, yang menyebabkan mereka menaikkan kelas usaha akomodasinya menjadi usaha akomodasi berbintang dengan fasilitas yang disesuaikan dengan standar hotel bintang, dengan harapan semakin megah hotel yang mereka buat, semakin banyak pula pengunjung yang bermalam. Desain bangunan usaha akomodasi yang didirikan mencerminkan ciri arsitektur bangunan tradisional Pulau Lombok, dan material yang digunakan berasal dari bahan local. Hanya saja bangunan yang didirikan masih bertingkat, padahal dalam peraturan tertulis bahwa tidak diperkenankan mendirikan bangunan bertingkat, hanya diperkenankan mendirikan bangunan yang tinggi maksimumnya adalah 6m saja. Temuan penyimpangan terhadap Peraturan Daerah Propinsi Dati I NTB No 9 Tahun 1989 Dalam tujuan fisik pengembangan pariwisata di NTB tercantum bahwa kepastian dan kesesuaian tata guna tanah yang diperuntukkan bagi pengembangan obyek-obyek pariwisata, yang dapat diartikan bahwa seluruh tata guna lahan pada Resort Pariwisata Gili Trawangan agar disusun sedemikian rupa sehingga pengembangan Resort Pariwisata Gili Trawangan dapat terus berkesinambungan tanpa merusak kelestarian alam aslinya. Untuk menindaklanjutinya kemudian disusun Surat Keputusan Gubernur Dati I NTB No 500 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan, yang sudah memuat peta tata ruang resort pariwisata Gili Trawangan, termasuk tata guna lahannya. Namun keberadaan Rencana Tata Ruang tadi tak lebih dari sekedar peta tata ruang wilayah peruntukkan resort pariwisata Gili Trawangan, karena pada kenyataannya penataan dan pengembangan resort pariwisata Gili Trawangan telah menyimpang dari apa yang telah direncanakan, terutama pada zonasi wilayah peruntukkan akomodasi dan persyaratannya. Dalam tujuan Peraturan Daerah Propinsi Dati I NTB No 9 Tahun 1989 tertulis agar memelihara keseimbangan lingkungan hidup yang serasi dan aman, yang dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil atau memindahkan pasir pantai serta segala macam kekayaan laut untuk keperluan apapun, serta larangan untuk mengotori pantai dengan berbagai macam limbah. Namun, karena kurang terkontrolnya aktifitas yang dilakukan wisatawan serta warga setempat ternyata telah mendatangkan kerusakan lingkungan baik daratan maupun wilayah perairan. Masih terkait dengan banyaknya usaha-usaha akomodasi yang ada di Gili Trawangan ternyata telah menyebabkan kerusakan lingkungan, baik itu daratan maupun perairan. Pengunjung yang menginap di usaha-usaha akomodasi tadi secara illegal mengambil kekayaan alam yang ada di lingkungan tersebut untuk dijadikan cinderamata. Bahkan masyarakat setempat-pun ikut mengumpulkan kekayaan alam yang berada di dalam lingkungannya untuk kemudian dijual kepada pengunjung sebagai cinderamata. Hal ini terjadi karena adanya kesempatan bagi mereka untuk melakukannya dan kurangnya kesadaran penduduk serta wisatawan yang datang untuk ikut menjaga dan melestarikan lingkungan tempat tinggal mereka. Semua penyimpangan yang terjadi di Gili Trawangan bermula ketika tidak ditaatinya zonasi dan persyaratan bagi wilayah peruntukkan akomodasi di Gili Trawangan, penyimpangan ini saling tarik menarik satu sama lain, penyimpangan yang satu menarik penyimpangan yang lain, yang pada akhirnya kesemuanya menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan Resort Pariwisata Gili Trawangan. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pengamatan dan analisa yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu, ditemukan bahwa penyimpangan-pentimpangan yang terjadi terhadap Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Trawangan bermula ketika tidak ditaatinya zonasi dan persyaratan bagi wilayah peruntukkan akomodasi di Gili Trawangan, penyimpangan ini saling tarik menarik satu sama lain, penyimpangan yang satu menarik penyimpangan yang lain, hingga pada akhirnya kesemuanya menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan Resort Pariwisata Gili Trawangan. Adapun temuan penyimpangan yang ada, antara lain: Menjamurnya usaha akomodasi di Resort Pariwisata Gili Trawangan yang pembangunannya tidak hanya dilakukan pada wilayah peruntukkannya saja, tetapi juga merambah sampai wilayah disekitarnya, yakni pada wilayah peruntukkan penunjang, wilayah peruntukkan penyangga dan wilayah peruntukkan permukiman. Hal ini menyimpang dari ketentuan pada SK Gubernur NTB No. 500 tahun 1992 tentang Rencana Tata Ruang Resort Pariwisata Gili Trawangan. Dan keberadaan usaha akomodasi yang melebihi batas yang diperkenankan telah menurunkan daya dukung lingkungan Gili Trawangan, berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem yang ada. Ditemukan lima usaha akomodasi yang diklasifikasikan sebagai hotel bintang (Salobai , Blue Marlin , Dive Indonesia , Villa Ombak , Villa Almarik ) dari 33 usaha akomodasi yang ada di Gili Trawangan dengan jumlah fasilitas kamar yang disediakan 33 usaha akomodasi berjumlah 298 kamar. Dimana hanya Pondok Wisata dan Hotel Melati saja fasilitas akomodasi yang diperkenankan di Gili Trawangan dengan jumlah kamar yang diperkenankan dari usaha-usaha akomodasi hanya berjumlah 200 kamar saja. Aktifitas pengunjung yang menginap di usaha-usaha akomodasi tadi tidak terkontrol dengan baik, mereka secara illegal mengambil kekayaan alam yang ada di lingkungan tersebut untuk dijadikan cinderamata, bahkan masyarakat setempat-pun ikut mengumpulkan kekayaan alam yang berada di dalam lingkungannya untuk kemudian dijual kepada pengunjung sebagai cinderamata, sehingga mendatangkan kerusakan lingkungan baik daratan maupun wilayah perairannya. SARAN Dari paparan di atas, saya ingin mencoba untuk memberikan saran berkaitan dengan pengembangan Resort Pariwisata sebagai berikut: - Menumbuhkan kesadaran pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan pengembangan resort pariwisata agar sesuai dengan regulasi yang telah disusun dan direncanakan sehingga tidak mengakibatkan terjadinya penurunan ualitas lingkungan. - Penyusunan rancangan kesepakatan dalam hal pembagian hasil dan kepemilikan yang lebih berarti kepada “saham” dalam melakukan usaha, sehingga masyarakat local yang ada di kawasan ini akan terus terbawa sejalan dengan perkembangan wisata yang terjadi dan mereka tidak perlu secara illegal menjual hasil kekayaan alamnya kepada pengunjung. Pembagian hasil dari usaha yang ada diperuntukkan bagi pengusaha/ investor, pemerintah daerah, masyarakat local, serta pelestarian lingkungan. - Menumbuhkan kesadaran masyarakat local dengan membentuk satgas yang terdiri dari kumpulan masyarakat setempat yang bertugas menjaga dan mempertahankan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Upaya yang dilakukan dengan meminimalkan prosentase kerusakan bawah laut serta penangan sampah baik di darat maupun di perairan. DAFTAR PUSTAKA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat. 2003. Pariwisata Nusa Tenggara Barat dalam Angka Tahun 2003. Mataram. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat. 1989. Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Kepariwisataan. Mataram. Departemen Kebudayaan dan Pendidikan. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:20142
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:12 Aug 2010 08:19
Last Modified:20 Sep 2011 08:59

Repository Staff Only: item control page