RELOKASI PEMUKIMAN PASCA BENCANA GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI DI KELURAHAN KOTA ATAS SABANG

SUSETHIA, HARRY (2005) RELOKASI PEMUKIMAN PASCA BENCANA GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI DI KELURAHAN KOTA ATAS SABANG. Undergraduate thesis, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip.

[img]
Preview
PDF - Published Version
58Kb

Abstract

Peristiwa bencana alam Gempa Bumi yang disertai Gelombang Pasang Tsunami yang melanda berbagai Negara di dunia, seperti Negara India, Malaysia, Thailand, Maladewa tak terkecuali Indonesia juga mengalami bencana tersebut yaitu sebagian besar daerah diwilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan daerah Sumatera Utara. Terjadi pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember telah memberikan warna tersendiri bagi Masyarakat Aceh pada khususnya. Gempa Bumi yang berkekuatan 9,6 Skala Richter yang menimbulkan Gelombang pasang Tsunami telah meluluhlantakan wilayah pesisir Aceh yang menimbulkan korban meninggal dan mengungsi yang terbesar sepanjang abad ini, kerusakan yang cukup parah, bangunan rata dengan tanah, dan lain sebagainya, menghentak setiap nurani agar ikhlas terpanggil berdo’a mengulurkan tangan, melontarkan gagasan agar saudara-saudara kita yang terkena musibah dapat terkurangi dan teringankan beban deritanya. Rakyat Aceh bagai tiada henti menerima cobaan, belum selesai satu permasalahan yang mendera yaitu konflik horizontal berkepanjangan yang terjadi diwilayah Nanggroe Aceh Darussalam dengan munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang meresahkan ketentraman masyarakat dan mengukung kebebasan masyarakat untuk dapat hidup layak , aman, tentram, dan damai serta dapat mencari nafkah. Pergerakan Aceh Merdeka ini perlu adanya suatu pemulihan yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia dengan diberlakukannya Operasi Kemanusiaan dan Operasi Militer, akan tetapi untuk melakukan hal tersebut tidak segampang yang diutarakan, pertemuan dua kekuatan antara GAM dengan TNI dan Polri selalu akan menimbulkan korban dan kerusakan, masyarakat acehlah yang emnjadi korban. Belum selesai permasalahan tersebut, Masyarakat Aceh masih harus mendapat cobaan berupa Musibah Bencana Gempa Bumi dan Gelombang pasang Tsunami. Kota Sabang yang terletak dipulau weh sebagai salah satu daerah yang juga mengalami bencana gempa dan tsunami tersebut, bencana ini menimbulkan banyak korban meninggal dunia, kehilangan harta benda, tempat tinggal, pemukiman, kerusakan sarana dan prasarana serta pengungsian dalam jumlah yang relative besar, sangatlah perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi baik itu dalam hal Sandang, Pangan dan Papan. Dalam rumusan pasca bencana, ada tiga tahapan tindakan yang dilakukan : tindakan penanganan darurat, penanganan antara, serta tindakan restorasi-rehabilitasi-rekonstruksi. Pada saat ini penanganan telah dilakukan oleh banyak pihak, terutama relawan sosial, relawan tenaga, relawan medis, dan militer, seperti evakuasi jenazah, bantuan medis, pendistribusian makanan, penyediaan air bersih, dan pendirian tenda-tenda pengungsian. Setelah tindakan penanganan darurat, penanganan antara harus segera dilakukan. Penanganan antara bertujuan memulihkan kondisi masyarakat Aceh yang terkena musibah agar bisa secepatnya menjalani kehidupan normal kembali. Penanganan antara ini bisa berlangsung selama 6 bulan sampai 1.5 tahun. Sementara penanganan jangka panjang pada tahap ketiga – merestorasi, merekontruksi dan merehabilitasi wilayah yang terkena membutuhkan pemikiran yang cermat, mendalam dan biaya besar. Penanganan antara didasarkan pada pemikiran bahwa masyarakat yang selamat dalam keadaan trauma sehingga harus segera mendapat tempat beristirahat, baik secara fisik, maupun mental. Semacam tempat “Tinggal” yang tentram, aman, dan layak. Konsep dasar dengan membangun pemukiman yang “permanent cepat bangun” yang berada diluar kawasan bencana. Mengapa permukiman permanent cepat bangun? Pengadaan pemukiman permanent ideal memang membutuhkan waktu perencanaan dan membangun lebih lama. Akan tetapi dengan adanya teknologi dan bahan yang cepat dan kuat serta tahan lama hal tersebut dapat diantisipasi, sama seperti halnya membangun rumah atau permukiman yang bersifat temporer. Jika kita bisa merencanakan relokasi pemukiman dengan rumah permanent cepat bangun dengan biaya yang juga relative murah mengapa kita harus merencanakan membangun rumah temporer atau rumah sementara. Jika relokasi permukiman yang direncanakan dikaitkan dengan lokasi “kepemilikan tanah” masyarakat terkena bencana, masalah pembersihan tanah pada lokasi bencana akan memakan waktu lama dan sengketa tanah ada kemungkinan urusan surat kepemilikan tanah yang hilang. Hal ini sangatlah perlu diperhatikan akan tetapi janganlah menjadi penghambat reloksai permukiman dengan rumah permanent cepat bangun. Alternative penanganan antara perumahan permanent yang layak huni dapat dikembangkan dalam wujud “Gampong” yang nantinya akan terbentuk dalam jumlah Gampong yang banyak dalam suatu kawasan yang disebut dengan Mukim. Dengan pengharapan dapat disesuaikan, misalnya dengan kepemimpinan dalam budaya Aceh dalam hal ini pengangkatan Kechiek (kepala kampung) dan Tuha Peut (empat tetua kampung) untuk sebuah Gampong. Imeum mukin dan khadi Mukim serta dibantu oleh beberapa orang Waki untuk sebuah Mukim. Dimana diharapkan dapat membangun kerukunan kelompok masyarakat yang tinggal didalamnya. Gampong ini sebaiknya mengakomodasi 25 rumah sampai 125 dan untuk sebuah Mukim terdiri sekurangnya dari 8 Gampong Lokasi ideal Mukim adalah pada lahan yang jauh dari daerah yang terkena bencana yang diharapkan dapat mengurangi bayangan traumatis akan kejadian. Kemudian pada lahan kosong atau ruang terbuka minimal untuk 1 Gampong 5.000 meter persegi. Status tanah terbuka yang akan dipakai adalah “meminjam” antara 6 bulan sampai 1,5 tahun atau tanah miliki pemerintah. Perencanan dan perancangan hunian ini perlu diperhatikan : kesehatan, Religius, Psikologi, Social Kemasyarakatan, ekonomi dan yang paling penting adalah budaya masyarakat setempat serta melibatkan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan sarana dan prasarana yang berupa Meunasah, Langgar dan Meuseujid sebagai tempat ibadah, MCK, B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Menyusun landasan konseptual perencanaan dan perancangan Relokasi Pemukiman Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di Kelurahan Kota Atlas Sabang untuk para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal dan memperoleh kehidupan, tempat berlindung yang lebih baik dibandingkan dengan tempat pengungsian. Penekanan perencanaan dan perancangan diarahkan pada area permukiman, rumah-rumah penduduk, sarana dan prasarana lainnya. 2. Sasaran Mendapat solusi, penyelesaian dari permasalahan dalam perencanaan dan perancangan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Gempa dan tsunami dikelurahan Kota Ats Sabang yang berupa program ruang dan konsep dasar perancangan yang berkaitan dengan citra bangunan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di kelurahan Kota Atas Sabang tersebut. C. Manfaat 1. Secara Subjektif a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Tugas Akhir sebagai ketentuan kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. b. Sebagai pedoman penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) 2. Secara Objektif a. dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa yang akan mengajukan proposal Tugas Akhir, serta nantinya dapat bermanfaat sebagai masukan untuk pemerintah daerah Kota Sabang dalam pengadaan permukiman pasca bencana gempa dan tsunami. D. Ruang Lingkup 1. Subtansial Perencanaan dan Perancangan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di kelurahan Kota Atas Sabang termasuk dalam katagori penataan (bangunan dan lingkungan) pada suatu kawasan. 2. Spasial Lokasi perencanaan berada dalam kawasan Kecamatan Suka Karya, Kelurahan Kota Ats, Sabang NAD. E. Metode Penulisan Metode pembahasan dilakukan dengan metode analitis deskriptif, yaitu menguraikan dan menjelaskan data kualitatif, kemudian dianalisa untuk memperoleh suatu kesimpulan. Pengumpulan data diperoleh dengan cara : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu data sekunder yang digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan perancangan 2. Wawancara Wawancara langsunga dengan narasumber yang berkompeten. Hal ini dilakukan untuk menggali data mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan topik. 3. Studi Banding Studi banding dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pendataan langsung di lokasi. F. Sistematika Penulisan Secara garis besar penulisan dibagi atas beberapa BAB, yaitu antara lain : BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang penjabarab latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran, manfaat, ruang lingkup, metode penulisan, sistematika penulisan serta pola pikir dalam penulisan naskah. BAB II TINJAUAN UMUM RELOKASI PERMUKIMAN PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DIKELURAHAN KOTA ATAS SABANG Tinjauan umum tentang Permukiman dan Rumah, Tinjauan tentang Rumah Aceh, dan aspek perancangan arsitektur bioklimatik BAB III TINJAUAN KHUSUS RELOKASI PERMUKIMAN PASCA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DIKELURAHAN KOTA ATAS SABANG Gambaran dan tinjauan Kota Sabang, Potensi Kota Sabang Sebagai lokasi permukiman Permanen Cepat Bangun di Kelurahan Kota Ats Sabang. BAB IV KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN Berisi tentang kesimpulan, batasan dan anggapan yang digunakan dalam penyusunan konsep perencanaan dan perancangan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di kelurahan Kota Atas Sabang. BAB V PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi tentang analisa permasalahan sebagai tindakan lanjut pendekatan aspek perencanaan dan perancangan Relokasi Permukiman Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di kelurahan Kota Atas Sabang. BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi program dasar perencanaan dan perancangan.

Item Type:Thesis (Undergraduate)
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:20017
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:11 Aug 2010 08:31
Last Modified:11 Aug 2010 08:31

Repository Staff Only: item control page