ZUHRI, YUSRIZAL (2005) LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA DI YOGYAKARTA. Undergraduate thesis, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip.
| PDF - Published Version 63Kb |
Abstract
Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat, tapi juga kesempatan”. Kalimat ini bukan hanya slogan belaka, fakta ini menambah tingginya angka kriminalitas dimana-mana. Kejahatan terjadi setiap hari. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan, seperti memenjarakan pelaku dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukannya. Dengan harapan, hukuman akan menyadarkan pelaku kejahatan dan mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Namun permasalahan tidak berhenti disini, banyak masalah pelik yang terjadi dalam Lembaga Pemasyarakatan. Belum lagi kenyataan saat ini dimana banyak Lembaga Pemasyarakatan di berbagai daerah di Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan, diantaranya sudah tidak manusiawi lagi karena jumlah narapidana yang melebihi kapasitas, bahkan hampir dua kali lipat daya tampung Lembaga Pemasyarakatan yang sebenarnya. Peningktan jumlah narapinada yag cukup tajam tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas hunian. Permasalahan-permasalahan ini di khawatirkan akan mengganggu pembinaan yan dilakukan terhadap narapidana selama masa hukuman. Pembinaan yang kurang baik akan menyebabkan gagalnya fungsi pemasyarakatan, yaitu warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dalam kurun waktu 2002 – 2004 jumlag penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia rata-rata naik 13,6% setiap tahun, sedangkan pemanbahan kapasitas hunian dalam kurun waktu yang sama hanya 2,95%. Sementara Baby Jim Aditya, aktivis perempuan dari klub Parisipasi Kemanusiaan (Partisan) mengatakan sekitar 70% narapidana yang meringkuk di balik terali besi penjara atau Lembaga Pemasyarakatan yang tersebar dibeberapa daerah di tanah air adalah korban penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba. Dari data tersebut hampir 30% positif tertular HIV/AIDS (Antara, jum’at 15 Juli 2005). Narapidana kasus penyalahgunaan narkota memilikj karakteristik tersendiri dan perlu perlakukan khusus. Narapidana yang telah pada tingkat kecanduan, perlu parawatan secara psikis maupun medis, sehingga diharapkan ketika masa tahanan berakhir, yang bersangkutan dapat mengontrol diri dari kecanduan terhadap narkoba. Selain itu, narapidana narkoba rentan sekali akan “meracuni” nara pidana kasus lain. Fakta yang ada membuktikan banyak sekali kasus narkoba beredar di dalam Lembaga Pemasyarakatan terutama pada Lembaga Pemasyarakatan yang pengawasannya kurang baik. Kalau hal ini dibiarkan, angka pengguna narkoba akan semakin bertambah. Mengingat hal ini, pembangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika saat ini sangat mendesak untuk memberikan binaan yang bersifat khusus kepada narapidana kasus narkoba. Hal ini juga berpengaruh pada Lembaga Pemasyarakatan yang ada saat ini menjadi menjadi lebih manusiawi. Dengan demikian diharapkan dapat mencegah bertambahnya angka pengguna narkoba di Indonesia dan mengembalikan kejayaan moral dan budaya bangsa. Apalagi sebagian besar pengguna narkoba adalah pelajar dan mahasiswa, geneasi masa depan bangsa. Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pendidikan dan daerah tujuan wisata, merupakan daerah yang sangat rawan terhadap peredaran narkoba, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Berdasarkan data statistic dari Polda DIY selama enam tahun terakhir sampai dengan Juli 2004, dari 1076 tersangka kasus narkoba sebanyak 502 tersangka, adalah pelajar dan mahasiswa. Hal ini mengindikasikan ahwa sebagian besar dari tersangka termasuk dalam kategori golongan usia produktif dan berpendidikan. Menurut surveu tahun 2003 yang dilakukan oleh Badan Narkotika Propinsi (BNP) Daerah Istimewa Yogyakarta, diperkirakan kasus penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika dan penyalahgunaan zat adiktif lainnya yang terdata telah mencapai sekitar 5000 kasus baik berat maupun ringan. Sedangkan yang tidak melapor atau tidak terdata diperkirakan masih sekitar 10 kali lipatnya. Kondisi tersebut semakin memberatkan pemerintah dalam menyikapi komitmen negara-negara anggota ASEAN yang telah di deklarasikan bahwa ASEAN bebas narkota tahun 2015, sekaligus sebagai tantangan bagi Pemda DIY. Dari uraian tersebut di atas, di Yogyakarta dibutuhkan perhatian dan penanganan yang cukup serius terhadap permasalahan Lembaga Pemasyarakatan dan Narkoba. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan perencanaan dan perancangan tentang Lembaga Pemasyarakatan narkotika di Yogyakarta. B. Tujuan dan Sasaran 1) Tujuan Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menganalisa dan merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan fisik Lembaga Pemasyarakatan narkotika di Yogyakarta sehingga diperoleh suatu penyelesaian terhadap permasalahan yang ada. 2) Sasaran Tersusunnya Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) sebagai acuan Desain Grafis Arsitektur (DGA) untuk merancang Lembaga Pemasyarakatan narkotika di Yogyakarta. C. Manfaat 1) Secara Subyektif Sebagai salah satu persyaratan penyusunan Tugas Akhir di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dan sebagai pegangan serta acuan selanjutnya dalam penyusunan Desain Grafis Arsitektur. 2) Secara Obyektif Diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa arsitektur dan masyarakat umum yang membutuhkan. D. Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan dalam penulisan ini dititik beratkan pada hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur yang akan digunakan sebagai Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur. Pembahasan hanya dibatasi pada pengertian umum sedangkan pada perancangannya dititikberatkan pada bangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika secara keseluruhan, mencakup aspek fungsional, teknis, kinerja, kontekstual dan arsitektural. Pembahasan diluar bidang arsitektural yang masih melatarbelakangi, mendasari dan berkaitan dengan factor-faktor perancangan fisik akan dibahas secara garis besar dengan asumsi yang logis dan rasional. E. Metode Pembahasan Metode pembahasan yang digunakan adalah : 1) Metode Deskriptif Dugunakannya metode deskriptif karena dalam pembahasan aan dijelaskan data primer dan sekunder yang telah diperoleh untuk kemudian dianalisa baik secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang digunakan seagai dasar dalam perencanaan dan perancangan arsitektur. Metode deskriptif yang dilakukan meliputi : a. Observasi Dilakukan dengan menganalisa fenomena dilapangan melalui pencarian data tindak criminal kasus narkoba di Yogyakarta serta melalui peninjauan langsung ke obyek studi kasus guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai bangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika. Dalam menentukan lokasi juga harus dilakukan observasi ke lapangan terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui secara jelas kesesuaian kondisi eksisting lokasi untuk perencanaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika, yaitu dilakukan dengan cara pembobotan berdasarkan standar pertimbangan pemulihan lokasi tapak untuk bangunan Lembaga Pemasyarakatan. b. Library research Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dalam hal ini berupa studi banding literature yang berkitan dengan judul baik data informasi dari instansi terkait maupun internet guna memperoleh suatu desain yang diinginkan. c. Dokumentasi Dilakukan untuk memperkuat dan memperjelas data yang telah diperoleh baik dari studi kasus maupun observasi di lapangan untuk kemudian dianalisa dan dicari permasalahan serta pemecahannya. d. Interview Dilakukan dengan pihak terkait yang dianggap menguasai, untuk melengkapi data primer dari pokok pembahasan. 2) Metode Komparatif Digunakannya metode komparatif dalam pembahasan karena untuk memperoleh gambaran yag sebenarnya di lapangan diperlukan studi kasus ke obyek bangunan yang sudah ada, dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cirebon, Jawa Barat yang kemudian dianalisa melalui suatu komparasi data yaitu dengan membandingkan data primer dari obyek studi kasus dengan data sekunder yang diperoleh baim dari studi literature, internet maupun interview dengan pihak terkait sehingga akan diperoleh suatu soludi yang sesuai untuk diterapkan pada judul. F. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan Landasan Program Perencanaan dan perancangan Arsitektur Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Yogyakarta adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Mengemukakan permasalahan Lembaga Pemasyarakatan saat ini dan semakinmaraknya tindak criminal kasus narkoba yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dijabarkan dalam latar belakang, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan serta sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN Berisi tinjauan pustaka mengenai Lembaga Pemasyarakatan dari berbagai literature maupun referensi pendukung yang berkitan dengan sejarah perkembangan dan gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan. BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA Berisi tentang tinjauan khusus terhadap Lembaga Pemasyarakatan Narkotika yang digunakan sebagai tolok ukur alam perancangan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Yogyakarta. Tinjauan berkaitan dengan pengertian, jenis dan klasifikasi, struktur organisasi, pelaku, aktivitas, sistem pembinaan, sistem hunian, sistem keamanan, tinjuan mengenai lokasi dan tapak Lembaga Pemasyaratan, serta studi banding Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan tempat Rehabilitasi Narkoba. BAB IV TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI LOKASI PERENCANAAN Berisi tentang tinjauan Kota Yogyakarta secara umum dan gambaran umum kondisi dan tingkat perkembangan kasus tindak criminal narkoba di Yogyakarta. BAB V KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN Berisi kesimpulan, batasan dan anggapan yang berasal dari hasil analisa dari pembahasan sebelumnya, yang akan digunakan sebagai dasar bagi pendekatan dan penentuan landasan program perencanaan dan perancangan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Yogyakarta. BAB VI PERENCANAAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Berisi pendekatan perencanaan dan perancangan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Yogyakarta, yaitu berupa analisa baik dari aspek fungsional, arsitektural, kinerja, kontekstual, teknis, penekanan desain dan pendekatan pemilihan lokasi dan tapak bangunan Lembaga pemasyarakatan. BAB VII PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Berisi hasil dari analisa pendekatan sebelumnya dalam bentuk konsep dasar Landasan Perencanaan dan perancangan Arsitektur yang akan diaplikasikan ke dalam perancangan bangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Yogyakarta.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 19828 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 09 Aug 2010 13:36 |
Last Modified: | 09 Aug 2010 13:36 |
Repository Staff Only: item control page