KAJIAN FUNGSI TRITISAN PADA RUMAH DESAIN MINIMALIS

Supriyadi, Bambang (2007) KAJIAN FUNGSI TRITISAN PADA RUMAH DESAIN MINIMALIS. ENCLOSURE, 6 (2). pp. 107-114. ISSN 1412-7768

[img]
Preview
PDF - Published Version
304Kb

Abstract

Indonesia terletak pada daerah hutan hujan tropis. kondisi lansekap iklim ini berupa hutan hujan di sekitar pantai dan di dataran rendah khatulistiwa Salah satu cara dasar untuk mengatasi permasalahan iklim di Indonesia dalam pengaruhnya terhadap bangunan adalah dengan pemasangan teritisan atau overhang pada bangunan. Teritisan ini dapat mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, menangkal air hujan dan membayangi ruangan dalam rumah PENDAHULUAN Rumah sebagai tempat berlindung manusia tidaklah dapat dirancang dan dibangun dengan sekenanya. Rumah yang baik dapat memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Nyaman disini dapat berarti rumah terasa sejuk, memiliki aliran udara yang lancar, cukup terang tanpa bantuan cahaya di siang hari, dan tidak bising. Indonesia termasuk pada daerah yang beriklim tropis basah. Curah hujan tinggi pada bulan-bulan tertentu dan juga mengakibatkan kondisi langit di Indonesia terasa menyilaukan sebagai konsekwensi dari pembiasan sinar matahari oleh butir-butir air di angkasa yang berupa uap. Sinar matahari yang melimpah sebenarnya dapat menjadi keuntungan tersendiri, namun intensitas matahari yang berlebihan dapat mengurangi kenyamanan penghuninya. Hujan yang terus menerus juga mendorong tingkat pelapukan atau korosi yang tinggi, untuk itu diperlukan pemahaman yang tepat cara pemanfaatan dan penanggulangan dari efek negatif iklim di Indonesia agar dapat tercipta kondisi rumah yang ideal, yaitu rumah yang sehat dan nyaman dihuni tanpa meninggalkan nilai estetiknya. Salah satu cara dasar untuk mengatasi permasalahan iklim di Indonesia dalam pengaruhnya terhadap bangunan adalah dengan pemasangan teritisan atau overhang pada bangunan. Teritisan ini dapat mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, menangkal air hujan dan membayangi ruangan dalam rumah Iklim Tropis di Indonesia Secara global Indonesia terletak di daerah tropis basah (terletak diantara garis 15º LU dan 15º LS) Daerah tropis basah memiliki kelembapan udara yang relative tinggi, curah hujan tinggi, serta temperature rata-rata tahunan diatas 18ºC. Hampir tidak dijumpai perbedaan yang mencolok antar musim. Daerah iklim tropis basah dibedakan menjadi dua daerah sekunder : 1 Daerah hutan hujan tropis 2 Daerah musim dan savana lembab tropika kering, dibedakan menjadi : • Daerah savana kering • Daerah padang pasir dan setengah padang pasir Indonesia terletak pada daerah hutan hujan tropis. kondisi lansekap iklim ini berupa hutan hujan di sekitar pantai dan di dataran rendah khatulistiwa. daerah ini memiliki vegetasi yang lebat dan bervariasi berupa lumut, ganggang, jamur, semak belukar yang tak dapat ditembus, pohon-pohon tinggi. Kondisi tanah sangat lembab, muka air tanah yang tinggi (kadang mencapai permukaan) dan permukaan tanah laterit merah dan coklat. perbedaan musim sangat kecil dimana pada bulan terpanas udara panas dan lembab sampai basah, pada bulan terdingin cuaca panas sedang dan lembab sampai basah. Tabel berikut ini menjelaskan tentang kondisi iklim di daerah hutan hujan tropis : DAERAH HUTAN HUJAN TROPIS Musim Perbedaan musim kecil. Bulan terpanas, panas dan lembab sampai basah; bulan terdingin, panas sedang dan lembab sampai basah. Radiasi Matahari dan Panas Radiasi matahari langsung sedang sampai tinggi. Bayangan alamiah terbentuk sangat banyak. Radiasi terdifusi menembus awan atau uap. Pantulan radiasi ileh awan sedang. Refleksi radiasi matahari langsung pada tanah sedikit. Pertukaran panas dari tanah ke tubuh manusia sedikit Presipitasi Curah hujan tahunan diatas 2000 mm, maksimal 5000 mm. Dua musim hujan, hujan juga turun dalam waktu antara. Pada angin topan keras 50-75 mm/jam. Dalam bulan-bulan hujan, sampai 500 mm setiap bulan. Di daerah katulistiwa, hutan hujan biasanya tengah hari. Pagi hari sering berkabut. Kelembapan Udara • Kelembapan absolute (tekanan uap) • Kelembapan relatif Tinggi, 25-30 mm 55-100%, biasanya sekitar 75% Kesimpulan Iklim yang sangat sulit ditoleransi, timbul gelaja-gejala kelelahan. Penguapan tambah sedikit karena tingginya kelembapan udara dan lambatnya gerakan udara. Cuaca buruk 120-140 hari dalam setahun Bahaya pelapukan pada bahan bangunan organic, bahaya korosi pada logam Faktor-faktor iklim yang mempengaruhi perencanaan bangunan di Indonesia Indonesia dengan iklim tropis yang lembab menuntut kemampuan manusia untuk memanfaatkan factor-faktor iklim yang memberi keuntungan serta menghindari yang menyebabkan kerugian. Faktor-faktor iklim yang dapat mempengaruhi kenyamanan penghuni suatu bangunan rumah tinggal : • Radiasi matahari • Kesilauan • Temperature dan perubahan temperature • Resipitasi (curah hujan) • Kelembapan udara • Gerakan udara • Pencemaran udara Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan dan pelapukan bahan bangunan lebih awal : • Bencana alam • Intensitas matahari yang berlebihan • Kelembapan udara dan kondensasi yang tinggi • Badai debu dan pasir • Kandungan garam dalam udara Contoh pemanfaat faktor-faktor iklim : • Cahaya matahari untuk pencahayaan alami di dalam ruangan. • Sinar matahari yang masuk ke dalam ruang diatur sedemikian rupa melalui bukaan-bukaan yang dapat memberikan efek khusus dalam ruang / variasi bentuk bukaan. • Memasukkan angin ke dalam ruang dengan bukaan-bukaan yang srategis untuk kesejukan udara di dalam ruang. Contoh faktor-faktor iklim yang menimbulkan kerugian : • Menempatkan bukaan pada sisi bangunan yang salah sehingga radiasi matahari yang masuk berlebihan dan panas dalam ruangan menjadi kurang nyaman. • Tritisan kurang lebar membuat bidang langit yang masuk dalam ruang terlalu lebar berakibat kesilauan bagi penghuni di dalamnya. • Penanaman pohon yang kurang tepat jenisnya (terlalu banyak daunnya yang rontok) menyebabkan talang dan saluran air yang lain terhambat oleh daun-daun yang rontok. Tuntutan itu diterapkan dalam bentuk desain, perencanaan dan perancangan bangunan dengan responsifikasi dan memperhitungkan faktor iklim terhadap tapak bangunan serta bangunan yang direncanakan. Dalam pendekatan desain fisik bangunan yang berhubungan dengan iklim di Indonesia dibagi menjadi :  Orientasi bangunan  Perancangan dan desain bangunan  Penggunaan desain bangunan  Keadaan alam sekitar (iklim mikro) Tinjauan Umum Ciri rumah terutama terlihat dari komposisi bidang-bidang geometris yang menghadirkan keseimbangan pada fasade bangunan. Komposisi warna pada eksterior bangunan didominasi warna putih abu-abu, yang diberi sedikit elemen merah sebagai pengarah menuju pintu masuk utama bagi tamu sekaligus merupakan aksen yang terlihat dari jalan raya. Namun pemberian warna merah ini tidak sepenuhnya merusak kesan clean yang ingin ditonjolkan oleh bangunan. Walaupun rumah ini terinspirasi oleh konsep desain rumah minimalis, namun rumah ini tidak dapat dikategorikan sebagai rumah minimalis murni, karena hanya mengadaptasi konsep minimalis pada fasade bangunan tanpa menghiraukan prinsip-prinsip arsitektur minimalis lainnya (misalnya konsep satu ruang satu fungsi). Bukaan dinding didominasi elemen kaca tanpa meninggalkan garis-garis geometris dan tetap menonjolkan fungsi estetik bangunan secara keseluruhan. Kelemahan dari penggunaaan elemen kaca ini adalah kaca membiaskan panas sehingga kondisi didalam bangunan relatif menjadi panas terutama pada siang dan sore hari. Untuk menghindari sinar matahari maupun air hujan yang yang berlebihan, digunakan kanopi yang terletak diatas kusen jendela. Denah bangunan Aktifitas Penghuni Aktifitas penghuni berkonsentrasi pada lantai satu bangunan.Dari ME menuju teras kemudian disambut oleh ruangan penghubung yang menghubungkan teras dengan ruang keluarga. Ruang keluarga ini juga dimanfaatkan sebagai ruang piano. Kamar tidur utama dan kamar tidur anak juga terletak pada lantai satu. Dari carport yang terletak di sisi samping kanan bangunan, kita disambut oleh teras yang difungsikan juga sebagai ruang makan keluarga, kemudian menuju bagian dalam bangunan setelah ruang keluarga terletak dapur dan ruang cuci. Pada lantai dua difungsikan sebagai ruang duduk sekaligus ruang baca dan kamar pembantu Kusen, pintu, jendela Kusen-kusennya terbuat dari alumunium dengan finishing cat warna abu-abu. Menggunakan powder coating agar kusen tidak mudah mengelupas, tahan polusi, korosi, dan anti karat. Rumah ini menggunakan kusen alumunium karena antirayap, tahan air, tidak memuai, tidak lapuk, kedap air, kedap suara, kedap udara, dan perawatannya relatif mudah. Untuk pintu-pintu pada ruangan ini menggunakan pintu kayu dan kamar mandi menggunakan pintu pvc. Jendelanya menggunakan jendela kaca. Atap Menggunakan bahan atap genting dan plat beton. Atapnya campuran atap datar dan atap miring. Pada ruang tidur anak yang terletak didepan. Dari luar atapnya terlihat datar namun bentuk atap sebenarnya miring. Atap itu tertutup oleh bidang dinding. Ornament bangunan Untuk mempertahankan kesan modern dan sederhana yang hendak dicapai, maka tidak terdapat ornament yang berlebihan. Aksen bangunan diperoleh dari penonjolan bidang-bidang geometris sehingga tampilan bangunan lebih berkesan. Dan penggunaan finishing cat berwarna merah pada beberapa bidang bangunan. Tinjauan Khusus Pencahayaan alami Pencahayaan alami diperoleh dari cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan dari bukaan-bukaan dinding yang ada Penggunaan material kaca yang dominan tanpa didukung lebar kanopi atau tritisan yang memadai menyebabkan intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan masih berlebih. Idealnya dari pukul 10.00 – 15.00 sinar matahari yang masuk kedalam ruangan dapat dibatai, hal ini menjadi kendala yang mengganggu kenyamanan didalam ruangan. Terdapat elemen horizontal dan vertikal berupa kanopi selebar 50 cm. Lebar ini dirasa kurang sehingga sinar matahari berlebih masih masuk kedalam ruangan. Untuk mencegah sinar matahari masuk kedalam ruangan, pada setiap kamar tidur dan jendela ruang piano menggunakan tirai. Kacanya menggunakan sandblast. Pencahayaan buatan Pencahayaan buatan berasal dari lampu-lampu penerangan yang dipasang di dalam dan diluar ruangan (lampu teras, lampu taman). Penghawaan alami Diperoleh melalui bukaan-bukaan dinding yang berada disekeliling bangunan. Perletakan jendela-jendela serta bouvend-bouend nya memungkinkan terjadinya cross ventilation secara maksimal. Namun penggunaan material kaca bening (tanpa pelindung raybant atau pelindung lainnya) menyebabkan udara didalam ruangan menjadi panas terutama pada sisi barat laut yang paling banyak terkena sinar matahari langsung . Maka dari itu, oleh pemiliknya pada beberapa kaca menggunakan kaca sandblast. Kurangnya vegetasi pelindung yang mampu menjadi peneduh juga menjadi salah satu faktor yang mengurangi kenyamanan rumah ini. Bagian barat laut bangunan yang paling terkena sinar matahari tidak terlindung pepohonan sama sekali. Vegetasi yang ada diletakkan pada sisi timur laut bangunan. Sehingga yang terasa teduh hanya sisi tersebut Analisa Bukaan Jendela dan Bouven pada Tampak Tampak barat laut Fasade yang menghadap jalan raya ini memiliki bukaan jendela lt.1 pada kamar tidur anak, dan 2 jendela pada teras , untuk jendela teras pertama tertutup bidang penutup vertikal. Sedangkan pada lantai atas terdapat 2 bukaan jendela dan 2 jenis bouven . Fasade bangunan ini menghadap arah barat laut, lebar teritisan pada atapnya yaitu 1m dan lebar teritisan pada masing-masing jendela yaitu 50 cm. Fasade bangunan ini tidak terhalang oleh apapun (seperti vegetasi maupun dinding pembatas) yang mengakibatkan sinar matahari mengenai sisi bangunan sepanjang hari. Maka dari itu keberadaan teritisan sebagai filter dari radiasi matahari (maupun hujan) sangatlah penting adanya. Tampak tenggara Hanya terdapat 1 bukaan jendela yang menjorok kedalam ruangan (2,5 m dari bidang vertical terluar pada fasade ini) dan juga keberadaan dinding pembatas bangunan yang letaknya berdekatan, maka pada sisi ini relative aman dari pancaran sinar matahari sepanjang hari. Selain itu tritisan yang ada juga cukup membantu menangkal sinar matahari yang masuk. Lebar teritisan atap yang terletak pada sisi ini adalah 1m. Tampak barat daya Pada lantai 1 terdapat 3 (tiga) bukaan jendela pada lantai dua terdapat 3 bukaan jendela . Sisi ini juga berbatasan dengan tembok pembatas bangunan, selain pengadaan teritisan diatas jendela pada kamar tidur anak . Maka untuk kamar tidur anak, sinar matahari yang masuk dapat ditangkal selain oleh teritisan namun juga oleh tembok pembatas. Namun untuk bukaan dinding pada lt.2 masih banyak sinar matahari yang masuk kedalam ruangan. Sehingga selain udara didalam ruangan menjadi panas juga menimbulkan efek silau. Tampak timur laut Cukup banyak ditemui bukaan jendela pada sisi ini. Dari hasil survey lapangan, sisi ini paling ideal karena cahaya matahari tetap dapat masuk kedalam ruangan, ventilasi lancar sehingga udara pada sisi bangunan ini terasa lebih sejuk dibanding dengan ketiga sisi lainnya, dan terdapat vegetasi yang pada sisi ini yang menambah kesejukan dan kerindangan. Pad lt.1 terdapat 2 (dua) jenis bukaan jendela yang terletak pada kamar tidur utama dan kamar mandi. Pada lt.2 terdapat 1 (satu) jendela dan 4 (empat) bouven . Analisa pembayangan yang ditimbulkan tritisan Analisa pembayangan yang ditimbulkan oleh teritisan yang berada pada rumah ini dilakukan pada 3 (tiga) fasade bangunan yaitu fasade barat laut, fasade timur laut dan fasade barat daya. Untuk fasade tenggara yang merupakan bagian belakang bangunan tidak dilakukan analisa pembayangan karena pada sisi ini hanya memiliki satu bukaan dinding yang letaknya menjorok kedalam sejauh 2,5 m dan tertutup oleh bidang-bidang dinding disekitarnya. Studi efek bayangan yang ditimbulkan oleh teritisan diambil pada sample jam 09.00, 10.00, 13.00, 15.00, 16.00 pada tanggal 22 Juni Kesimpulan Pada kondisi eksistingnya lebar dimensi teritisan yang terletak diatas jendela adalah 50 cm sedangkan lebar teritisan atap 1 m. Dalam analisa system pembayangan ditarik kesimpulan bahwa system pambayangan yang dihasilkan oleh teritisan kurang dari 50%. Namun hal ini disiasati oleh arsitek dengan permaianan penonjolan unsur-unsur geometris (bidang vertical) sehingga menimbulkan efek pembayangan pada bidang dinding lainnya. Unsur-unsur penonjolan bidang vertical ini menghasilkan efek pembayangan yang lebih banyak dari pada efek pembayangan teritisan. Sehingga bangunan tetap terbayangi namun lebih kepada bidang dinding dan bukan teritisannya. Maka dapat ditarik kesimpulan dimensi lebar teritisan yang ada belum memenuhi syarat yang berpengaruh pada kenyamanan penghuninya. Tabel analisa pembayangan pada 22 Juni : TAMPAK WAKTU ANALISA BARAT LAUT 09.00 WIB Efek pembayangan yang dihasilkan sudah mendekati 50% namun lebih dikarenakan oleh penonjolan bidang geometris disekitarnya 10.00 WIB Efek pembayangan yang dihasilkan telah menutupi sebagian besar bukaan dinding namun belum mencakup wilayah bidang yang lain 13.00 WIB Telah membayangi bukaan dinding hingga 50%, namun masih minim pembayangan pada bidang dinding 15.00 WIB Teritisan atap telah menghasilkan efek pembayangan maksimal pada bouven namun tidak demikian halnya dengan tritisan jendela 16.00 WIB Pembayangan yang dihasilkan kurang dari 50%, pembayangan utama dihasilkan oleh tonjolan bidang geometris TIMUR LAUT 09.00 WIB Pembayangan pada daerah bouven mampu membayangi secara maksimal, pembayangan pada jendela lt.1 mencapai 50% namun belum maksimal 10.00 WIB Pembayangan pada daerah bouven mampu membayangi secara maksimal, pembayangan pada jendela lt.1 mencapai 50% namun belum maksimal 13.00 WIB Efek pembayangan yang dihasilakan baru mampu membayangi daerah bouven sebesar 50% namun masih minim pembayangan pada daerah lain 15.00 WIB Pembayangan yang dihasilkan sangat minim, kurang dari 50% 16.00 WIB Pembayangan yang dihasilkan kurang dari 50%, namun bayangan jatuh dari teritisan telah lebih panjang dari pukul 15.00 BARAT DAYA 09.00 WIB Teritisan atap dan jendela membayangi dengan baik bukaan dibawahnya, namun terdapat 4 jendela yang tidak mendapat efek pembayangan dan tidak memiliki teritisan diatasnya 10.00 WIB Efek pembayangan yang dihasilkan kurang dari 50% 13.00 WIB Teritisan atap dan jendela serta bidang geometris yang menonjol membayangi dengan baik bukaan dibawahnya hingga 50%, namun terdapat 4 jendela yang tidak mendapat efek pembayangan dan tidak memiliki teritisan diatasnya 15.00 WIB Pembayangan yang dihasilkan sangat minim, kurang dari 50% 16.00 WIB Pembayangan yang dihasilkan sangat minim, kurang dari 50% TAMPAK KESIMPULAN REKOMENDASI BARAT LAUT Pembayangan terutama diperoleh dari permaianan gradasi bidang vertikal Penambahan lebar teritisan jendela, penanaman vegetasi peneduh disekitarnya TIMUR LAUT Pembayangan dari tritisan atap, vegetasi dimuka bangunan, dan letak bukaan dinding yang menjorok kedalam Penambahan lebar teritisan atap dan jendela, pemasangan paranet BARAT DAYA Pembayangan dari penonjolan bidang dinding, teritisan atap, dan dinding pembatas Penambahan teritisan jendela diatas 4 jendela yang terletak pada bidang yang menonjol Penambahan lebar teritisan Temuan Permasalahan Terhadap sinar matahari Permasalahan utama yang terjadi adalah teritisan kuarng mampu melindungi dari sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, sehingga radiasi matahari terasa sampai kedalam ruangan, hal ini sangat dirasakan oleh penghuni didalam ruangan sehingga pada daerah kamar dipasang AC dan tirai jendela. Untuk menyiasatinya dengan cara penambahan dimensi lebar teritisan, untuk meminimalkan pancaran radiasi matahari secara langsung. Ataupun penggunaan kaca stopsol. Terhadap hujan dan angin Dimensi teritisan yang pendek selain berpengaruh pada radiasi matahari juga berpengaruh pada air hujan karena mengakibatkan tempias. Air hujan yang secara langsung mengenai pintu dan jendela bagian bawah dapat mengakibatkan rusaknya bahan bangunan tersebut dan juga pudarnya cat. Solusinya dengan penambahan talang air, ataupun pemakaian bahan bangunan yang lebih awet dan tidak mudah keropos. Seperti penggunaan cat yang tahan lama, cat ici, water shield. Terhadap estetika tampak Salah satu akibat dari penerapan desain minimalis pada rumah ini adalah minimnya dimensi lebar tritisan untuk menjaga kesan minimalis dan proporsi bangunan secara keseluruhan. Namun hal ini menimbulkan konsekwensi desain fasade yang menarik dan proposional namun tidak fungsional. Maka dari itu diperlukan toleransi yang menyeluruh agar bangunan tetap terjaga nilai estetis nya tanpa meninggalkan fungsinya. Rekomendasi desain teritisan - Pengelola atau pemilik rumah tinggal Dalam memelihara bangunan rumah tinggal ini, pemilik harus secara berkala merawat bangunan dan rutin mengawasi bangunan rumahnya dari kerusakan. Salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan dengan memilih bahan finishing cat yang berkualitas dan tahan lama serta tahan cuaca, pemakaian bahan alumunium untuk kusen jendela dengan finishing powder coating. - Ilmuwan Seorang ilmuwan bertugas meneliti material apa saja yang baik untuk digunakan dalam bangunan rumah tinggal, terutama karena kondisi iklim di Indonesia yang bermasalah dengan curah hujan tinggi dan radiasi matahari yang berlebih. - Perancang atau arsitek Arsitek secara khusus memperhatikan perletakan bukaan dinding dan panjang teritisan yang sesuai untuk diaplikasikan dalam bangunan. Agar sinar matahari berlebih yang masuk kedalam ruangan dapat diminimalkan dan menghindari efek silau yang dapat ditimbulkan. Contoh renovasi teritisan : - Penambahan talang air untuk mengalirkan dan menampung air hujan sehingga tidak tempias. - Penambahan teritisan agar suasana didalam bangunan menjadi lebih nyaman - Pemberian paranet sehingga bangunan rumah tinggal terkesan asri dan juga sebagai penahan sinar matahari langsung dan tempias air hujan. Keuntungan paranet : - Sinar matahari masih dapat dimanfaatkan dengan intensitas panas yang kecil sehingga rumah tidak berkesan gelap - Tanaman masih dapat tumbuh dibawahnya - Air hujan masih dapat menyirami tanaman dibawahnya - Tidak menimbulkan kesan berat dan sempit pada taman DAFTAR PUSTAKA Amirudin ME, Saleh. 1972. Iklim dan Arsitektur di Indonesia, Bandung : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Indarto, Eddy. 2004. Materi Kuliah Fisika Bangunan 1, Semarang : FT Arsitektur Universitas Diponegoro Lippsmeir, Georg. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga Laksmitasari, Rita. 2006. Rumah Tropis. Jakarta : PT Gramedia Mangunwujaya, Y,B. 1997. Pengantar Fisika Bangunan. Yogyakarta : Djambatan.

Item Type:Article
Subjects:N Fine Arts > NA Architecture
Divisions:Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering
ID Code:18671
Deposited By:INVALID USER
Deposited On:04 Aug 2010 09:27
Last Modified:05 Aug 2010 21:19

Repository Staff Only: item control page