Iswanto, Danoe (2006) KAJIAN RUANG PUBLIK DITINJAU DARI SEGI PROPORSI SKALA DAN ENCLOSURE. ENCLOSURE, 5 (2). pp. 74-81. ISSN 1412-7768
| PDF - Published Version 686Kb |
Abstract
Perkembangan sebuah kota terjadi dengan sangat pesat terutama sekali di kawasan-kawasan strategis, perkembangan ini ditunjang dengan adanya tuntutan dari kebutuhan masyarakat di kota yang semakin beranekaragam macamnya terutama dalam hal kenyamanan dan pelayanan serta fasilitas infrastruktur yang ada di kota. Perubahan ini mempengaruhi semua komponen tatanan yang ada di dalamnya seperti ruang publik, pengaruh keberadaan ruang publik dan bangunan disekitarnya. Keberadaan ruang publik ini cukup penting bagi tata ruang sebuah kota sehingga menarik untuk dikaji lebih mendalam, dalam hal ini dikhususkan pada kualitas ruang publik melalui teori proporsi atau skala dan enclosure TINJAUAN UMUM RUANG PUBLIK KOTA Ruang publik pada dasarnya ruang kosong ( open space ) yang sangat berguna, dengan adanya kekosongan bisa memuat berbagai aktivitas didalamnya. Selain itu pada tata ruang kota dengan adanya open space / ruang terbuka untuk ruang pengikat kota sehingga ada jalinan atau penghubung antar ruang didalam kota. Ruang kosong ini disebut juga arsitektur tanpa atap, dimana ruang ini dengan perumpamaan lantainya dari bumi dindingnya keberadaan bangunan-bangunan dan alam disekitarnya dan atapnya berupa langit. Sebagai contoh arsitektur tanpa atap di Piazza del Campo di Siena disana Piazza del Campo berfungsi sebagai pusat kota dimana suatu ruang luar yang dikelilingi oleh dinding bangunan dan tersusun memusat sehingga dianggap sebagai “ Living Room” nya kota. Ruang publik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat kota sehingga bisa terjalin interaksi sosial di masyarakat kota itu sendiri. Ruang publik secara umum terdapat beberapa fungsi yang antara lain adalah : - Sebagai pusat Interaksi untuk kegiatan- kegiatan masyarakat baik formal maupun informal atau digunakan untuk event-event tertentu seperti upacara kenegaraan, sholat hari raya, acara hiburan dan lain-lain. - Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju kearah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur kota serta sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan disekitarnya dan ruang untuk transit. - Sebagai tempat usaha bagi pedagang kaki lima. - Sebagai paru-paru kota yang semakin padat. - Selain itu ruang publik secara esensial harus memiliki 3 kriteria yaitu : Meaningful adalah dapat memberikan makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun kelompok. Responsive adalah tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut. Democratic adalah dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi. Hamid Shirvani, dalam teorinya tentang perencanaan kota, juga menyampaikan beberapa hal penting yang berkaitan dengan proporsi-skala sebuah ruang publik. Bentuk Bangunan dan Massa Bangunan Building form and massing, therefore, encompases height, bulk, floor area, ratio (FAR), coverage, Stree-line setbacks, style, scale, material, texture and color. Perangkat pengendalian bentuk dan massa bangunan meliputi : - Ketinggian bangunan Dalam konteks kota ketinggian berbagai bangunan akan membentuk skyline kota. - Kepejalan Bangunan Kontrol kepejalan memberikan peningkatan kondisi angin dan pengontrolan terhadap cahaya matahari pada jalan-jalan dan ruang-ruang terbuka dibawahnya. Hasil kontrol kepejalan berupa bentuk artikulasi dan bertingkat permukaan dan bentuk bangunan, dapat menurunkan masalah angin. Pengontrolan cahaya matahari dan angin akanmemberikan pengaruh pada batas ketinggian, setback, ketinggian kondisional, sudut matahari, sudut pandang, serta ruang antar menara. - Koefisien Lantai Bangunan Menggambarkan tentang jumlah lantai maksimum, peruntukan yang diperbolehkan, dan intensits membangun ( jumlah lantai maksimum, KLBmaksimum, KLB dasar, kepadatan penduduk ) - Koefisien Dasar Bangunan Luas lantai dasar ( BC ) adalah luas lahan tapak yang tertutup dibanding luas keseluruhan. KDB dimaksudkan untuk menyediakan lahan terbuka yang cukup di suatu wilayah kota. - Garis Sempadan Bangunan Ialah jarak bangunan terhadp as jalan. GSB bermanfaat untuk mengendalikan tata letak bangunan terhadap jalan, sehingga tercipta, keteraturan, dan memberikan pandangan yang lebih luas terhadap pemakai jalan. TEORI PROPORSI / SKALA Ruang publik ini ada kaitannya dengan open space dan urban space. Menurut pendapat Paul D. Spreiregen mengenai open space dan urban space adalah “Open space is another type of space, and one which we should be very careful to understand. Open space generally describes park like areas of greenery in or near the city. It is often confused with urban space, which is a formal focus of urban activity. Open space in informal, natural, and parklike. It relieves the harshness of urban form while complementing it. Urban spaces are the products of cities, specifically the juxtaposition of buildings. The larger spaces of nature in which cities sit cannot be enclosed by urban form, but can nonetheless be urban spaces in the sense that they are qualified by the urban presence. The city, as a whole form, accents this vast space.” Scale and Human Vision Skala didalam urban design yang dipakai adalah skala manusia agar sesuai dengan aktivitas manusia. Skala ini berdasarkan pada jarak dan ketinggian bangunan atau lingkup area yang ada dari sudut pandangan manusia yang antara sudut 30o-65o. Selain itu menurut Lynch dalam Rapoport 1971, bahwa sudut pandang yang normal adalah 270. Jadi untuk perbandingan D/H = 270. Ada tiga pembagian skala berdasarkan urban design antara lain skala intim, skala urban, dan skala monumental. Pada dasarnya sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60o, tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan mata berkurang 1o. H. Marten, seorang arsitek Jerman, dalam papernya “ Scale in Civic Design” mengatakan bahwa bila orang melihat lurus ke depan, maka bidang pandangnya vertical di atas bidang pandangan horizontal mempunyai sudut 40o atau 2/3 seluruh sudut pandangan mata. Dan orang dapat melihat keseluruhan pandangan bila sudut pandangnya 27o atau bila D/H = 2 ( jarak dibagi dengan tinggi = 2). Werner Hegemann dan Elbert Peets dalam bukunya : “American Vitruvius “ menyatakan bahwa : orang akan merasa terpisah dari bangunan bila melihat dari jarak sejauh 2 x tinggi bangunannya, ini berarti sudut pandangannya 27o. Bila orang ingin melihat sekelompok bangunan sekaligus maka diperlukan sudut 18o, ini berarti dia harus melihat dari jarak sejauh pandangan 3 x tinggi bangunan. Paul Zucker juga menggunakan gb. 2-1A dan 2-1B dalam bukunya “ Town and Square”. Ketentuan-ketentuan tersebut sudah ada sejak zaman Medieval, untuk saat ini dianggap terlalu statis untuk diterapkan dalam disain. Tetapi yang terpenting adalah untuk mengetahui nilai dan Kualitas runag luar secara keseluruhan dan mepelajari prbandingan-perbandingan antara jarak dan tinggi bangunan pada potongan- potongan melintang.Betul tidaknya tergantung pada disain. Agar benar-benar mendapatkan inspirasi dalam membuat disain ruang luar, seorang arsitek tidak harus selalu memakai teori perbandingan tersebut, tetapi harus lebih bebas dalam menggunakan intuisinya yang kreatif. Gambar 3 Field Of Vision Menurut Camillo Sitte mengenai skala square atau plaza, bahwa besarnya square atau plaza mempunyai lebar minimum sama dengan tinggi bangunan dan tidak boleh lebih dari 2 kali tingginya. Jadi besarnya plaza : 1< D/H<2.Bila D/H<1, ruang luar tidak akan menjadi plaza tetapi menjadi ruang dimana daya pengaruh timbal balik atara bangunan-bangunan disekitarnya begitu kuat. Bila D/H>2 maka daya mengruang pada plaza mulai berkurang. Jadi bila D/h terletak diantara 1 dan 2 akan menjadi proporsi yang seimbang Gambar 4 Ilustrasi Perbandingan D/H Sumber :Yoshinobu Ashihara, Exterior Design in Architecture Menurut pengamatan ashihara, ukuran-ukuran plaza pada umumnya sesuai dengan apa yang telah ditemukan Camillo Sitte jauh sebelumnya. Arsitek-arsitek yang mepraktekkeanya harus sadar akan kenyataan bahwa ruang luar harus direncanakan dengan skala yang berbeda terhadap ruang dalam. Satu hipotesis yang dikemukakan oleh Ashihara berdasar pada pengalamannya menyatakan bahwa : ruang luar mempunyai skala berkisar antara 8-10 kali dari skala ruang dalam. Hipotesa ini disebut “Teori Sepersepuluh” Didalam bukunya : “ Silent Language” Edward Hall menegaskan bahwa orang telah mengembangkan daerah teritorialnya sampai dengan perluasan yang sukar diduga. Bila boleh dibuat suatu perbandingan maka pengolahan ruang dapat disamakan dengan “ perlakuan sex”; contohnya di Jepang : orang-orang Jepang tidak menamakan ruang-ruang menurut fungsi dan penggunaannya seperti ; ruang makan ,ruang tinggal , kamar tidur dan sebagainya. Tetapi memberi nama ruang menurut luas lantai : Sebuah ruang berukuran 4,5 tikar, sebenarnya agak sempit, tetapi merupakan ruang yang intim untuk 2 orang. ( 1 tikar lebih kurang 90x180 cm, jadi 4,5 tikar = 270 x270 cm).Ada satu peribahasa jjepang berbunyi “ roman 4,5 tikar” membayangkan bahwa hadirnya 2 orang laki-laki dan wanita di dalam ruang yang berukuran 4,5 tikar membawa pikirann kita kepada situasi yang sangat romantis. Bila kita akan mencoba menciptakan ruang luar yang “ intim” seperti pada ruang dalam tersebu. Diatas dengan menggunakan teori sepersepuluh, maka luas ruang luar yang terjadi adalah 8-10 kali ruang 4,5 tikar tadi, atau 21x21 m sampai 27x27m. Ruang tersebut cukup luas dimana orang-orang yang berada disana dapat mengenal dan membedakan setiap wajah orang lain. (Jartak maksimum untuk mengenal wajah orang 24m). Jadi ruang luar dengan ukuran antara 21x21m sampai dengan 27x27m adalah sangat baik, kompak dan intim, sebaik dan seintim ruang dalam 4,5 tikar. Ruang dalam berukuran 80-100 tikar (7,2x18m sampai dengan 9x18m) adalah sesuai untuk keperluan pesta-pesta atau perjamuan-perjamuan ( banquet hall). Gambar 5 Ilustrasi Ruang Ruang 100 tikar secara tradisional di Jepang adalah ruang dalam yang terbesar dimana orang masih dapat saling menanggapi dan saling berbicara satu sama lain secara akrab, dan suasana berkumpul tetap terjamin. Jadi bila kita nmengalikan banquet hall tersebut 8 kali misalnya, maka akan kita dapatkan ruang luar yang terbesar dengan ukuran 58x144m, dimana kesan intim masih mungkin dapat dirasakan. Luas plaza-plaza yang besar di Eropa Menurut Camillo Sitte Rata-rata 57x140m, jadi lebih kurang sama dengan ruang luar yang terbesar menurut perhitungan Ashihara. Tetapi didalam praktek, kita tidak usah menggunakan teori sepersepuluh setepatnya. Berdasarkan juga pada pengalamannya, Ashihara mengemukakan hipotesa yang kedua : “ Modul- 21meter “ adalah satu metode untuk merencanakan ruang luar denganmenggunakan modul antara 21-24m. Ruang luar yang tidak mempunyai daya mengruang, cenderung menjadi tidak jelas dan kabur. Oleh karena itu pada setiap jarak 21 atau 24 m harus diadakan perubahan dan pergantian secara kontinyu dalam irama, tekstur dan tinggi permukaan lantainya, agar suasana ruang menjadi meriah dan hidup. Modul 21-24m, menurut pengalaman Ashihara tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, dan merupakan satuan yang sangat praktis untuk perencanaan. Sebagai contoh : misalnya ada bangunan yang panjang dindingnya sampai 150m atau 300m, maka suasana jalan didekatnya menjadi sangat monoton dan membosankan. Untuk itu perlu ditimbulkan suasana yang berirama dengan merencanakan kebun-kebun kecil, menambah etalase-etalase, atau elemen yang menonjol di dinding pada setiap jarak 21 atau 24m. Cara tersebut telah di praktekan di Olympic Park di Komasawa. Setral plazanya mempunyai ukuran 90x180m, merupakan ruang luar yang sangat luas, tetapi setiap 21m terdapat taman-taman bunga, lampu-lampu taman, bangku-bangku tempat duduk, menurut as memanjang, bahkan meluasa sampai ke kolam air; sehingga dengan demikian skala manusia dapat tercapai. Gambar 6 Olympic Park, Komasawa, Jepang TEORI ENCLOSURE Menurut Gorden Cullen Enclosure (ruang berpagar) adalah unit basuk pola lingkungan di luar suara dan kecepatan komunikasi yang datang dan pergi. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan enclosure, yaitu Ruang terbuka dan keterlingkupan Suatu sensasi yang dirasakan seseorang pada saat melewati ruang terbuka pada kawasan pusat kota, yang masih memiliki keterlingkupan/ enclosure yang dibentuk oleh bangunan-bangunan di sekitarnya Melihat keluar dari dalam keterlingkupan Ekspresi yang membangun fakta adanya sesuatu yang disana ( therensse), perasaan identitas pada sebuah posisi.Hal tersebut berupa perbedaan perasaan didalam sini dan di luar sana, yang berkaitan dengan jarak. Melihat dari luar ke dalam keterlingkupan Suatu imajinasi yang dibentuk oleh seseorang pada saat mereka melihat dari arah luar kedalam sebuah ruang yang masih memiliki keterlingkupan di dalamnya Keterlingkupan berganda Adalah salah satu ilustrasi yang menunjukkan dua halaman gedung, salah satu didalam dan satu diluar, membagi serambi dan merupakan intertpenetrasi secara keseluruhan. Enclosure berkaitan erat dengan ruang luar, sebagai contohnya dalam buku exterior in design karangan Yoshinobu Ashihara yaitu memagari ruang luar atau mengenclose ruang luar. Suatu jenis ruang dapat diciptakan dengan menetapkan tingkatan nilai ruang pada setiap bagian dari ruang luar. Untuk itu yang perlu diperhatikan adalah : bentuk, kualitas dan penempatan dinding-dindingnya. Untuk ruang luar, pada umumnya pola jalan yang berbentuk kotak-kotak menyebabkan pembukaan pada bagian sudutnya dengan arah vertical sehingga mempumyai pengaruh yang sedikit banyak ” bertentangan dengan perencanaan mengenclose “ ruang. Tetapi ada kemungkinan untuk mempertinggi kesan “Enclosure “ tersebut dengan merubah bagian sudut yang tadinya membengkok keluar menjadi membengkok kedalam.Manfaat dari cara tersebut dapat dilihat pada plaza-plaza yang terdapat di kota-kota di Eropa. Sebagai missal gambarkan empat buah kolom didirikan seperti pada gambar 3-9A sebagai akibatnya maka didalam bagian diantara keempat kolom tersebut timbul suatu daya pengaruh yang memberikan kesan ruang tetapi karena kolom itu tidak mempunyai orientasi dan sifat pengaruhnya menyebar kesegala arah maka ruang yang terjadi kurang enclosed. Kemudian kita bayangkan ada empat dinding yang didirikan seperti pada gambar 3-9B,maka pengaruh keempat dinding tersebut memberikan kesan ruang yang jauh lebih baik dari pada yang diakibatkan oleh empat kolom tadi. Lebih baik lagi apabila pada bagian sudutsudut ruang tersebut ditempatkan bagian dinding yang membengkok kedalam dengan sudut siku-siku maka kesan enclosure-nya akan lebih jelas lagi. Selain itu tinggi suatu dinding sangat erat hubungannya dengan tinggi mata orang dan itu berpengaruh pada enclosure seperti pada contohnya yaitu : - Dinding setinggi 30 cm dan 60 cm secara visual hampir tidak mempunyai daya mengruang dan tidaik menimbulkan kesan yang formal sedangkan tinggi 90 cm tidak merubah keaadaan secara radikal. Bila tinggi dinding menjadi 120 cm dinding tersebut dapat menutupi sebagian besar badan oran dan menimbulkan kesan / suasana aman meskipun dapat berfungsi pemisah ruang tetapi secara visual masih mempunyai efek ruang yang kontinyu. Bila dinding tingginya menjadi 150 cm, dinding sudah mempunyai daya mengruang dan bila tinggi dinding lebih dari 180 cm, dinding dapat menutupi seluruh tubuh manusia dan hampir dalam semua hal dapat memberi daya mengruang yang kuat. Jadi kesan mengruang dapat dicapai bila tinggi dinding melebihi tinggi manusia dan memutuskan pandangan yang menerus dari lantai. Selain itu menimbulkan kesan enclosure yang kuat. Dinding rendah terutama hanya digunakan untuk membagi suatu daerah dan tidak menimbulkan kesan enclosure. Dinding-dinding rendah hanya efektif bila digunakan sebagai pagar disepanjang lantai yang ditinggikan, pemberi arah gerakan ataupun untuk membatasi semak-semak. Bila tinggi dinding lebih dari tinggi orang ia akan memberi daya mengrung dan pembukaan dengan arah vertical akan menjadi penting. Gambar 9 Ilustrasi Pengamat Pada Enclosure DAFTAR PUSTAKA Lynch,Kevin; The Image Of The City, MIT PRESS,Prinkel In the USA,1960 Shirvani, Hamid; The Urban Design Process, Van Nostrand ReinHold Company, New York, 1985 D.K.Ching,Francis;Arsitektur:Bentuk Ruang dan Susunannya, Penerbit Erlangga,Jakarta, 1996 Ashihara, Yoshinobu;Exterior Design In Architecture, Van Nostrand Reinhold Coimpany New York Cincinnati Toronto London Melbourne,1970 Cullen,Gordon;The Aestetic Town Scape, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1971 Rukayah,R.Siti, Dari Nilai Historis Ke Ruang Ekonomi Sebuah Studi Lapangan Kota Di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,2005 Rukayah,R.Siti, Simpang Lima Semarang Lapangan Kota Dikepung Ritel, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005 Edy Darmawan.Ir.MEng,Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003 Edy Darmawan.Ir.MEng,Teori dan Implementasi Perancangan Kota, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2003
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | N Fine Arts > NA Architecture |
Divisions: | Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering Faculty of Engineering > Department of Architecture Engineering |
ID Code: | 18488 |
Deposited By: | INVALID USER |
Deposited On: | 02 Aug 2010 10:45 |
Last Modified: | 05 Aug 2010 20:15 |
Repository Staff Only: item control page