Patty, Made Ester Ida Oka (2008) PELAKSANAAN KONTRAK KARYA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PERSEROAN TERBATAS (PT) AVOCET BOLAANG MONGONDOW. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 382Kb |
Abstract
Berdasarkan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah Indonesia kemudian menjabarkannya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan dalam pasalnya yaitu Pasal 3 ayat (1) yang memuat tentang penggolongan galian yang dibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan startegis dan vital. Pengusahaan bahan galian (tambang), termasuk pertambangan umum, dilakukan oleh Pemerintah melalui pemberian ijin kepada pihak kontraktor berdasarkan Kuasa Pertambangan dan Kontrak Karya atas dasar Undang-Undang Penanaman Modal. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya dana yang dimiliki oleh Pemerintah untuk melakukan pengelolaan langsung terhadap sumber daya alam yang dimiliki. PT Avocet Bolaang Mongondow sebagai kontraktor pelaksana Kontrak Karya mempunyai Wilayah Kontrak Karya di Sulawesi Utara, dengan tujuan saling menguntungkan. Kontrak Karya ini diharapkan terlaksana dengan itikad baik, sesuai tahapantahapan yang ada, yaitu periode penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, kontruksi dan eksploitasi (operasi) yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor. Sedangkan pada pihak Pemerintah, agar terpenuhi persyaratan sahnya Kontrak Karya, diperlukan persetujuan dari Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang pada saat penanadatanganannya dapat diwakili oleh Menteri Pertambangan dan Sumber Daya Energi. Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah, maka ijin pertambangan umum yang sebelumnya dipegang pada Menteri Pertambangan dan Sumber Daya Energi, dilimpahkan kepada Bupati atau Walikota atau Gubernur di wilayah Kontrak Karya bersangkutan. Pelaksanaan Kontrak Karya mempunyai hambatan-hambatan yang bersifat yuridis dan non yuridis. Hambatan-hambatan yang bersifat yuridis adalah hambatanhambatan yang berkaitan dengan isi dan tujuan yang terdapat dalam Kontrak Karya, seperti Wilayah Kontrak Karya yang terdapat endapan mineral yang menjadi tujuan usaha pengusahaan bahan galian (tambang) dan pembayaran royalti dan iuran usaha pertambangan, serta pengembangan masyarakat sekitar wilayah Kontrak Karya atau sering disebut sebagai masyarakat lingkar tambang. Hambatan non yuridis adalah hambatan-hambatan yang terdapat di luar isi Kontrak Karya, yang tidak diatur dalam Kontrak Karya. Dalam Kontrak Karya ini juga diatur tata cara penyelesaian sengketa, melalui pilihan hukum yaitu hukum Indonesia dan Pilihan Forum (Choice of Forum),yaitu lembaga Arbitrase dan konsialisi, akan tetapi Lembaga Peradilan Indonesia tidak dipilih hanya untuk menghindari keberpihakan kepada Pemerintah Indonesia. Kata Kunci : Kontrak Karya. Pelaksanaannya. Based on Article 33, sub-article (2) and (3) the 1945 Constitution which states the above mentioned, the Government of Indonesia, then explains it on Laws Number 11 Year 1967 on the Principal Requirements of Mining Article 3 (1) containing the categories of digging materials consisting of three (3) categories, namely the strategic digging materials, the vital mined materials and the types of mined materials which are not included in the strategic and vital categories. The business of mined materials, including the public mining, conducted by the Government through the issuance of permit to the Contractor on the basis of mining authority and Contract of Work based on the Investment Laws. That is caused by the lack of budget owned by the Government to conduct the direct exploitation over the natural resources owned by PT Avocet Bolaang Mongondow as Contractor Operator of the Contract of Work located in North Sulawesi with the aims to obtain the mutual profits. This Contract of Work is hopefully implemented in a smoothly way, according to the existing/present stages, namely the general research period, exploration, feasibility study, construction and exploitation (operation) that should be full-filled by the Contractor. While on the Government side, it should meet with the valid/approved Contract of Work, seeking the approval of the President and House of Representatives, at the moment of contract signing could be represented by the Minister of Mine and Energy Resources. In the line with the implementation of Regional Autonomy Laws, the permit of public mining which was previously approved by the Minister of Mine and Energy Resources, handed over to the Head of Regency or Governor in the region of the related Contract of Work. The implementation of Contract of Work has been facing a lot of hardships both juridical and non-juridical. The juridical obstacles are the problems/cases related to the contents and aims stipulated in the Contract of Work, such as the regions of work of contract containing minerals sediment that becomes the aim of mined business (mining) and royalty payment and the mining business retributions, as well as the Community Development around the Contract of Work areas or as it is commonly mentioned “the link up mined community”. The non-juridical obstacle is the problems/cases which are excluded/beyond the contents of Contract of Work, which is not stipulated in the Contract of Work This Contract of Work the mechanism of disputes settlement is regulated accordingly, through Choice of Law namely the Indonesian Law and Choice of Forum. The Choice of Forum is an Arbitration Institution and Conciliation, but the Indonesian Court Institution is not chosen/referred to just for avoiding to side with the Government of Indonesia.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary |
ID Code: | 18078 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 29 Jul 2010 08:58 |
Last Modified: | 29 Jul 2010 08:58 |
Repository Staff Only: item control page