SOBANDI, KHAIRU ROOJIQIEN (2009) SYMBOLIC POLITICS AND THE ACEHNESE ETHNIC WAR IN INDONESIA. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 571Kb |
Abstract
The ethnic war in Aceh territory killed 13.000 to 50.000 of people and it remains problematic, especially in the 1950s, 1970s, and the end of 1990s. This thesis explores whether the symbolic politics theory of ethnic war, which was originally designed to explain conflict in the post-Communist societies of Eastern Europe, is also successful for explaining ethnic war and the subsequent peace in areas like Aceh where traditional social structures continued to exist. Facts support the hypotheses of symbolist theory. On the first two cases, myths justifying hostility were strong on both sides of the Acehnese and the Javanese Indonesian national government, the result of decades of conflict between Javanese national authorities and the Acehnese societies in Aceh territory. Ethnic fears, opportunity reasons, hostile feelings, chauvinist mobilization by ethnic elites, and security dilemma dynamics were also taken into account on the Acehnese ethnic conflict. On the other hand, the symbolist theory is also effective for explaining ethnic subsequent peace in the reform period (1998-recent). Hostile myths and fears did present, but the violence did not emerge because both elites chose not to let the conflict continues. The opportunity to mobilize for both elites did not present and therefore hostile mass conflict did not escalate. Recognizing this unique conflict involves identifying the patterns of their attachment to the traditional social structures, the sultanates and the ulama (the Islamic scholar). Konflik ethnis di wilayah Aceh telah membunuh 13.000 sampai 50.000 orang dan tetap problematic, terutama pada tahun 1950an, 1970an, dan pada akhir tahun 1990an. Tesis ini menganalisis apakah teori simbolik politik dalam konflik atau perang etnis, yang pada awalnya dirancang untuk menjelaskan perang etnis dalam masyarakat post-Komunis di Eropa Timur, juga sukses menjelaskan perang etnis dan perdamaian di daerah-daerah seperti Aceh yang struktur sosial tradisionalnya tetap ada. Fakta-fakta menunjukkan terbuktinya hipotesis teori simbolis. Dalam dua studi kasus pertama, mitos yang menjustifikasi permusuhan sangat kuat pada kedua belah pihak antara orang Aceh dan pemerintah Jawa Indonesia, hasil dari beberapa decade konflik antara otoritas nasional Jawa dan masyarakat Aceh di wilayah Aceh. Ketakutan etnis, alasan kesempatan, perasaan permusuhan, mobilisasi cauvinis oleh para elit etnis, dan dinamika dilemma keamanan juga turut berkontribusi dalam menjelaskan konflik etnis Aceh. Pada sisi lain, teori sombolis juga efektif untuk menjelaskan perdamaian sesudah perang pada periode reformasi (1998-sekarang). Mitos permusuhan dan ketakutan memang terlihat, tapi kekerasan tidak terjadi karena elit dari kedua belah pihak memilih untuk tidak membiarkan konflik tidak berlanjut. Kesempatan utk memobilisasi bagi elit dari kedua belah pihak tidak terlihat dan oleh karena itu konflik permusuhan massa tidak tereskalasi. Mengenali keunikan konflik ini mencakup pengidentifikasian pola-pola keterkaitan mereka pasa struktur social tradisional, ulama dan sultan.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | J Political Science > JA Political science (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Administration Science |
ID Code: | 18049 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 29 Jul 2010 08:04 |
Last Modified: | 29 Jul 2010 08:04 |
Repository Staff Only: item control page