Misliranti, Yunthia (2006) KEDUDUKAN DAN BAGIAN ISTERI ATAS HARTA BERSAMA BAGI ISTERI YANG DICERAI DARI PERNIKAHAN SIRRI. Masters thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 412Kb |
Abstract
Menurut hukum islam, suatu pernikahan yang sah adalah pernikahan yang dilakukan sesuai dengan syariat agama islam, memenuhi ketentuan rukun dan syarat-syarat yang diatur sesuai Al Qur’an dan Hadis. Sementara dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana diatur dalam Pasal 2 disebutkan bahwa suatu pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing, dan kemudian suatu pernikahan hendaknya dicatatkan. Meskipun pencatatan perkawinan bukan merupakan syarat untuk sahnya suatu perkawinan, karena suatu perkawinan sudah dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama/kepercayaannya, akan tetapi pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan dalam suatu perkawinan. Pencatatan perkawinan merupakan suatu syarat perkawinan diakui keberadaannya oleh negara. Nikah di bawah tangan, nikah agama, kawin sirri atau lebih populer dengan istilah nikah sirri merupakan pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan syarat rukun nikah dalam islam, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN). Dari sisi hukum islam, nikah sirri ini tidak mengakibatkan pernikahan itu batal atau tidak sah, tetapi dari hukum positif nikah ini dianggap tidak melalui prosedur yang sah, karena tidak mencatatkan pernikahannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2, bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan dari pernikahan sirri dalam tesis ini adalah kedudukan dan bagian istri terhadap harta benda dalam pernikahan. Membahas kedudukan dan pengaturan bagian istri terhadap harta benda dalam pernikahan menurut hukum islam, khususnya dalam hal terjadi perceraian. Perceraian dalam pernikahan sirri akan menimbulkan banyak masalah karena pernikahannya tidak tercatat secara hukum negara. Jadi akan mengalami kesulitan mengenai perceraian dan pembagian harta bersama. Permasalahan ini hendaknya mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak, khususnya pemerintah, agar dapat terselesaikan dengan baik dan tidak merugikan berbagai pihak. Dalam hal pernikahan dilakukan secara sirri (tidak tercatat), maka adanya harta benda dalam pernikahan diatur menurut hukum islam, yang mengenal adanya harta bawaan suami atau istri dan harta benda yang diperoleh selama pernikahan berlangsung. Dalam suatu pernikahan dimana kedua suami dan istri sama-sama bekerja, maka keduanya memiliki hak terhadap harta benda yang diperoleh tersebut. Oleh karena itu, maka dalam hal terjadi perceraian harta benda tersebut dianggap sebagai harta bersama dan baik suami atau istri berhak atas setengah bagian dari harta tersebut. According to Islamic Law, a legal marriage is a marriage that is done following the islamic rules, comply the harmonious and requests ruled by Holy Qur’an and Hadis. Meanwhile, in the Marriage Law (UUP 1/1974), specially in section 2 (two) mentioned that a marriage is legal when its done according to the couple’s religions and believes and a marriage wold be better if its recorded/noted in the nation law. Eventhough a marriage recorded is not a requests for the marriage to be legal, because a marriage is already legal when its done according to the couple’s religions and believes, otherwise, a marriage recorded held an important role in a marriage. A marriage recorded is a requests for a marriage to be admitted by the nation law. Underhand marriage, religion marriage, Sirri marriage, is a marriage that is done according to islamic rules but in the other hand its not recorded in nation law (KUA) by the Marriage Recording Officer (PPN). According to the Islamic Law this sirri marriage doesn’t cause the marriage from being cancelled or unlegal, but from the positive law side, this kind of marriage consider does not through the legal procedure, since they do not recorded their marriage according to the marriage law (UUP 1/1974), in section 2 (two) which its stated that : “Every marriage recorded according to the positive law”. The problems of sirri marriage in this thesis is the wife’s right toward properties in a marriage. In this thesis discuss about a wife’s right toward the properties in a marriage according to islamic law, especially in a case of divorce. Since it will caused many problems because the marriage is un recorded in nation law. So that the divorce and the properties divice will be difficult. This problem of sirri marriage needs a serious attention from everyone, specialy from our government, so that this problem can be finished well without caused any suffer to anyone. In Sirri marriage, properties in marriage is arranged acording to the islamic law which known husbands properties, wife’s properties and husband’sand wife’s properties in marriage. When both of husband and wife worked, then both of them have the right toward the properties. Therefore, in the case of divorce the properties in marriage considered as their poperties in the marriage, so that each of them have the right in the equal part of the properties.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary |
ID Code: | 17762 |
Deposited By: | Ms upt perpus3 |
Deposited On: | 27 Jul 2010 12:11 |
Last Modified: | 27 Jul 2010 12:11 |
Repository Staff Only: item control page