PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA PT.ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) DI REGIONAL OFFICE SEMARANG

HARTONO, BRONTO (2005) PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI JIWA PT.ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) DI REGIONAL OFFICE SEMARANG. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
289Kb

Abstract

Prinsip utmost good faith merupakan prinsip paling penting dalam perjanjian asuransi jiwa. Penerapan prinsip ini dalam praktek asuransi jiwa antara lain terjadi pada saat tertanggung melengkapi formulir permintaan asuransi, yang artinya bukan hanya sekedar itikad baik, tetapi lebih dari itu merupakan kejujuran sempurna dari pihak tertanggung dalam mengungkapkan semua fakta mengenai kondisi diri, kesehatan maupun kekayaan/ harta bendanya kepada pihak penanggung. Prinsip ini juga berlaku bagi penanggung (perusahaan asuransi jiwa), yaitu kewajiban untuk menjelaskan resiko yang dijamin maupun yang dikecualikan secara jelas dan teliti, yang dapat dilakukan melalui agennya. Informasi dalam pengisian formulir aplikasi, akan menjadi dasar bagi penanggung untuk menetapkan besarnya premi yang harus dibayar tertanggung serta menjadi dasar diterima atau ditolak permintaan asuransinya. Disamping itu formulir merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian asuransi jiwa. Dalam perjanjian asuransi jiwa penanggung pada asasnya beritikad baik dengan menganggap bahwa seluruh informasi yang diberikan oleh tertanggung merupakan fakta dan informasi penting sesungguhnya yang diberikan secara jujur. Pelanggaran prinsip utmost good faith yang dapat dibuktikan oleh penanggung sebagai akibat kesalahan sendiri, cacat sendiri, atau karena paksaan, begitu pula karena adanya unsur kekhilafan, kesesatan atau penipuan yang dilakukan oleh tertanggung kepada penanggung akan menyebabkan persoalan hukum dikemudian hari antara tertanggung, ahli waris atau penerima faedah asuransi dengan penanggung. Hal tersebut terutama terjadi apabila tertanggung mengalami peristiwa sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian asuransi sebelum masa asuransi berakhir. Persoalan hukum ini, pada akhirnya dapat menyebabkan batalnya perjanjian asuransi jiwa. Landasan hukum atas batalnya perjanjian asuransi yang telah dilakukan antara tertanggung dengan penanggung adalah KUH Perdata, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian jo Pasal 251 KUH Dagang. Disamping itu juga Pasal 2, Syarat-Syarat Umum Perjanjian Polis Asuransi Jiwa Perorangan tentang Dasar Perjanjian Asuransi dan SPAJ/ SKK yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian asuransi jiwa. Akibat dari batalnya perjanjian asuransi jiwa, tertanggung, ahli waris atau penerima faedah uang asuransi oleh karenanya tidak mempunyai alas hak untuk melakukan tuntutan ganti kerugian atas peristiwa yang terjadi sebagaimana diperjanjikan dalam polis kepada penanggung. Demikian pula dengan penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan prestasi kepada tertanggung berupa pemberian ganti kerugian berupa uang asuransi sebagaimana tertera dalam polis asuransi jiwa. Principle of utmost good faith is the most important principle in the agreement of life insurance. The application of the principle in the practice of life insurance happens such as when the covered party completes the form of insurance request, that not only means as a good will but also as perfect liability of the covered aprty in revealing fact of his or her self, health as well as wealth to the covering party. The princuiple is also applicable for the covering party (life insurance company), that is the obligation to explain risk to be guaranteed and excepted in detail and clear that can be executed by its agent Information in filling the application form will be a basic for the covering party to state the amount of the premium should be paid to the covered party and to deny or accept the application. Besides, form cannot be separated from the life insurance agreement. In the life insurance agreement, basically the covering party has goodwill by considering that all information given by the covered party as a fact and a true information. Breaking on the principle of utmost good faith that can be proved by the covering party as a result of private mistake, self defect, or due to violation, as well as forgetfulness, mistekes, or trick done by the covered party to the covering party will result in legal action in the future among the covered party, beneficiary acceptor, and the covering party. It specially happens when the covered party has accident mentioned in the life insurance agreement during the active period of the egreement. The legal problem will result in the termination of the agreement. Legal base on such termination of the agreement is Article 1320 of KUH Perdata (Civil Law) on the legal term and conditions of the agreement and the Article 251 KUH Dagang (commerce Law). Besides, Article 2 General Provision of Agreement of Individual Life Insurannce about Insurance Agreement Base and SPAJ/SKK which is cannot be separated from the life insurance agreement. As a result of termination, either the covered party or beneficiary acceptors has no right base to claim lost payment on the accident previously ruled in the agreement. The covering party does not have any abligation to pay the covered party in the form of insirance money stated in the life insurance polis.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:15436
Deposited By:Mr UPT Perpus 2
Deposited On:30 Jun 2010 15:19
Last Modified:30 Jun 2010 15:19

Repository Staff Only: item control page