FUNGSI, PENDAYAGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH WAKAF MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977

ASHARINNUHA, ASHARINNUHA (2005) FUNGSI, PENDAYAGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH WAKAF MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977. Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

[img]
Preview
PDF - Published Version
263Kb

Abstract

WAKAF adalah perbuatan hukum yang suci dan mulia, sebagai shadaqah jariyah, artinya selama barang yang diwakafkan dapat dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkannya, pahalanya tetap mengalir, meskipun si wakif telah meninggal dunia, maka Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 itu adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf yang tertuang dalam ikrar terutama untuk kepentingan peribadatan dan keperluan umum lainnya. Agar wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka pelembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. Untuk memenuhi fungsi seperti disebutkan di atas, maka harta kekayaan yang dipisahkan itu haruslah tanah milik yang bebas dari pembebanan, ikatan, sitaan, dan atau persengketaan. Dengan kalimat lain tanah yang dijadikan obyek wakaf, harus benar-benar milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut pemilik. Yang dimaksud hak milik sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960) adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Bapak Haji Ma’ruf mewakafkan tanahnya dengan tujuan utama mencari ridho Allah SWT dan yang lain menurut pendapat beliau karena di kompleks perumahan yang berdekatan dengan kediamannya tersebut sebagian warganya mempunyai kepercayaan lain dan warga muslim apabila menjalankan ibadah misalnya salat tarawih atau salat Idul Fitri bertempat di tanah lapang, namun beliau tetap menyerahkan tanah wakafnya kepada warga yang seiman walaupun kalau dinilai secara ekonomi, tanah beliau sudah berharga tinggi, namun karena untuk berjuang di jalan Allah, beliau tidak memandang dari segi ekonomi. Bila dipandang dari sudut hukum Islam, semata-mata, maka soal wakaf menjadi begitu sederhana asalkan dilandasi kepercayaan dan dianggap telah memenuhi ketentuan. Hal ini disatu sisi adalah kemudahan administratif, artinya tidak ada prosedur yang rumit dalam berwakaf. Walaupun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 yang sangat mudah dalam pengurusan pendaftaran tanah wakaf namun masih banyak tanah-tanah wakaf yang belum didaftarkan terutama didesa-desa. Walaupun telah diserahkan sepenuhnya oleh wakif kepada nadzir dan sudah banyak yang bermanfaat namun menurut keterangan mereka dengan menyerahkan pada masyarakat atau agama dan semata-mata karena mencari ridha Allah. Untuk itu perlu peran serta pejabat formal seperti Kepala KUA, Lurah, Modin, dan ustadz-ustadz untuk memberi penerangan atau mensosialisasilkan perlunya pendaftaran tanah wakaf agar dikemudian hari tidak timbul masalah atas tanah wakaf dan prosedur pengurusan yang sangat mudah, cepat dengan biaya sangat murah namun dalam prakteknya memang belum semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Seperti telah kita ketahui bahwa manfaat tanah wakaf sangat berarti bagi kehidupan masyarakat terutama fakir miskin, anak-anak yatim piatu dan memberikan tempat ibadah yang memadai salah satu contoh. Tanah Wakaf yang diberikan oleh Bapak H. Ma’ruf, kepada masyarakat di Kompleks Perumahan Kekancan Mukti, Kelurahan Pedurungan Tengah, yang kemudian dinamakan Masjid Al-Ma’ruf dan dikelola oleh Yaysan Al Ma’ruf, sangat berarti bagi masyarakat sekitar dan dapat menyalurkan dana dari kekayaan Yayasan untuk membantu fakir miskin dengan memberikan modal untuk membeli alatalat yang dipakai untuk bekerja dan pengembaliannya secara angsuran semampunya dan tidak dikenakan bunga sama sekali. Contoh lain Stasiun Pompa Bensin Umum di Jalan Arteri Soekarno-Hatta milik BKM Semarang, yang keuntungannya dapat dipergunakan untuk pemeliharaan dan kegiatan Masjid Agung Jawa Tengah. “WAKAF” is a low, as well as holy and noble act done for charity. It means that as long as the thing donated is usable for people, the merit of it will keeping on flowing, though the “wakif” is dead. That is why the government Low of number 28 issued in 1977 is aimed at eternalizing the adventage of “wakf” based on its aims stated in a pledge for the sake of worship and other public importance. To keep the wakaf in function, permanent institutunalization is needed therefore. To achieve this, the wealth donated-in this case is land, has to be free from any burdening matters such as contract, confiscation or contention. In other words, the land donated has to be totally of the owner’s right. By proprietary right as stated in the Agrarian Low point 20 (UU No. 5 tahun 1960) is meant the descendant right owned by anybody on certain land that has social functions. An example of “wakaf” is given by Mr. Ma’ruf. He donated his land only for Allah Bless. It is because he knows that in the housing complex near his home, a part of it inhabitants have another belief. And for Moslems, if they want to do their worships such as “tarawih” or praying of “Idul Fitri”, they need a place to do so-in same cases is a large yard. Though he knew that his land costs much, Mr. Ma’ruf still donated it for people with the same belief there. He did not think of the economical concern of the land, rather he thought of Allah’s may instead. When viewed from Islam Low, “wakaf” seems so simple if it is done based on the belief and is in line with the rules available. It is such kind of administration ease, meaning that there is no complicated procedures when doing the “wakaf”. Though there has been the government low of number 28 in 1977, which provides some ease in doing “wakaf”, a lot of land has not been registered yet as donated land, especially in vilages. Even the land has been given comletely to its “nadzir”, and has been of many functions, “wakif” still thinks that it is necessary for him to give “wakaf” to the society officially. The chairperson of KUA, Modin, and other scholars can participate in socializing the importance of registering the “wakaf” to avoid problems in the future. It is done within a very simple adminitration, quick and cheap cost. We know that “wakaf” is really important, especially for the poors and orphans. It provides a place for people to pray. Taken for an example, as the one stated above, is the wakaf land given by Mr. Ma’ruf to the people in Kekancan Mukti, Pedurungan Tengah. A mosque named Al Ma’ruf was built there. This mosque is under the control of Al Ma’ruf Foundation. This foundation is really advantageuos for people around it. It distributes fund for the poors by providing them tools they need for their work. Later, they only need to pray it back in credit, as they are able to, with no interest at all. Another example is the gasoline station located in Soekarno-Hatta Street owned by BKM Semarang. The profit from it can be used to look after the existence of Central Java and also finance a number of activities there.

Item Type:Thesis (Masters)
Subjects:K Law > K Law (General)
Divisions:School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary
ID Code:15387
Deposited By:Mr UPT Perpus 2
Deposited On:30 Jun 2010 09:13
Last Modified:30 Jun 2010 09:13

Repository Staff Only: item control page