SOFYA, FIFI ENA (2005) PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
| PDF - Published Version 2178Kb |
Abstract
Whenever law regulating marriage Act does not have any aftention, it will result in unclearness of the marriage meaning and aims. In order to overcome the euphoria, in chapter 30 Act No 1 Year 1974 on Marriage, it is stated that in a marriage, a man should only has one wife and so does the wife in the contrary. Beneficiary of second or more wife or from polygamy marriage in Balinese Marriage custom still suffers so many problems. It is understandable since until today the ruling of beneficial law in the Balinese custom society still refers to each custom law. Besides, some are still affected by application of Hindu beneficial law that demands equality of right. Aims of the research are to find out application of benefit sharing to the beneficiaries from second wife according to the Balinese custom society and to observe and analyze dispute resolving resulted from benefit sharing related to beneficiaries of the polygamy marriage. Approaching method used is juridical-empiric that is an approach based on applied law regulation and based on facts on the field on benefit sharing in the Balinese custom society related to beneficial right of a child born from polygamy marriage. The benefit sharing in the Balinese custom society, in the status of polygamy marriage, can be executed in two ways: to share more benefit the eldest child than to the youngest and to share more benefit to sons than to daughters and by applying equal benefit sharing among beneficiaries of the same clan, of course still the sons have more benefit than the daughters plus considering saving on the benefit in order to be used to take care the beneficiated wealth. Conflicts in the benefit sharing in Balinese Hindu Society are often due to willing of some beneficiaries to hold druwe tengah. The conflict resolving is achieved by traditional meeting and agreement, and if it is not worlcing then the druwe tengah shall be held in turn among the benefiaciaries. Apabila hukum yang mengatur tentang undang-undang perkawinan tidak diperhatikan, akan mengakibatkan kekaburan terhadap arti dan tujuan perkawinan itu sendiri, untuk mengatasi kebebasan yang berlebihan, dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri dan sebaliknya seorang isteri hanya boleh memiliki seorang suami. Kedudukan ahli wads sebagai anak yang lahir dad perkawinan kedua atau perkawinan poligami dalam hukum adat Bali masih banyak permasalahannya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sampai saat ini pengaturan hukum wads dalam masyarakat adat bali masih diserahkan pada hukum adat masing-masing. Selain itu sebagian masih terdapat pelaksanaan hukum waris Hindu yang menuntut hak mereka disamaratakan. Tujuan dad penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pembagian warisan kepada ahli wads dari istri kedua menurut adat masyarakat Bali. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa dari permasalahan pembagian warisan dalam kaitanrtya dengan adanya ahli waris dari perkawinan poligami. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, adalah pendekatan yang didasarkan pada aturan hukum yang berlaku juga melalui kenyataan di lapangan mengenai pembagian warisan dalam masyarakat adat Bali berkaitan dengan hak wads anak yang lahir dad perkawinan poligami. Pembagian warisan dalam masyarakat adat Bali, dalam status perkawinan poligami dapat dilakukan dengan dua cara: membagi anak sulung lebih banyak dari anak bungsu dan anak perempuan mendapatkan jumlah yang lebih sedikit dari anak laki-laki dan dengan cara pembagian yang sama rata antara para ahli wads satu golongan tersebut, tenth dengan tetap adanya perbedaan antara harta yang diperoleh anak perempuan lebih sedikit dari yang diperoleh anak laki-laki, juga memperhatikan penyisihan harta warisan untuk dipergunakan dalam pengurusan harta pusaka. Konflik pembagian warisan dalam masyarakat Hindu Bali sering disebabkan karena adanya keinginan beberapa ahli waris untuk memegang druwe tengah, penyelesaian konflik ini diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, bila musyawarah tidak tercapai maka akan ditempuh pilihan penyelesaian dengan menggilir pemegang druwe tengah diantara para ahli wads.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | School of Postgraduate (mixed) > Master Program in Notary |
ID Code: | 15057 |
Deposited By: | Mr UPT Perpus 2 |
Deposited On: | 22 Jun 2010 11:37 |
Last Modified: | 22 Jun 2010 11:37 |
Repository Staff Only: item control page