PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELT KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN KENDAL

Abstract

Arrangement to agreement of hire purchase not be arranged specificly in KUH Civil, the mentioned because of agreement of itself hire purchase emerge because of existence of importance of practice in the field of economics, agreement of hire purchase have legality aspect pursuant to Decree of The Minister for Finance Number : 1251 Year 1988 about Procedures Execution of Institute Defrayal, Decree of The Minister about Congeniality of Hire Purchase and Jurisprudence Appellete Court of 16 December, 1957. Agreement of hire purchase emerge caused by importance practicely, making many aspect in agreement of hire purchase requiring clarification judicially, for example is regarding instalment not yet ended but hire purchase obyect moved hand on the side of third and risk burden if hire purchase obyect lose and also concerning power boundary of creditor to act to protect agreement object in the case of wanprestasi conducted by debitor pass process outside conference. Data which is used in this research is primary data and data of sekunder, the data collected to pass research of field and bibliography by means of compiler of data in the form of document study and interview. From result of research know that if instalment not yet ended and lodger but to sell again vehicle to third side without the knowledge side of dealer, hence the action can be consider to be embezzlement and if third side in buying to do not have good faith hence the buyer can be alleged as plot receiving because its letter not yet complete. In the case of wanprestasi by debitor, creditor (dealer) ) can confiscate agreement object outside conference process pursuant to agreement of hire purchase. Pengaturan terhadap perjanjian sewa bell tidak diatur secara spesifik dalam KUH Perdata, hal tersebut dikarenakan Perjanjian sewa bell itu sendiri muncul !dikarenakan adanya kepentingan praktek dalam bidang perekonomian, perjanjian sewa bell memiliki aspek legalitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1251 Tahun 1988 tentang Tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Keputusan Merited Perdagangan dan Koperasi Nomor : 34/KP/I1/80 Pasal 1 Sub a tentang pengertian sewa bell dan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1957. Perjanjian sewa bell muncul karena adanya kepentingan secara praktek, menjadikan banyak aspek dalam perjanjian sewa bell yang membutuhkan penjelasan secara hukum, antara lain adalah mengenai angsuran belum berakhir tetapi obyek sewa bell dipindah tangankan pada pihak ketiga dan beban resiko jika obyek sewa bell hilang serta menyangkut batas kekuasaan dari kreditur untuk bertindak mengamankan benda obyek perjanjian dalam hal sengketa wanprestasi yang dilakukan debitur lewat proses di luar persidangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data tersebut dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan kepustakaan dengan alat pengumpul data berupa wawancara dan studi dolcumen. Dan hasil penelitian diketahui bahwa jika angsuran belum berakhir dan penyewa bell menjual kembali kendaraan kepada pihak ketiga tanpa sepengatuan pihak dealer, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai penggelapan dan apabila pihak ketiga dalam membeli tidak mempunyai itikad balk maka si pembeli dapat dituduh sebagai penadah karena surat — suratnya belum lengkap. Dalam hal terjadi wanprestasi oleh debitur, kreditur (dealer) dapat melakukan penyitaan benda obyek perjanjian di luar proses persidangan berdasarkan perjanjian sewa bell.