|
|
PEMBAHASAN
Sindrom fragile X merupakan penyebab retardasi mental yang diwariskan melalui kromosom X dengan karakteristik macroorchidisme (wajah memanjang), telinga menggantung dan menonjol. Adanya pewarisan secara X-linked menyebabkan penderita lebih didominasi oleh laki-laki dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1. Deteksi sindrom fragile X dengan teknik imunositokimia pada preparat darah hapus memungkinkan diagnosis penderita sindrom fragile X dilakukan dengan lebih murah dan cepat dibanding dengan pemeriksaan sitogentika. Titik potong (cut off point) batasan terendah untuk mendiagnosis seseorang menderita sindrom fragile X berdasarkan jumlah protein FMRP yang dihasilkan oleh sel limfosit. Berdasarkan kriteria Willemson, cut off point pada pemeriksaan imunositokimia adalah sebesar 42%. Akhir-akhir ini kriteria Tasson juga dipakai dengan cut off point sebesar 50%, karena persentase ini lebih potensial sebagai indikator prognosis.10
Hasil penelitian menunjukkan dari 38 siswa PRSBG yang diperiksa, berdasar kriteria Willemson, terdapat 2 siswa yang positif penderita sindroma fragile X. Siswa lainnya memiliki FMRP pada limfositnya diatas 42% yang berarti gen FMR1 masih berfungsi baik (kriteria Willemson). Prevalensi sindrom fragile X pada anak laki-laki dengan retardasi mental di 6 SLB-C di Jawa Tengah adalah 2%.12 Apabila dibanding dengan prevalensi anak-anak retardasi mental di SLB-C se Jateng sebesar 2%, frekuensi pada siswa PRSBG relatif lebih besar. Hal ini dapat disebabkan jumlah sampel yang diambil terbatas dan PRSBG Temanggung membina siswa yang relatif homogen dalam derajat retardasi ringan sampai sedang.
Teknik imunositokimia memiliki kekurangan yang bisa menyebabkan hasil yang berbeda antara laboratorium yang satu dengan laboratorium yang lain. Hasil positif FMRP yang ditandai dengan warna merah-coklat bisa terlihat oleh analis yang satu, tetapi tidak terlihat oleh yang lain. Mikroskop yang baik dan peka juga menjadi syarat mutlak untuk memeriksa sampel yang ada.
KESIMPULAN
Diagnosis yang dilakukan terhadap siswa PRSBG Temanggung menunjukkan terdapat 2 siswa yang positif menderita sindroma fragile-X dari 38 siswa yang diperiksa. Frekuensi yang didapatkan sebesar 5,40%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Beirne-Smith M, Patton J, Ittenbach R. Mental retardation. 4th ed. Maxwell Macmillan International. Sydney. 1994.138,155,157
2. Hagerman RJ and Hagerman PJ. Fragile X syndrome, diagnosis, treatment and research. Baltimore. Johns Hopkins University Press.2002. 63-252.
3. Fast D. What is FMRP and what does it do?. Available from URL : HYPERLINK http://www.fragilex.org/. 2003
4. Sutherland GR, Hecht F. Fragile sites on human chromosome. Oxford University Press; 1985.197;265-266
5. Verkerk AJMH, Pieretti M, Sutcliffe JS, Fu YH, Kuhl DPA, Pizzuti A, et al. Identification of a gen (FMR-1) containing a CGG repeat coincident with a breakpoint cluster region exhibiting length variation in the fragile X syndrome. Cell 1991. 65: 905-14
6. Kooy RF, Oostra BA, Willems PJ. The fragile X syndrome and other fragile site disorders. In: Oostra BA (ed). Trinucleotide diseases and instability. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York: 1998. 257-264
7. Eichler EE, Holden JJA, Popovich BW, ReissAL, Snow K et al. Length of uninterrupted CGG repeats determines instability in the FMR1 gen. Nature Genetics 1994.8:88-94
8. Fu YH, Kuhl DPA, Pizzuti A, Pieretti M, Sutcliffe JS. Variation of the CGG repeat at the Fragile X site results in gentics instability. Resolution of the Sherman paradox. Cell 1991;67:1047-58
9. Richards RI, Sutherland GR. Fragile X syndrome. The molecular picture comes into focus. Trends in Genetics 1992.8: 249-255
10. Willemsen R, Oostra BA. FMRP detection assay for the diagnosis of the fragile X syndrome. Am J Med Gent 2000. 97:183-88
11. Willemsen R, Mohkamsing S, de Vries B, Devys D, Ouweland A, Mandel JL, et al. Rapid antibody test for fragile X syndrome. Lancet 1995.345;1147-48
12. Faradz SMH. Retardasi mental pendekatan seluler dan molekuler. Pidato Pengukuhan. Semarang: 2004.20-28 <<Previous Page
|
|
|